Hari/Tanggal : Rabu,
12
Oktober 2022
Pukul : 09.00 - 12.00 WIB
Media : Ruang Rapat Bidang
P4 Gd. Aset Lt. 3
Peserta Rapat:
1.
BPKAD Kota Yogyakarta
2.
Bagian Hukum Kota Yogyakarta
3.
Tenaga Ahli (PT Lanaya)
4.
Perancang Kanwil Kemenkumham DIY (Ni Made Wulan, Ruly
Nindasari Sihmawati, Yusti Bagasuari)
Jalannya
Rapat:
1.
Paparan draft Raperda oleh TA:
-
Dalam RPP ada 11 delegasi yaitu masa pajak dan tahun
pajak, besaran presentase NJOP, tata cara pendataan dan pendaftaran,
administrasi, tata cara pembetulan dan pembatalan ketetapan pajak.
-
Ada sejumlah materi yang dikeluarkan dari bagian pajak
daerah dan menjadi bagian sendiri karena setelah dicek ternyata tidak ada
perbedaan antara pajak daerah yang satu dengan yang lain.
2.
Kumham:
-
Konsidrenas menimbang memegang peranan kunci apakah
kewenangan raperda ini merupakan kewenangan yang bersifat delegasi atau
atribusi. Bila melihat konsiderans menimbang maka diasumsikan atribusi.
Sedangkan UU 1/2022 ada perintah langsung pengaturan ke perda tertkait PDRD.
Apakah sudah dikaji dalam bab III NA? Kami melihat Pasal 94 ini sebagai
delegasi, harus dibuat dalam 1 perda, tidak boleh ditafsirkan lain selain yang
dtentukan dalam UU. Setelah disepakati atribusi/delegasi baru bisa break
down batang tubuh raperda. Meskipun penyusunan draft Raperda simultan
dengan NA tapi NA harus keluar dulu. Sehingga ketika membahas batang tubuh, ada
guidance dari NA, apa yang diatur, komponennya apa saja.
-
Pendelegasian cukup mencantumkan 1 pertimbangan yaitu
untuk melaksanakan Pesal 94 UU 1/2022. Bahkan Pasal 94 sudah jelas menentukan
aturan yang akan diatur dalam perda nantinya. Sehingga dasar menimbang perlu
dikaji kembali.
-
Ada 2 jenis pajak yang tidak dipungut, kenapa
dikecualikan perlu dikaji lebih jauh.
-
Materi muatan hampir sama dengan UU. Kekhususan pada
tarif.
-
Pasal 2 ada pajak yang dikecualikan, opsen pajak MBLB
merupakan kewenangan provinsi. Kewenangan kota adalah pajak MBLB. Perlu
dicermati kembali pembagian kewenangan provinsi dan kab/kota, jangan sampai
tumpang tindih.
-
Pasal 3 perlu memperjelas kriteria pagar mewah, taman
mewah. Apakah ada/akan ada kilang minyak di Kota?
-
Kajian kewenangan bukan hanya kewenangan pembentukan
raperda tapi juga kewenangan materi muatan yang akan diatur.
-
Pasal 6 ayat (3) UU 1/2022 jenis pajak yang tidak
dipungut ditetapkan dalam perda, artinya pengecualian pajak yang tidak dipungut
harus dicantumkan dalam raperda.
-
NA sangat membantu pada saat deadlock pembahasan.
-
Kebutuhan daerah terhadap pengaturan PDRD mana yang harus
diatur untuk memenuhi kebutuhan Kota Yogyakarta.
-
Ruang lingkup tidak sama dengan daftar isi. Daftar isi
harus urut, sedangkan ruang lingkup apa saja yang diatur dalam raperda/sebagai guidance
penempatannya tidak harus dalam bagian tersendiri.
- UU 13/2022 kajian
implikasi pengaturan ada beberapa hal yang harus dikaji, terhadap aspek kehidupan masyarakat
dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara, biaya yang harus
dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh
dari penerapan suatu Perda.
-
Syarat pendelegasian adalah materi muatan yang
didelegasikan dan jenis peraturan yang akan dibentuk. Apakah smua materi muatan
dalam Pasal 94 juga diatur dalam raperda? Jika iya maka bisa disebut delegasi.
Atau jika ada materi muatan yang akan didelegasikan maka dapat memuat
pertimbangan filosofis, sosiologi, yuridis. Namun kami tetap berpendapat bahwa
pembentukan raperda ini berasal dari kewenangan delegasi. Terkait materi muatan
di luar Pasal 94 jika ada guidance harus diatur dalam perda maka harus
dicantumkan. (BPKAD: bagian ketujuh-keempatbelas merupakan pengaturan di
luar Pasal 94).
-
Sekalipun ada RPP harus dijelaskan pula dalam NA kenapa
diperlukan pengaturan dalam raperda walaupun belum ada juklak. Sebaiknya kita
tidak mendasarkan pengaturan yang belum resmi karena dikhawatirkan dapat
berubah sewaktu-waktu.
- Harus berfikir
futuristik, jika ada kemungkinan dan potensi PAD yang bisa diambil, ada argumen
kenapa dibutuhkan pengaturan, dilakan dimasukkan dalam kajian. Tidak harus
dibuat oleh akademisi, OPD teknis dapat menyampaikan data sebab selama ini
sudah melaksanakan kegiatan di lapangan.
3.
TA: berdasarkan masukan Bagian Hukum, Pasal 94 bukan
delegasi langsung.
4.
BPKAD:
-
Sudah mempersiapkan kriteria substansi yang diatur.
Kilang minyak yang melintas laut walaupun tersambung ke darat dikecualikan.
Kilang minyak yang melintas di Kota Yogyakarta akan dikecualikan atau tidak
masih dikaji. Sudah memiliki kajian terhadap substansi yang akan diatur dalam
raperda, tapi belum dimasukkan dalam NA.
-
Berencana memperluas kriteria objek pajak, boleh atau
tidak, misalnya Pasal 30 ayat (1) huruf a Raperda memperluas Pasal 51 ayat (1)
huruf a UU HKPD. (Kumham: perlu kajian sebagai argumentasi hukum kebutuhan
daerah. Selama UU memberikan kemungkinan untuk penafsiran lain maka dapat
dimungkinkan dilakukan perluasan)
-
Tukang becak yang mengantarkan tamu ke hotel merupakan
bentuk kemudahan pelayanan. Jika komisi untuk tukang becak dimasukkan dalam
pembukuan hotel maka dapat dipungut pajak pelayanan hotel. Sama halnya dengan
gofood yang mempermudah pelayanan, sehingga dipertimbangkan untuk dipungut
pajak.
-
Saat pengenaan pajak, WP bersikukuh pada saat ditetapkan
NPWP, ada juga yang memahami bahwa pengenaan sejak ada subjek dan objek pajak
atau saat kegiatan ada. Apakah dimungkinkan untuk memasukkan sanksi bagi WP
yang tidak mau membayar pajak padahal sudah berkegiatan sejak lama? (Kumham:
sanksi pidana hanya boleh UU dan perda. Sanksi dalam perda terbatas
pelanggaran. Perlu kajian pengenaan sanksi, apa jenis sanksi yang akan
dikenakan, kenapa dikenakan, dampaknya bagi masyarakat)
5.
Rapat ditutup.
Komentar (0)