Penerimaan Kunjungan
DPRD DKI Jakarta Dalam Rangka Studi Banding mengenai Implikasi Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Hari/Tanggal : Kamis, 10 Juni 2021
Pukul : 12.30 WIB - Selesai
Tempat :
Ruang Rapat Biro Hukum Setda DIY
Peserta rapat :
1. Biro Hukum Setda DIY
2. Setwan DPRD DIY
3. Bapemperda DPRD DKI Jakarta
4. Perancang Kanwil Kemenkumham DIY (Yusti
Bagasuari dan Iffa Choirun Nisa)
Hasil rapat :
1. Rapat
dibuka oleh Bapak Purwanto selaku Kabag Perundang-undangan Biro Hukum Setda DIY
pada pukul 14.00 WIB, kemudian beliau memberikan kesempatan kepada Bapemperda
DKI Jakarta untuk menyampaikan maksud kedatangannya.
2. Bapemperda
DKI Jakarta :
- Maksud kedatangan adalah untuk
melakukan kunjungan kerja dan studi banding terhadap implikasi UU Ciptaker dan
langkah-langkah apa saja yang sudah ditempuh oleh Biro Hukum dan OPD terkait di
Jogja, baik implikasi di bidang RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) maupun
bidang-bidang lainnya;
- Saat ini Bapemperda sedang melakukan
pembahasan tentang Raperda RTRW yang sudah dilakukan dalam kurun waktu yang
cukup lama; dan
-
Ingin meminta saran dari Biro Hukum
mengenai kekuatan hukum perkada tentang RDTR, karena sebagaimana kita tahu
dahulu RDTR diatur dengan perda, sedangkan saat ini berupa
perkada.
3. Biro
Hukum :
-
Telah menerima surat dari Mendagri terkait
identifikasi perda dan perkada tindak lanjut UU Ciptaker. Sebagai tindak
lanjutnya, Biro Hukum sudah beberapa kali melakukan rapat koordinasi dengan
membagi menjadi beberapa klaster bidang terdampak, dengan hasil ada 18 (delapan
belas) perda yang terdampak. Yang paling terdampak adalah Perda tentang
Pertambangan karena pengawasan pertambangan sudah ditarik lagi ke pusat sementara
aktifitas pertambangan masih berjalan, sehingga perlu berkoordinasi dengan
Kementerian ESDM.
-
Terkait dengan tata ruang, memang ada
perubahan yang cukup signifikan yang diatur dalam UU Ciptaker, yaitu
pengintegrasian rencana zonasi wilayah pesisir (RZWP) dalam perda RTRW. Selain
itu, RDTR yang awalnya kewenangan berada di provinsi, saat ini sudah beralih ke
kabupaten/kota. Biro Hukum sudah berkoordinasi dengan Kemendagri dan
Kementerian ATR terkait penyusunan raperda sebagai tindak lanjut implikasi di
bidang tata ruang tersebut. Berdasarkan arahan dari pusat, dari 34 (tiga puluh
empat) provinsi di Indonesia ternyata ada 7 (tujuh) provinsi yang belum
memiliki perda zonasi pesisir. Jika belum memiliki perda zonasi pesisir, maka
nantinya perlu disusun 1 (satu) perda yang materinya memuat rencana zonasi
wilayah pesisir dan RTRW. Tetapi jika sebelumnya sudah memiliki perda zonasi
pesisir, maka diserahkan kepada provinsi untuk kapan menggabungkannya dalam 1 (satu)
raperda. Mengingat bahwa di Jogja sudah ada Perda tentang Tata Ruang dan juga Perda
tentang Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir, maka langkah yang akan diambil
adalah opsi kedua. Untuk itu, maka Biro Hukum sudah berkoordinasi dengan Dinas
Tata Ruang, terutama terkait zonasi pesisir diatur sebesar 100 (seratus)
sementara di perda 200 (dua ratus), sehingga perlu dikaji lagi untuk
penggabungan perdanya.
-
Perda 5/2019 Pasal 82 memberi amanat
untuk menyusun perda provinsi tentang kawasan strategis provinsi. Namun
berdasarkan UU Ciptaker, kewenangan untuk rencana detail tata ruang ada di
kabupaten/kota, sehingga Biro Hukum sudah berkoordinasi dengan Kementerian ATR
untuk pengkajian lebih lanjut dan penyamaan persepsi, apakah bisa menggunakan
UU Keistimewaan sebagai lex specialisnya.
- Di bidang kehutanan terdapat irisan
kewenangan sehingga perlu ada penyamaan persepsi dengan kementerian terkait.
-
Di DIY : terkait dengan penyusunan perkada,
contoh Perda Sumber Daya Air, terdapat keinginan dari DPRD provinsi untuk:
· Perlu ditentukan secara tegas kapan
batas waktu penyusunan perkadanya; dan
· Setelah raperda ditetapkan, meminta kisi-kisi perkadanya (batasan materi perkadanya).
Selain untuk memonitor materi
muatannya, hal ini juga dapat meminimalisir adanya perkada yang terlewat belum
disusun.
4. Kumham
:
- Pasal 181 UU Ciptaker telah
mengamanatkan adanya harmonisasi dan sinkronisasi atas setiap peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang yang berlaku dan bertentangan dengan
ketentuan UU Ciptaker atau bertentangan dengan putusan pengadilan, dimana
proses harmonisasi dan sinkronisasi yang berkaitan dengan perda atau perkada dilaksanakan
oleh Kumham bersama dengan Kemendagri.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai
harmonisasi dan sinkronisasi tersebut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah, namun
hingga saat ini PP turunannya belum ada.
- Beberapa kegiatan yang sudah dilakukan
dan difasilitasi oleh Kumham sebagai bentuk tindak lanjut atas adanya UU
Ciptaker adalah sebagai berikut:
· Melakukan fasilitasi dalam penyusunan
kajian atas perda dan perkada di wilayah Kabupaten Gunungkidul, dimana sudah
dibagi ke dalam 3 (tiga) klaster bidang terdampak, yaitu bidang perijinan, tata
ruang dan lingkungan hidup. Dari klaster tersebut kemudian dilakukan
inventarisasi atas perda dan perkadanya untuk kemudian dikaji peraturan mana
saja yang masih relevan berlaku dan mana saja yang harus segera disusun karena
memang sebelumnya belum ada pengaturannya;
· Melakukan fasilitasi kepada Setwan
DPRD Kabupaten Bantul untuk melakukan identifikasi atas 2 (dua) perdanya, yaitu
Perda tentang Badan Usaha Milik Desa dan Perda tentang Rumah Susun. Tahapan
selanjutnya adalah penyusunan kajian atas 2 (dua) perda tersebut dan
ditargetkan akan selesai pada triwulan dua ini; dan
· Di Kota Yogyakarta sedang dilakukan
penyusunan Raperda tentang Penyelenggaraan Berizinan Berusaha di Daerah, dan
Kumham ikut memfasilitasi dalam proses penyusunan dan pembahasannya.
5. Rapat
ditutup.
Komentar (0)