Rapat Pembahasan Raperda kab Kulon Progo ttg Retribusi PBG


IKA CAHYANINGTYAS, S.H.
diposting pada 18 Februari 2022

NOTULA RAPAT PEMBAHASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO TENTANG RETRIBUSI PERSETUJUAN BANGUNAN GEDUNG (PBG)
Hari/Tanggal    : Jum’at, 18 Februari 2020
Pukul            : 08.30 WIB - selesai
Tempat        : Ruang Rapat Sadewa DPRD Kabupaten Kulon Progo
Peserta Rapat    :
1.Pimpinan dan Anggota Pansus DPRD Kabupaten Kulon Progo;
2.Bagian Hukum Setda Kabupaten Kulon Progo;
3.DPMPTSP Kabupaten Kulon Progo;
4.BKAD Kabupaten Kulon Progo;
5.Satpol PP Kabupaten Kulon Progo;
6.Perancang Kanwil Kumham DIY ( Heribertus Andri, Handoko Wahyudi, Ika Cahyaningtyas dan Yosephina Perwitasari )
Jalannya Rapat:
1)Agenda Rapat hari ini adalah melanjutkan pembahasan pasal perpasal raperda retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dengan hasil sebagai berikut :
a.Pasal 15, Pasal 16 dan Pasal 17
Penormaan sudah sesuai standar dalam UU 28 tahun 2009, sementara masih mengacu pada UU ini karena Peraturan pelaksanaan dari UU 1 tahun 2022 belum ada sehingga secara struktur penormaan masih mempedomani UU 28 tahun 2009.
b.Pasal 18
Dewan : apakah dengan adanya SKRD maka kedepan tidak ada piutang PBG?
DPKAD : sampai saat ini dalam catatan kami tidak ada piutang PBG dan ada konfirmasi dari dinas terkait dalam hal ini DPMPTSP dan PU maka akan saling mengunci jika ada penunggakan dari wajib pajak maka tidak akan terbit sertifikat PBG. Ada aplikasi khusus yang hanya bisa diakses oleh 3 dinas terkait ini, dalam aplikasi ini bisa dicek apakah wajib pajak sudah membayar atau belum jika sudah maka akan kami konfirmasi ke BPN (apabila obyek pajaknya berupa tanah) dan ke DPMPTSP jika Obyeknya berupa bangunan gedung.
DPMPTSP : bedanga IMB dan PBG adalah dalam hal jika IMB adalah diterbitkan dulu seetifikatnya baru ada kewajiban untuk membayar biaya retribusinya, sedangkan PBG kebalikan dari itu harus membayar dulu baru kemudian dapat diterbitkan PBG nya. Dari itulah maka pada waktu masing menggunakan IMB piutang yang ada sangat banyak dan proses penyelesaian piutangnya sangat lama.
c.Pasal 19
Anggota Dewan (Bapak Budi)    :
Alasan yang dapat dipertanggugjawabkan wujudnya dalam bentuk apa? Harus ada bukti konkritnya
Bagian hukum     :
Alasan yang dipakai bakal sesuai dengan bentuk-bentuk yang ada dalam perpu, sehingga tidak serta dengan alasan yang sembarangan dapat diberikan pengajuan pembatalan.
Anggota Dewan (Bapak Budi)    :
Berkaitan dengan ayat (2) ada baiknya dalam perda ada format permohonan untuk wajib pajak yang dalam formatnya itu ada alasan kenapa wajib pajak mengajukan penundaan.
d.Pasal 21
Anggota Dewan (Bapak Budi)    :
Surat teguran dalam pelaksanaan penagihan retribusi, kalau seandainya dalam jangka waktu 14 hari setelah surat teguran wajib pajak wajib melunasi retribusi, setelah 14 hari belum membayar apakah ada langkah konkrit selanjutnya?
Bagian Hukum    :
Menurut kami kembali ke pasal 17 yang dikenai 2% namun harus ada surat teguran kembali untuk segera melunasi atau kalau tidak kena 2% perbulan. Dalam sistem alur pelayanan sendiri jika belum dibayarkan maka dalam step penerbitan tidak bisa diakses, pasal ini muncul karena ada keringanan angsuran ketika misal belum bisa membayar tapi membutuhkan imb sehingga imb bisa keluar dahulu lalu muncul strd sebagai piutang supaya pembayaran dapat segera dilakukan.
Anggota Dewan (Pak Budi)    :
Perlu sebuah sosialisasi yang jelas ke masyarakat mengenai alur
Anggota Dewan    :
Apakah besok tidak ada piutang retribusi?
DPKAD    :
Piutang retribusi dalam kas masih ada tetapi bukan pbb dan imb, sehingga kembali jika belum membayar ijin belum bisa diterbitkan
Pimpinan    Pansus:
Kalau pemohonnya diam, apakah ada jemput bola dari pemerintah?
Dinas PU    :
Ada bangunan baru belum ada ijin, ada kapanewon yang bertugas mendata dan berproses dan namun khusus bangunan dibawah 100m2.
Anggota Dewan    :
Apakah urusan sertifikat tanah harus selesai duluan ketimbang PBB?
DPMPTSP    :
pengkormasiannya itu terpisah jadi berdiri sendiri, namun objek nya saja yang sama.
e.Pasal 22
Anggota Dewan    :
Suatu kejadian diluar kehendak harus ada penjelasan lebih, contoh konkritnya seperti apa?
Anggota dewan    :
Dari pasal 22 sampai 26 ada kerancuan, skema abis KSRD ada dua acara tunai angsuran, kalau tidak oke ada dua cara kesalahan minta pembetulan dan keberatan, solusi keberatan adalah pengurangan, penundaan, pembatalan. Sehingga harus ada keterikan kesatuan alur dengan BAB XII supaya tidak ada tindakan ganda.
Bagian hukum    :
Sudah wajar digunakan karena dalam uu retribusi juga menggunakannya, sehingga perlu dikaji lagi apakah dapat dikaitkan pasal agar sesuai alur atau tidak
Pak DPU 1    :
kalau di kami jika pemohon mengajukan keberatan masyarakat harus dalam golongan miskin, retribusi maksimal 50% dari yang dibayar, mekanisme sudah sesuai dengan uu no 28 tahun 2009.
Anggota dewan    :
Mohon susunan ini dikoneksikan, apakah pasal 22 ini pelaksanaannya menuju ke pasal 19 atau 25 agar lebih terarah keberatan apa yang dimaksud?
Bagian Hukum    :
menurut kami dipasal 19 dibayarkan secara lunas, kalau tidak mampu diangsur, kalau pasal 22 itu wajib pajak mampu tapi karena force mejure melakukan keberatan, di BAB 12 ada kesalahan keselahan yang dilakukan wajib pajak.
DPKAD    :
Kalau mekanisme mengenai persyaratan dan tata cara, jika dianologikan dengan wp sudah diatur dalam pergub.
Anggota dewan    :
kalau peraturan bupati tergantung siapa yang menafsirkan, jadi harus ada komunikasi
f.Pasal 23
Anggota dewan    :
mengenai ayat (2) yang harus diberi keputusan, kalau ayat (4) masih ada tenggang waktu pemberian, mohon diberi penjelasan
Dinas PU    :
ayat (4) berkaitan jika bupati dalam 6 bulan diam maka otomatis dikabulkan
Kanwil Kumham :
Terkait dengan wajib dan harus, jika dalam penyusunan Peraturan dua frasa tersebut mempunyai beda makna, jika harus ada persyaratan yang harus dipenuhi, sedangkan frasa “wajib” jika tidak dilaksanakan maka akan menimbulkan sanksi baik itu sanksi administratif atau sanksi pidana.
Terkait dengan pasal 23 ayat (4) ini terkait jangka waktu 6 bulan, bupati harus memberikan putusan maka hal ini sama dengan jika presiden dalam jangka waktu 30 hari tidak menandatangani UU maka UU ini otomatis berlaku, jadi ada kewenangan bagi Bupati untuk memberikan keputusan terhadap keberatan yang diajukan, jika lewat 6 bulan bupati tidak memberikan putusan maka keberatan dianggap diterima, dan hal ini akan menimbulkan kerugian bagi daerah jika pengajuan keberatan tersebut tidak sesuai misalnya keberatanya minta keringanan 50% nanti daerah yang akan rugi.
g.Pasal 25
Anggota dewan    :
di pasal 25 saya mengharapkan dikunci agar tidak bisa diakali dengan pergub ato peraturan lainnya agar wajib pajak yang perusahaan besar tidak memanfaatkannya.
2)Rapat ditutup dan dilanjutkan pada jadwal berikutnya.

Komentar (0)