Rapat Konsinyering Raperda Kota Yogyakarta tentang Penataan dan pengendalian Infrastruktur Pasif


IKA CAHYANINGTYAS, S.H.
diposting pada 10 September 2021

Notula Rapat Konsinyering Raperda Kota Yogyakarta Tentang Penataan Dan Pengendalian Infrastruktur Pasif Telekomunikasi  
Hari/Tanggal    : Jumat, 10 September 2021
Pukul            : 13.00 WIB - 22.00 WIB
Tempat        : Ballroom Amarta Hotel Melia Purosani Yogyakarta
Peserta rapat :
1.    Ketua dan anggota Pansus DPRD Kota Yogyakarta;
2.    Kepala Dinas dan staf Kominfo Kota Yogyakarta;
3.    Dinas PUPKP Kota Yogaykarta;
4.    DPMPTSP Kota Yogyakarta;
5.    Kepala dan staf Bagian Hukum Setda Kota Yogyakarta;
6.    Perancang Kanwil Kumham DIY ( Nova Asmirawati, Ika Cahyaningtyas, Iffa Choirun Nisa, Rasyid Kurniawan)
Hasil rapat :
1.    Rapat dibuka oleh Ketua Pansus dengan agenda rapat konsinyering pembahasan Raperda  Kota Yogyakarta Tentang Penataan Dan Pengendalian Infrastruktur Pasif Telekomunikasi.
2.    Paparan Draf Raperda oleh Kepala Dinas Kominfo.
3.    Sesi diskusi pasal per pasal sebagai berikut:
a.    Pansus : 
dasar penyusunan raperda ini adalah RTRW, sedangkan RDTL     menjadi acuan untuk Perkada? 
b.    Kepala Bagian Hukum : 
    Terkait dengan dasar hukum penyusunan Raperda ini     turunannya banyak, salah satu diantaranya adalah RTRW.     Untuk menara telekomunikasi, reklame masih menginduk pada bangunan gedung dan IMB, melihat dinamika dilapangan tidak bisa dilaksanakan maka dari itu kami melakukan perbaikan dengan menyusun raperda ini. Menyambut UU Ciptaker dan turunannya dibidang Menara Telekomunikasi (Mentel) ini menjadi prasarana dan sarana bangunan gedung, perizinan untuk mentel adalah ada aturan tersendiri tidak harus dengan IMB. Perda Mentel ini turunan dari RTRW yang juga diturunkan dari RDTL untuk Perkada/Perwalnya. Juklak Perwal Mentel ini tidak hanya melihat dari RTRW saja namun juga RDTL, agar perwal yang disusun tidak saling tumpang tindih dan justru menjadi saling melengkapi. 
c.    Pembahasan konsiderans, huruf d penulisan disempurnakan, frasa “perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta tentang Penataan dan Pengendalian Infrastruktur Pasif Telekomunikasi dan Fiber Optik’ diubah menjadi “perlu menetapkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta tentang Penataan dan Pengendalian Infrastruktur Pasif Telekomunikasi”.
d.    Dasar Hukum mengingat
−    Pansus, apakah dapat ditambahkan peraturan tentang kesadaran keamanan masyarakat?
−    Kumham : pada prinsipnya “taat asas” dasar hukum mengingat menurut UU 12/2011 memuat 3 peraturan tersebut, namun dapat ditambahkan dengan peraturan yang memberikan perintah langsung  pembentukkan raperda ini, jika tidak memberikan perintah langsung pembentukan perda mana bisa dilihat dari keterkaitan substansinya, jika memuat materi yang akan diatur lebih dari 50% maka peraturan tersebut dapat dimasukkan dalam dasar hukum mengingat, hal ini mengikuti selera saja, yang utama adanya 3 peraturan wajib diatas.
e.    Pasal 1 angka 4 perbaikan penulisan “Microcell” ditulis miring karena bahasa teknis, angka 11 penulisan dalam kurung dihapus.
−    Pansus : Pasal 1 angka 2 mengapa tidak diberikan batasan pengertian tentang Bangunan gedung? Merujuk pada pasal 18 ayat (1) disebutkan bahwa menara dapat didirikan diatas bangunan gedung, bangunan gedung  yang dimaksud dalam pasal ini apa?
−    Kominfo : untuk pasal 18 dibaca satu kesatuan infrastruktur adalah prasarana dan sarana bangunan gedung. Gedung yang dimaksud disini adalah gedung yang merupakan tumpuan dari menara telekomunikasi
−    Kumham : dapat ditambahkan penjelasan pasal terkait dengan gedung dan/atau bangunan adalah gedung dan/atau bangunan yang digunakan sebagai … 
f.    Pasal 4 ayat (2) huruf b diberikan penjelasan pasal “ yang dimaksud dengan “Penyelarasan dengan tematik wilayah” adalah penyelarasan infrastruktur pasif dengan kawasan yang sifat dan peruntukannya memiliki karakteristik.
g.    Pasal 6 disempurnakan, frasa “Bentuk tematik wilayah Infrastruktur Pasif” dihapus, diubah dengan frasa “Penyelarasan dengan tematik wilayah”.
h.    Pasal 8 tabulasi ditambah “ Badan usaha milik negara”, dan “ badan usaha milik swasta”.
i.    Pasal 11, pansus minta penjelasan dari pasal ini.
−    Kominfo : salah satu yang krusial dalam menjawab permasalahan dari staknya Mentel ini dnegan memunculkan pasal ini. Hal ini membedakan antara Mentel dam Bangunan gedung, salah satunya adalah harus memiliki persetujuan bangunan infrastruktur pasif.
−    Bagian Hukum : setiap pemilik bangunan wajib memiliki persetujuan bangunan infrastruktur pasif ( essensinya perizinan dari PP terkait).
j.      Pasal 12, pansus bertanya apakah keterkaitan perizinan dengan retribusi?
−    Kumham : pengaturan perizinan outputnya adalah retribusi yang sifatnya close list, dan hal ini diperbolehkan untuk memungut retribusi, pengaturan tentang teknis pemungutan retribusi diatur dengan peraturan tersendiri.
−    Bagian Hukum : Perda retribusi IMB 9/2019 obyek retribusi IMB adalah sarana dan prasarana bangunan gedung. Retribusi infrastruktur pasif masih menginduk pada perda retribusi IMB. Hanya mekanisme perizinannya, maka infrastruktur pasif  membuat peraturan SOP tersendiri, karena juka mengurus dengan PBG maka tidak akan keluar perizinannya.
−    Penormaan pasal 12 ayat (1) disempurnakan dengan menambahkan penjelasan pasal yang dimaksud dengan “retribusi” adalah retribusi perizinan mendirikan bangunan atau sebutan lain yang dipersamakan dan retribusi pengawasan. 
−    Pansus : muncul PP 46 tahun 2021 yang merupakan turunan dari UUCK, apakah dalam menyusun raperda ini sudah memedomani PP ini? .
k.    Pasal 14 ayat (3)
−    Pansus : kami kirang sepakat jika denda administrasi diatur dalam Perwal lebih baik dicantumkan dalam perda ini. Pengaturan tentang tata cara pemberian sanksi akan lebih mudah diterapkan jika diatur dalam perda.
−    Bagian hukum : secara kaidah penulisan. Sanksi tertuang seperti yang adav dalam pasal ini, tetapi ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, jenis, besaran akan lebih pas diatur dalam perwal, dinamika untuk mengikuti kondisi-kondisi tertentu akan sangat kaku. Mungkin untuk denda administratif kita hapus saja.
−    Pansus : denda administratif di PP juga diatur, selama ini tidak melanggar ketentuan lebih baik mengikuti PP nya saja dan diketentuan besaran dendanya di perda.
−    Kominfo : prosentase denda administratif bisa dihitung berdasarkan IMB, konteksnya berbeda, disini apabila penyedia infrastruktur pasif akan melakukan perubahan infrastruktur pasif tidak mengajukan perubahan maka dikenai sanksi namun apakah dengan penyelesaian melalui denda saja kemudian penyedia dapat mengajukan sanksi selesai? Menurut kami hal ini kok menjadi tidak etis, kalau hanya dengan membayar denda sanksi dianggap selesai.
−    Pansus : harus ada peran dari pemerintah daerah untuk dapat menerapkan denda khusus untuk pengusaha-pengusaha yang melanggar hal ini. Disepakati bahwa ketika melanggar dapat dikenai denda.  
−     Bagian Hukum : jika kita merumuskan denda fix dengan besaran rupiah didalam perda takutnya 2 - 3 tahun kedepan nilai mata uang sudah tidak sesuai dengan kondisi riil, misalnya besaran denda menjadi tidak sebanding dengan benefit yang dihasilkan oleh si pelanggar ini. Kami kesulitan jika menghitung besaran denda yang pas, karena dalam PP juga tidak ada ketentuan cara menghitung  besaran denda, sehingga kami kesulitan untuk merumuskan besaran denda yang masuk akal dan dapat diterima oleh pelanggar. Langkah tengah untuk sanksi administrasi bisa diatur dalam perwal saja.
−    Kumham : ketika bicara tentang sanksi dibedakan menjadi dua yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana, kelihatannya dua sanksi ini sama namun secara substansi berbeda. Sanksi pidana harus tegas diatur dalam perda, norma pengaturan denda juga disebutkan dengan jelas paling banyak 50 juta rupiah, namun untuk besaran denda administratif bisa lebih atau kurang dari itu, perlu dilakukan cost benefit analisis ( CBA) oleh ahlinya. Besaran denda administratif sebaiknya memang diatur dalam perwal karena besarannya berubah-ubah sehingga untuk memudahkan apabila ada perubahan jumlah besaran dendanya. Kami tidak pernah merekomendasikan pencantuman besaran denda sanksi administratif dalam perda tapi dalam perwal. Perda hanya memuat hal yang bersifat umum, sedangkan denda ini sangat teknis sehingga lebih tepat jika diatur dalam perwal. Perda hanya mencantumkan rumusan hitungan saja namun tidak besarannya. Nah sekarang PR nya adalah mencarikan rumus dalam besaran denda ini namun bukan nominalnya. Norma dalam pasal 14 menggunakan frasa “berupa” bukan berarti ketentuan yang berjenjang namun opsional, dapat hanya pilih salah satu atau dua saja, tidak harus semua.
4.    Rapat di skor pada pukul 22.00 WIB

Komentar (0)