Rapat Penyampaian Hasil Kajian atas Perda Kabupaten Bantul Nomor 3 Tahun 2016 tentang Badan Usaha Milik Desa dan Perda Kabupaten Bantul Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penyelenggaran Rumah Susun


IFFA CHOIRUN NISA, S.H.
diposting pada 17 September 2021

Rapat Penyampaian Hasil Kajian atas Perda Kabupaten Bantul Nomor 3 Tahun 2016 tentang Badan Usaha Milik Desa dan Perda Kabupaten Bantul Nomor 15 Tahun 2019 tentang Penyelenggaran Rumah Susun

 

Hari/Tanggal        : Jumat, 17 September 2021

Pukul                   : 09.00 WIB - Selesai

Tempat                 : Ruang Rapat Komisi D DPRD Kabupaten Bantul

Peserta rapat :

1.     Setwan DPRD Kabupaten Bantul

2.  Perancang Kanwil Kemenkumham DIY (Santi Mediana Panjaitan, Ni Made Wulan, dan Iffa Choirun Nisa)

 

Hasil rapat :

1.   Rapat dibuka oleh Bapak Edi. Beliau menyampaikan bahwa agenda rapat hari ini adalah penyampaian hasil kajian atas Perda Kabupaten Bantul No. 3/2016 tentang Badan Usaha Milik Desa dan Perda Kabupaten Bantul No. 15 Tahun 2019 tentang Penyelenggaran Rumah Susun terhadap Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta peraturan pemerintah yang menjadi peraturan pelaksanaannya.

 

2.   Kemenkumham :

a.   Bahwa kajian yang kami susun ini merupakan kajian dari aspek yuridis normatif. Adapun jika nantinya ingin dijadikan sebagai perda inisiatif dewan, maka perlu ada kajian empirisnya;

b. Hasil identifikasi atas Perda Kab. Bantul No. 15/2019 tentang Penyelenggaran Rumah Susun :

·        Jenis rusun tidak mengalami perubahan pengaturan, yaitu terdiri atas rusun umum, rusun khusus, rusun negara, dan rusun komersial;

·            Pemanfaatan rusun dilakukan sesuai dengan fungsinya, yaitu fungsi hunian atau campuran;

·     Perubahan fungsi rusun karena perubahan rencana tata ruang wilayah wajib mendapatkan PBG dari bupati/walikota;

·          Terkait dengan penyediaan rusun umum, pelaku pembangunan wajib menyediakan rusun umum dengan luas paling sedikit 2O% dari total luas lantai rusun komersial yang dibangun;

·    Zonasi dan lokasi berdasarkan Perda dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah, dan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi namun menurut PP, Pemerintah Daerah kabupaten/kota menetapkan zonasi dan lokasi pembangunan Rumah Susun Umum sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;

·              Hak tanah mengalami perubahan pengaturan;

·    Pelaku pembangunan rusun umum mengalami perubahan pengaturan, yaitu dapat dilakukan oleh pemerintah pusat, pemda, dan pelaku pembangunan;

·               Izin pendirian berdasarkan Perda dilakukan oleh Bupati, sedangkan berdasarkan PP izin rencana fungsi dan pemanfaatannya harus dilengkapi pertelaan sebagai dokumen pelengkap PBG yang diberikan oleh Pemda;

·     Standar pembangunan rusun meliputi persyaratan administrattif, persyaratan teknis, dan persyaratan ekologis;

·             Pendayagunaan tanah wakaf dapat dilakukan berdasarkan prosedur tertentu;

·               Pemisahan rusun mengalami perubahan pengaturan;

·        Standar pelayanan minimal prasarana, sarana, dan utilitas umum mengalami perubahan pengaturan;

·              PBG, SLF, dan SKBG dikeluarkan pemda sesuai dengan pengaturan mengenai bangunan gedung yang baru dan lewat mekanisme SIMBG. Oleh karena itu, penyusunan perda rusun nantinya perlu disinkronisasi dengan perda bangunan gedung;

·                Perubahan akta pemisahan disahkan kembali oleh bupati/walikota;

·             SKBG sarusun diatur secara detail dan dilakukan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota;

·    Pengelola Rusun Umum belum diatur dalam perda, sedangkan beradasarkan PP pengelola ini dibentuk atau ditunjuk oleh PPPSRS serta harus berbadan hukum, terdaftar, dan memiliki izin usaha dari bupati/wali kota;

·        Peningkatan kualitas Rusun berdasarkan Perda ada namun belum ada penetapan, sedangkan menurut PP ditetapkan oleh bupati/walikota;

·              Sanksi administratif belum diatur dalam perda, sedangkan menurut PP dilakukan oleh bupati/walikota;

·     Pengendalian pada tahap pengelolaan dilakukan dengan mengeluarkan izin usaha pengelolaan;

·     Terdapat beberapa insentif yang dapat dipilih oleh pemda sesuai dengan kemampuan keuangan daerah; dan

·           Terkait dengan kemudahan kepemilikan sarusun telah diatur kriteria yang diberikan, walaupun masih menunggu Permen.

c.      Hasil identifikasi atas Perda Kab. Bantul No. 3/2016 tentang Badan Usaha Milik Desa :

·        Definisi BUM Desa berdasakan Perda adalah badan usaha, sedangkan menurut PP adalah badan hukum;

·     Tujuan BUM Desa mengalami perubahan pengaturan, khususnya terkait pemanfaatan dan penciptaan nilai tambah aset, pengembangan ekosistem ekonomi digital, dan mengelola lumbung pangan desa;

·              Pengembangan fungsi BUM Desa belum diatur dalam perda;

·         Pendirian BUM Desa Bersama berdasarkan Perda ditetapkan dalam Peraturan Desa masing-masing, sedangkan menurut PP BUM Desa bersama didirikan oleh 2 (dua) Desa atau lebih berdasarkan Musyawarah Antar Desa dan pendiriannya ditetapkan dengan Peraturan Bersama Kepala Desa;

·         Materi muatan dalam Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa mengalami perubahan pengaturan;

·     Status belum diatur dalam perda, sedangkan menurut PP harus berbadan hukum;

·               Pendaftaran belum diatur dalam perda;

·               Perubahan Anggaran Dasar belum diatur dalam perda;

·  Struktur organisasi mengalami perubahan pengaturan, yaitu ditambahkan Musyawarah Desa/Musyawarah Antar Desa;

·                Anggaran Rumah Tangga mengalami perubahan pengaturan;

·                Musyawarah Desa mengalami perubahan pengaturan;

·                Penasihat mengalami perubahan pengaturan;

·                Kewenangan Penasihat terdapat beberapa tambahan pengaturan;

·                Tugas Penasihat belum diatur dalam perda;

·             Modal berdasarkan Perda seluruhnya berasal dari penyertaan modal Desa, sedangkan menurut PP seluruh atau sebagian besar kepemilikan modal BUM Desa/BUM Desa bersama dimiliki oleh Desa atau bersama Desa-Desa;

·              Penyertaan modal mengalami perubahan pengaturan;

·     Pengaturan jenis usaha berdasarkan PP yaitu dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

·                Hasil usaha mengalami perubahan pengaturan;

·                Pembagian hasil usaha mengalami perubahan pengaturan; dan

·                Pertanggungjawaban mengalami perubahan pengaturan.

d.   Kesimpulan : Perda Kab. Bantul tentang Penyelenggaraan Rusun dan Perda Kab. Bantul tentang Badan Usaha Milik Desa perlu dilakukan penyesuaian terhadap UU Ciptaker dan PP pelaksananya. Penyesuaian juga perlu dilakukan terhadap BUMDes/BUMDes Bersama yang telah engaada sebelum berlakunya PP 11/2021 sampai dengan tenggat waktu 2 Februari 2022;

e.   Rekomendasi : agar dilakukan penyusunan perda baru untuk mencabut Perda Kab. Bantul No. 15/2019 tentang Penyelenggaraan Rusun dan Perda Kab. Bantul No. 3/2016 tentang Badan Usaha Milik Desa. Perkada yang merupakan turunan dari kedua perda tersebut juga perlu diindentifikasi untuk disesuaikan.

 

3.   Sesi tanya jawab :

a.     Setwan :

·      Bumdes ada cukup banyak namun tidak semuanya berjalan dengan baik. Apakah ada saran dari Kemenkumham terkait penyusunan perdanya?

·        Ke depannya ada rusun swasta, apakah dimungkinkan? Perlu kehati-hatian dalam menyusun perda tentang BUMDes karena ketika berubah menjadi badan hukum, apakah nanti ditunjuk pengaturan tentang personil yang profesional? Jika tidak, maka akan percuma karena sebenarnya pengaturan di PPnya sudah bagus.

·    Terkait dengan perubahan nomenklatur BUMDes menjadi BUMKal, apakah tidak ada permasalahan?

b.     Kemenkumham :

·       Perlu ada penguatan dari beberapa aspek. Adapun penguatan pertama dari segi anggaran, dimana akan ada politik anggaran ketika statusnya menjadi badan hukum maka menjadi entitas yang kuat, bahkan berhak mendapat banyak bantuan maupun insentif, termasuk pula dari pihak perbankan.

Penguatan kedua dari segi penelitiannya. Saat penyusunan NA, yang diteliti adalah 2 BUMdes yang sudah berkembang dengan baik. Perlu diteliti bagaimana sistem BUMdes yang sudah ada, terutama yang sudah berkembang. Hal ini dapat diadopsi di perda sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman.

·      Apartemen menjadi rusun komersial, harus dilihat RTRW nya, perlu ada penelitiannya. Harus dikuatkan, terutama dari segi kewenangan agar perda ini nantinya aplikatif. Perlu dikaji juga impact kepada daerah seperti apa, misalkan peningkatan PAD.

Ketika status BUMDes berubah menjadi badan hukum, maka secara otomatis diakui oleh negara dan diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi negara. Harapannya bentuknya sekuat BUMD, tapi berada di desa dan mengangkat kondisi lokal (dari desa, untuk desa, oleh desa). Diarahkan menjadi badan hukum agar lebih profesional, dan ketika ada permasalahan di kemudian hari, tentunya pasti bisa dituntut.

·    Tidak ada permasalahan terkait perubahan nomenklatur BUMDes menajdi BUMKal. Di batang tubuh akan dibunyikan, tetapi pembentukannya tetap tunduk pada peraturan mengenai BUMDes.

 

4.   Setwan akan menindaklanjuti hasil identifikasi atas 2 perda tersebut.

Komentar (0)