Hari :
Kamis, 27 Januari 2022
Waktu : 13.00 – 16.00 WIB
Tempat
: Ruang Rapat
Paripurna Lt. II DPRD DIY
Peserta
Rapat:
1. Setwan DPRD DIY
2. Dinas Kesehatan DIY
3. Bappeda DIY
4. Biro Bina Mental Setda DIY
5. RSJ Grhasia
6. Biro Hukum Setda DIY
7. TA CV Multi Lisensi
8. Kanwil
Kemenkumham DIY (Widi Prabowo, RL Panji Wiratmoko, Yusti
Bagasuari)
Acara: Rapat penyusunan draft
Raperda DIY tentang Kesehatan
Jiwa
Jalannya Rapat:
1. Rapat dibuka oleh Bpk. Rio (Setwan DPRD DIY)
2. Agenda rapat pembahasan pasal per pasal.
a.
Konsiderans
menimbang:
-
Konsiderans
menimbang cukup 4 poin yang memuat landasan filosofis, sosiologis dan yuridis.
-
Konsideran
menimbang diusulkan sebagai berikut:
a. bahwa kesehatan
jiwa merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati, dilindungi
dan dipenuhi oleh negara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945;
b. bahwa
Orang dengan Masalah Kejiwaan dan Orang Dengan Gangguan Jiwa memerlukan jaminan
atas penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-haknya termasuk dalam
pelaksanaan upaya kesehatan jiwa dalam rangka kesamaaan hak dan kesempatan
menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri dan non diskriminasi;
c. bahwa peraturan perundang-undangan yang ada belum mengatur
secara terperinci mengenai penyelenggaraan kesehatan jiwa sehingga diperlukan
peraturan Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Kesehatan
Jiwa.
b. Dasar
Hukum:
- Dasar
Hukum disesuaikan dengan Lampiran
II UU 12/2011.
- Dasar
Hukum tentang UU Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU Cipta
Kerja
- Setwan: dasar hukum
ditambahkan PP 31/1950
c. Ketentuan
Umum :
- Disepakati
untuk ditambahkan mengenai disabilitas dan penyandang disabilitas. Namun perlu
dikaji apakah yang akan ditambahkan adalah disabilitas secara umum atau
langsung merujuk disabilitas mental.
- Kumham: Pasal 1 angka 17 disarankan untuk
disempurnakan menjadi Perangkat Daerah adalah
unsur pembantu Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenagan Daerah.
d. Pasal
2 Asas :
- Setwan: implementasi asas sosial budaya dan
kearifan lokal dalam batang tubuh?
- TA: implementasi
asas sosial budaya dan kearifan lokal ada dalam pengaturan mengenai desa siaga
sehat jiwa.
- Setwan: desa siaga sehat jiwa kurang
mencerminkan asas sosial budaya dan kearifan lokal. Diusulkan agar asas ini
digunakan untuk menerapkan praktek-praktek penyelenggaraan kesehatan jiwa di
masyarakat yang menggunakan sosial budaya dan kearifan lokal misalnya dongeng
untuk edukasi kesehatan jiwa
- Kesepakatan
forum: Asas ini dipertahankan namun pencerminan di pasal sesuai usulan dari
Sekretariat DPRD perlu dijabarkan.
- Bappeda: disarankan untuk menambahkan asas pemberdayaan karena
prinsipnya ODMK dan ODGJ harus dipulihkan untuk kemudian diberdayakan agar bisa
produktif kembali.
- Kesepakatan:
Ditambahkan asas pemberdayaan
e. Pasal
4 :
- Huruf c, apakah pemda DIY memiliki
kewenangan memperkuat peran fasyankes tingkat pertama?
- TA: penguatan peran fasyankes tingkat
pertama merupakan usulan dari FGD sehingga tetap perlu dicantumkan.
- Kumham mengusulkan apakah sebaiknya
menggunakan redaksional mendorong peran fasyankes tingkat pertama?
- Bappeda
menyampaikan apakah penguatan peran fasyankes tingkat pertama tidak bisa
dimasukkan sebagai maksud dari Pasal 4 huruf b untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa?
- Menjadi diskusi mengenai apa yang dimaksud dengan
pelayanan kesehatan jiwa komunitas? Apa bedanya pelayanan kesehatan jiwa di
komunitas ini dengan pelayanan kesehatan jiwa berbasis masyarakat? Terhadap hal
ini menjadi tugas bersama dan akan didiskusikan dalam pertemuan selanjutnya.
- Kesepakatan:
Pasal 4 huruf c ditunda pembahasannya minggu depan. Namun demikan ada usulan
rumusan sebagai berikut “memperkuat dan mengawasi pelaksaan pelayanan fasilitas
pelayanan di luar kesehatan dan fasilitas pelayanan berbasis masyarakatâ€
f. Pasal
6 :
- TA: hak ODMK dan ODGJ dalam raperda ini
disatukan karena pada prinsipnya hak-hak yang tercantum dalam raperda ini
berlaku untuk ODMK dan ODGJ.
- Kesepakatan: Hak ODMK dan ODGJ dipisahkan, menjadi
tugas TA.
- Setwan: hak untuk “mendapatkan kesempatan untuk
mengambil keputusan atas tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya
ataupun keputusan lain yang berkaitan dengan dirinyaâ€, mengapa mengenai hak ini
penormaannya berbeda dengan huruf e yang pelaksanaan haknya bisa diwakili
keluarga atau pihak lain?
- TA: ODGJ sudah seharusnya memang diberikan
kesempatan mengambil keputusan tanpa diwakili sebab sudah banyak kejadian ODGJ
diwakili dalam mengambil keputusan yang pada akhirnya merugikan ODGJ tersebut.
- Setwan: bagaimana terhadap ODGJ yang harus rawat
inap karena kondisinya parah atau ODGJ yang menggelandang? Tentunya dalam hal
ini pengambilan keputusan konteks tindakan medis bisa jadi diperlukan.
- TA: kaitan informed
consent tidak bisa serta merta dilakukan kepada ODGJ. Tentu dalam hal ini
diperlukan proses-proses untuk mendorong ODGJ akhirnya dapat mengambil
keputusan tersebut.
- Hak
huruf g dan h disepakati dicoret karena hak ini tidak dalam konteks
penyelenggaraan kesehatan jiwa
- Hak
huruf I mengenai kondisi disabilitas perlu dikaji kembali oleh Tenaga Ahli
mengingat kata disabilitas tiba-tiba dimunculkan.
g. Pasal
7 :
- Kumham: ayat (1) huruf c diksi “memilih dan menolak tindakan medis...†apabila dibaca secara keseluruhan dapat
diartikan memilih tindakan yang membahayakan.
- TA akan mereformulasi poin ini agar tidak salah
tasfir bagi yang membaca. makna
dari poin c ini adalah keluarga diberikan hak memilih cara-cara memberikan
tindakan medis bagi ODGJ dan ODMK misalnya yang nyaman adalah memberikan obat
dengan disuntik dan ada obat penenang untuk pasien,dst.
- Dinkes: ODMK juga bisa mengkonsumsi obat atau
bisa juga melakukan terapi. Tetapi jika dalam konteks BPJS, tidak ada ODMK yang
bisa diberikan BPJS. Oleh karena itu, ODMK tersebut harus dikategorikan sebagai
ODGJ apabila akan memakai BPJS.
Komentar (0)