Rapat Pembahasan Rancangan Peraturan Walikota RAD HIV AIDS Tahun 2022-2026


YUSTI BAGASUARI, S.H.
diposting pada 26 September 2022

Hari/Tanggal   : Senin, 26 September 2022

Waktu              : 13.30-15.00 WIB

Tempat            : Ruang Rapat Griya UMKM (Lt. 2) Kota Yogyakarta

 

Peserta Rapat :

1.    Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta

2.    Dinas Sosial Kota Yogyakarta

3.    Dinas P3AP2KB Kota Yogyakarta

4.    Dinas PMPTSP Kota Yogyakarta

5.    Bappeda Kota Yogyakarta

6.    BPKAD Kota Yogyakarta

7.    Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta

8.    Bagian Hukum Setda Kota Yogyakarta

9.    Kanwil Kemenag DIY

10.  Perancang Kanwil Kemenkumham DIY (Chintya Insani Amelia, Yusti Bagasuari)


Jalannya Rapat:

1.    Rapat dibuka oleh Ibu dr. Ana (Dinkes)

-       Target pemerintah pusat th 2030 diharapkan bisa melakukan eliminasi penyakit menular (AIDS, TBC, malaria).

-       Triple zero HIV/AIDS th 2030: zero infeksi, zero kematian, zero stigma.

-       Pengidap HIV/AIDS tidak selalu memiliki perilaku menyimpang, misalnya IRT tertular karena suaminya. 

-       ATM harus masuk di semua rencana kab./kota.

-       Dampak pandemi menurunkan capaian yang berhasil dibangun.

-       Perlu masukan masing-masing OPD dalam penyusunan RAD.

-       Kembali kepada penguatan ketahanan keluarga sehingga terhindar dari penyimpangan yang menyebab kan HIV/AIDS. 

2.    Pencermatan draft RAD:

a.    Dinkes:

-       Kominfo diharapkan leader dalam sosialisasi porgam terapi rumatan metadon. Ada 2 faskes yang melayani pengurangan dampak buruk NAPZA. Harapannya Kominfo menginformasikan kepada masyarakat yang diunggah melalui website.

-       LSM penjangkau mengajak populasi resiko untuk tes. Pendamping adalah mendampingi yag sudah positif.

-       Belum 100% ibu hamil periksa ke puskesmas. Informasi kepada masyarakat bahwa ibu hamil perlu screening banyak hal, misalnya hepatitis, HIV, sifilis, TB, HB.

-       Semua puskesmas sudah dilatih pengobatan, dukungan, dan perawatan. Sehingga semua puskesmas bisa melayanai obat ARV.

-       Notifikasi pasangan maksudnya pasangan seks harus dites. Dalam HIV/AIDS masalah sosial lebih besar karena notifikasi pasangan tidak mudah.

-       Semua OPD berperan dalam sosialisasi dan penghapusan stigma ODHA.

-       95% yang minum ARV virusnya tidak terdeteksi.

-       Pekan depan akan ada pelatihan pengobatan, dukungan, dan perawatan untuk rumah sakit.

b.    Kumham:

-       Jika menggunakan istilah “pelaksana” untuk Dinkes DIY, sedangkan “penanggung jawab” untuk Dinkes Kota, apakah bisa memerintahkan Dinkes DIY? (Dinkes: kami memberikan semacam advokasi dan usulan kepada Dinkes DIY, yang punya anggaran pelatihan adalah provinsi. Istilah “pelaksana” mengacu pada RAN)

-       Untuk menghindari kerancuan, saran judul tabel “pelaksana” dan “penanggung jawab” diubah posisinya. OPD lainnya bisa disebut pelaksana, tetapi instansi vertikal seperti polisi kita tidak bisa memaksakan pelaksanaannya. Lebih tepat instansi yang terlibat.

c.     Dinsos:

-       Berdasarkan UU 23/2014, rehabsos kasus HIV/AIDS dan NAPZA merupakan kewenangan Pusat, bukan kewenangan kab/kota.

-       Sudah melakukan pelatihan untuk difabel dan keluarganya, tapi untuk komunitas/perekrutan peserta HIV/AIDS terbentur regulasi.

d.    Bappeda:

-       Apakah Perwal dapat mengatur di luar cakupan wilayahnya?

-       Sosialisasi HIV/AID pelaksananya banyak pihak, yang dimintai pertanggungjawaban siapa? (Dinkes: Muncul anggaran di OPD lain tapi termasuk sosialiasi HIV/AIDS. Melalui Perwal diharapkan mengikat OPD lain. Periode yg lalu belum melihat penganggaran khusus)

-       Untuk sosial memang kewenangan pusat, tapi urusan kesehatan ada arahan pemerintah pusat, untuk beberapa sub kegiatan pemda perlu mengambil. Untuk HIV/AIDS. Ada sub kegiatan pengelolaan pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfekis HIV dan pengelolan kesehatan ODHA. Penganggaran yang diperlukan semua belanja pengadaan.

-       Bunyikan sosialisasi HIV/AIDS agar semua penganggaran terpusat. Nama program disarankan spesifik.

e.    Dinas P3AP2KB Kota Yogyakarta

-       Ada perempuan dari Jabar yang lari ke wilayah Kota Yogyakarta ikut seorang laki2, tapi malah dipekerjakan sbg PSK oleh laki2 tsb. Sudah tahu mengidap HIV sejak dari Jabar. Anaknya umur 3 tahun positif. Mau mengeliinasi HIV di Kota, dengan segala ririsiko harus respon dengan situasi yg ada. Terhalang status kependudukan ybs yang merupakan warga non-Kota. Apakah mungkin memberikan jamkes untuk perkara tertentu? Karena jika dibiarkan maka masalah tersebut tidak akan selesai. Ada 4-6 anak di Kota yang mengidap HIV.

f.      Dishub:

-       Pembinaan sopir Transjogja bukan kewenangan Dishub, tapi kewenangan UPT terminal. Setelah pandemi Dishub sudah tidak kerja sama dengan BNN sehingga tidak ada sosialisasi NAPZA dan HIV/AIDS, hanya bimbingan keselamatan. (Dinkes: kegiatan apapun di OPD berharap ada muatan HIV/AIDS. Sosialisasi dan penghilangan stigma tidak hanya untuk sopir tapi juga pegawai).

g.    Bagian Hukum:

-       Pemangku kepentingan dan pelaksana mirip. Perlu diberikan batasan pengertian pemangku kepentingan. Bila melihat Raperwal TB memang pemangku kepentingan melibatkan banyak instansi.

-       Tidak memungkinkan pemberian tugas untuk instansi vertikal kecuali ada amanat dari pemerintah pusat.

h.    Kanwil Kemenag DIY

-       Ingin berperan walaupun tidak banyak. Terutama terkait sosialisasi. Sumber daya yang ada samapi tingkat kemantren dari semua agama, PNS yang langsung terjun ke masyarakat ada forum pembinaa, majelis ta’lim. Ada konsultasi dan transformasi sehingga bisa mendukung sosialisasi. Bisa membagi materi terkait HIV/AIDS. Dapat bekerja sama juga dengan madrasah negeri/swasta, ponpes untuk sosialisasi.

-       Terdapat miskom merasa sudah melakukan yang harus dilakukan tapi masyarakat merasa belum mendapatkan informasi. Sehingga Dinkes perlu menjalin komunikasi dg lembaga lain untuk pemberian akses informasi terkait materi sosialisasi HIV/AIDS. Perlu advokasi jika ada yg terkena HIV/AID alurnya seperti apa sehingga dapat kami teruskan kepada para penyuluh.

-       Pencegahan HIV/AIDS bisa dimasukkan dalam bimbingan perkawinan. Meskipun secara struktural tidak dibawah Kanwil Kemenag, di setiap kemantren terdapat Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4), bisa dianfaatkan untuk sosialisasi HIV/AIDS.

3.    Rapat ditutup.

Komentar (0)