DISKUSI RAPERDA DIY TENTANG PELINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS


NOVA ASMIRAWATI, S.H., LL.M.
diposting pada 28 September 2021

NOTULA

 

DISKUSI RAPERDA DIY TENTANG PELINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

 

Hari / tanggal       : Selasa, 28 September 2021

Pukul                     : 09.30 wib s.d 12.30 wib

Tempat                 : Kantor Komite Disabilitas DIY (Demangan-Yogyakarta)

Peserta                 :

1.                Dinas Sosial DIY;

2.                Biro Hukum DIY;

3.                BPS DIY

4.                Komite Disabilitas DIY

5.                Perwakilan tiap OPD (Organisasi Penyandang Disabilitas), Fisik/non-Fisik/gabungan

6.                Perancang Kanwil Kemenkumham DIY : Yudi dan Nova

 

Jalannya Acara :

 

1. Pembukaan oleh Ketua komite disabilitas DIY, Bapak Farid Bambang sekaligus menyampaikan bahwa diskusi hari ini adalah lanjutan selasa lalu. Bila pada hari selasa lalu tema diskusi adalah menggali informasi dari organisasi perangkat daerah, maka hari ini adalah menggali informasi dari organisasi penyandang disabilitas. Sebagai pengarah/moderator adalah bapak anis dari komite disabilitas.

2. Diskusi :

-        Bapak Wien (pemerhati Difabel-LBH Yogya): menceritakan latar belakang lahirnya Perda DIY No.4 tahun 2012 tentang penyandang cacat dan perlunya segera mengubah perda tersebut khususnya dalam hal peristilahan, karena dalam praktek, penggunaan istilah penyandang cacat/penyandang disablitas yang digunakan pada Perda lama masih memberikan dampak diskriminatif dan stigmatisasi didalam masyarakat, mengusulkan agar istilah penyandang cacat/penyandang disabilitas diganti mennjadi difabel, alasan secara teoritis istilah tersebut lebih memanusiakan penyandang disabilitas.

-        Bapak Arief (pemerhati difabel) : Permasalahan yang paling urjen untuk diselesaikan adalah masalah data. Jika membuka website Bappeda terkait data penyandang disabilitas, tidak ada perubahan jumlah maupun postur sejak tahun 2016. Bagaimana hendak melaksanakan kebijakan pelindungan dan pemenuhan Hak difabel, jika datanya saja semrawut, tidak jelas siapa penanggung jawab utama dan bagaimana system pendataan berjalan.

-        BPS : BPS memang berwenang melakukan pendataan, tapi hanya pendataan yang bersifat makro. Terkait data disabilitas, sementara masih dicari melalui metode sensus penduduk yang dilakukan setiap 10 tahun sekali dan dengan metode sample. Kelemahan metode ini adalah dari sisi akurasi data menjadi tidak akurat. Tidak akan dapat ditemukan jumlah data mikro real berapa jumlah disabilitas yang ada, apalagi sampai kelevel jenis kecacatan yang dimiliki.

-        Ibu Tika (OPD-thd penyandang szchirofenia): agenda hari ini sulit diikuti oleh yang hadir karena peserta (yang Sebagian besar adalah difabel) diberi draf Raperda yang berbeda-beda versi, dan sepertinya penyusun berbeda. Draf mana yang seharusnya diberi masukan?, dan masukan yang seperti apa yang diharapkan dari peserta, mengingat secara prosedur draf ini sudah sampai taraf harmonisasi di biro hukum dan sebentar lagi akan dikirim ke DPRD untuk dibahas.

-        Kanwil Kumham : menanggapi pertanyaan maupun pernyataan, ada beberapa hal yang perlu disampaikan antara lain: (1) jika menyangkut peristilahan atau nomenklatur, sebaiknya Perda sebagai produk dalam hierarki tata urutan perundang-undangan, taat asas, yakni sesuai dengan apa yang telah diatur di Peraturan yang lebih tinggi. Dalam kaitannya dengan penyebutan penyandang disabilitas dalam judul Raperda yng hendak diganti penyebutannya menjadi difabel, sebaiknya hal tersebut tidak dilakukan. Akan tetapi jika didalam batang tubuh hendak menggunakan istilah tersebut, maka istilah digabel tersebut dapat diformulasikan pada ketentuan umum.(2) terkait pendataan di DIY yang ternyata masih merupakan maslah besar, hal inilah yang seharusnya dapat menjadi konten/substansii yang diatur didalam raperda. Raperda nantinya berisi pasal atau norma terkait apa dan seperti apa mekanisme pengambilan data di DIY, siapa yang bertanggungjawab termasuk koordinasi pengolahan dan penggunaan data.  Jika dalam peraturan lain belum ada yang mengatur hal ini, maka ini dapat menjadi muatan local dari Raperda. (3) tentang masukan apa yang bisa diberikan untuk raperda ini, pada prinsipnya semua masukan dapat disampaikan selama raperda masih dalam proses berjalan dan belum disepakati untuk ditetapkan. Hanya memang sebaiknya, draf tidak dibuat dalam banyak versi dan diperjelas mana yang akan digunakan.

-        Biro Hukum : Saat ini raperda sudah dalam taraf harmonisasi. Dalam melakukan harmonisasi ada 2 parameter yang digunakan oleh biro hukum, parameter kewenangan dan prosedur. Dari sisi prosedur dilihat kesesuaian dengan aturan yang diatasnya dan UU No.12/2011. Nah, terkait hal ini, biro hukum melihat draf yang dikirim pengusul ke biro hukum belum memenuhi unsur prosedur. Draf masih acak2an, sehingga biro hukum berinisiatif untuk Menyusun ulang dari draf yang diajukan oleh pengusul, sehingga memang akhirnya draf terbaru banyak penyesuaian2 yang dilakukan yang belum dapat menampung keseluruhan keinginan dan aspirasi dari penyandang disabilitas di DIY maupun pemerhatinya. Biro hukum meminta maaf.

-        Komite Disabilitas : saat ini sudah ada grup WA dengan nama kawal raperda, diharapkan organisasi penyandang disabilitas dapat menyampaikan keseluruhan masukan, saran, dan kritik terhadap draf melalui grup tersebut. Komite juga akan berusaha mengupdate draf terbaru selama progress penyusunan sampai pembahasan dengan DPRD.

3. Rapat ditutup.

NoFile Pendukung
1.Notula Disabilitas DIY 2809.docx

Komentar (0)