Hari/Tanggal : Rabu, 26 Januari 2022
Waktu : 09.00- 11.00 WIB
Media : Ruang Rapat Biro Hukum Lt. II
Peserta Rapat :
1. Biro Hukum Setda DIY
2. Bappeda DIY
3. Dinas Sosial DIY
4. Dinas Perizinan dan Penanaman Modal DIY
5. Biro Bina Pemberdayaan Masyarakat Setda DIY
6. Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial
Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial
DIY
7. Perancang Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY (Agustinus
Tri Wahyudi, Yusti Bagasuari)
Acara: Rapat Kajian
Perda No. 11 Th. 2015 tentang LKS
Jalannya Rapat:
1. Rapat dibuka oleh Bpk. Reza, Kasubbag Perda Biro Hukum Setda
DIY.
- Dalam Perda 11/2015 ada 2 inti permasalahan, yaitu Pasal
30 dan Pasal 33.
- Perda DIY 3/2017 kewenangan DIY pemberdayaan potensi
sumber kesejahteraan sosial di DIY, layanan utama berupa layanan pemberdayaan
potensi sumber kesejahteraan sosial kelembagaan masyarakat.
- Pergub 116/2021 pemberian tanda pendaftaran LKS masuk
jenis perizinan non berusaha non KBLI bidang sosial.
- Perda 11/2015 tidak diberikan klausul lanjutan manakala
setelah 9 tahun LKS belum menjadi mandiri sesuai ketentuan Pasal 28. Apakah
serta merta tidak diberikan tanda daftar sehingga LKS melakukan kegiatan tanpa
izin? Atau ada kegiatan pendampingan untuk meanjutkan kegiatan sampai mencapai
tipe mandiri? Perlu didiskusikan supaya tidak menimbulkan masalah lanjutan.
Maksimal 2024 LKS belum mencapai tipe mandiri maka stop pemberian tanda daftar
belum digambarkan dalam Perda 11/2015. Kebijakan Pemda DIY seperti apa?
- Keputusan DPRD DIY 30/K/DPRD/2021 beberapa rekomendasi
hasil pengawasan pelaksanaan Perda 11/2015:
a.
Menambahkan
beberapa hal sebagai berikut :
- Pengaturan tentang tata kelola
LKS yang menjelaskan
mengenai wewenang, tugas dan fungsi pendiri/pembina,
pengawas, pengurus, maupun pengelola LKS.
-
Pengaturan tentang
tata kelola aset milik LKS
agar tidak dialihkan menjadi milik perorangan/pribadi pembina,
pengelola dan pengurus LKS.
-
Pengaturan tentang mekanisme
pengumpulan uang dan barang dalam LKS agar menggunakan rekening atas nama LKS dan bukan rekening pribadi pembina,
pengelola maupun pengurus LKS.
-
Pengaturan tentang kewajiban
LKS untuk menyelenggarakan rapat pleno
tahunan yang wajib dihadiri oleh dinas
terkait baik provinsi maupun kabupaten/kota, Lembaga Koordinasi
Kesejahteraan Sosial Badan Koordinasi Kegiatan
Kesejahteraan Sosial Daerah Istimewa Yogyakarta,
Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial, Badan Koordinasi Kegiatan
Kesejahteraan Sosial kabupaten/kota, pemerintah
desa setempat, dan pihak terkait lainnya. Adanya
rapat pleno tahunan tersebut dimaksudkan sebagai mekanisme control terhadap
aktivitas LKS.
-
Pengaturan
tentang sanksi bagi LKS yang tidak memiliki tanda
daftar. Sanksi tersebut tidak hanya berupa pencabutan
tanda daftar namun bisa diberikan sanksi yang
lebih berat seperti denda administrasi.
b.
Perlu
perubahan ketentuan pasal Pasal 18, LKS
agar mengurus tanda daftar /ijin operasional
paling lambat 6 bulan setelah melakukan pelayanan kegiatan.
2. BK3S:
a. Sudah menyampaikan saran melalui DPRD, perlu penegasan LKS
tidak berbadan hukum hanya boleh di tingkat desa/kalurahan, supaya permasalahan
tidak menjadi luas. Kasus yang tidak berbadan hukum di tingkat kab/provinsi
punya risiko yang sangat luas. Di DIY tidak ada LKS tingkat kecamatan,
rata-rata desa, kabupaten/kota, dan provinsi.
b. Istilah mandiri disarankan diubah menjadi teladan karena
LKS merupakan tempat mayarakat menyalurkan donasi, selama menerima donasi tidak
mandiri. Konsep BK3S setelah perda baru yaitu mengadakan program pelatihan
kewirausahaan LKS sesuai potensi LKS.
3. Dinsos DY:
a. Sudah melakukan diskusi serta studi banding di wilayah
Tangerang. Hasil rekomendasi DPRD merupakan satu kesepakatan perlu adanya
perubahan Perda 11/2015. Ikut Biro Hukum terkait sistematika perubahan.
b. Belum mengajukan perubahan perda ke TAPD.
c. Fungsi dan kedudukan BK3S tidak masuk. Prakteknya Dinsos
mengalami keterbatasan SDM. Dukungan BK3S tidak bunyi di perda, harus
ditegaskan di perda baru.
4. Kumham:
a. Pasal 30, selama 9 tahun dari 2015 apakah Dinsos sudah
melakukan upaya supaya LKS mandiri? (Dinsos: sudah tapi SDM terbatas. Kalau ada
masalah LKS lari ke BK3S. Dinsos melakukan pembinaan bersama dengan BK3S. LKS
masalahnya adalah SDM. Peraturan Pemerintah Pusat mensyaratkan pekerja sosial
minimal S-1, padahal tidak semua bersedia, solusinya dengan tenaga
kesejahteraan sosial. Selama ini Dinsos tidak pernah menyelenggarakan pelatihan
tenaga kesejahteraan sosial. Kemensos kalau mengadakan di Balai Besar 1 tahun/2
tahun sekali dengan peserta 30 orang yang berasal dari berbagai provinsi, padahal
akreditasi LKS harus punya SDM itu, sehingga BK3S mengatasi permasalahan
tersebut dengan membuat kurikulum, pelatihan/diklat 5x selama 3 bulan yang
sertifikatnya diakui Kemensos, asosisasi pekerja sosial, pendidik tenaga
sosial. Pelatihan menjadi profesional mempengaruhi akreditasi)
b. Pasal 31 kenapa belum ada pergub? (BK3S: Melakukan
aktifitas untuk menyelamatkan LKS meski belum ada pergub. Supaya DIY punya LKS
yang prodesional, DPRD minta BK3S melakukan pelatihan dengan anggaran melalui Dinsos).
c. Pasal 7 menjadi rancu. Tidak hanya perda perubahan tapi
perda pencabutan.
d. Butir 237 Lampiran II UU 12/2011 pencabutan dimungkinkan
jika sistematika berubah, materi berubah lebih dari 50%, dan esensi berubah.
Hal tersebut perlu kajian dari
pemrakarsa. Isi kajian irisan kewenangan provinsi dengan kab/kota, aturan di
tingkat pusat sudah mengakomodir permasalahan di daerah sudah atau belum, permasalahan
yang ditemukan pada perda lama, dan kendala yang dialami OPD seperti apa,
misalnya kenapa pergub belum ada, apakah karena delegasi yang kurang jelas atau
ada alasan lain.
5. Biro Hukum:
a. Konsekuensi perda pencabutan harus ada NA. Penyusunan
draft merupakan ranah dinas. Biro Hukum hanya memberikan rekomendais perda
perubahan/pencabutan, dinas terkait mengajukan ke TAPD dalam penganggarannya.
b. Masih ada jangka waktu 2 tahun bagi dinas untuk terus
menjalankan kebijakan dalam melakukan pendampingan bagi LKS untuk menjadi
mandiri. Namun dari sisi regulasi perlu dipersiapkan perubahannya.
c. Kalau mengajukan tahun ini pada perubahan anggaran, waktu
efektif 2-3 bulan. Apakah akan dimasukkan tahun ini atau 2023 diserahkan ke dinas.
d. Terkait pergub, terdapat beberapa alternatif, membuat
pergub sesuai urgensi atau menunggu perubahan perda. Disarankan memilih opsi
terakhir.
6. Biro Germas:
Kajian menjadi dasar untuk menyusun NA. Siap membantu
Dinsos dalam rapat koordinasi.
7. Dinas perizinan:
a. Mengeluarkan izin berdasarkan rekomendasi dari BK3S
b. Bila ada perubahan perda, akan menyesuaikan ke dalam SOP
standar pelayanan.
c. Perizinan saat ini untuk memastikan berjalannya program
pemerintah, misalnya jika ada pemohon belum membayar pajak maka ketika membagi
data ke OPD terkait akan mempengaruhi rekomendasi/tidak mendapat pelayanan
publik.
8. Rapat ditutup.
Komentar (0)