Rapat Fasilitasi Penyusunan NA dan Raperda DIY tentang Pengarusutamaan Gender


NOVA ASMIRAWATI, S.H., LL.M.
diposting pada 10 Desember 2021

Rapat Fasilitasi Penyusunan NA dan Raperda DIY tentang Pengarusutamaan Gender

 

Hari              : Jumat, 10 Desember 2021

Jam              : 08.30 – 11.45 WIB

Tempat         : Ruang Rapat Paripurna Gedung DPRD DIY, Malioboro Yk

 

Peserta Rapat:

1.     Setwan DPRD DIY;

2.     Biro Hukum DIY;

3.     DP3AP2 DIY;

4.     Dinas Sosial DIY;

5.     Bappeda DIY;

6.     Tim Penyusun NA dan Raperda DIY;

7.     Perancang Kanwil Kemenkumham (Heribertus Andri, Agustinus T. Wahyudi, Nova dan Farid)

 

Jalannya Rapat:

 

1.      Pembukaan oleh Kasubbag Perundang-undangan Setwan DPRD DIY

2.      Pemaparan oleh Tim Penyusun; menindaklanjuti hasil masukan2 dari Rapat sebelumnya terhadap NA dan Raperda yang meliputi penyesuaian-penyesuaian/perbaikan teknik penormaan maupun substansi yang dipaparkan dalam bentuk matrik.

3.      Masukan tim fasilitasi:

a.     Setwan DPRD DIY:

-        Pada hal. 31 dan 32 NA terkait kelompok rentan belum dielaborasi, terkesan hanya tempelan, sehingga diraperda juga terlihat sama, bagaimana pengaturan tentang ini dan bagaimana keterkaitannya dengan substansi yang lain?

-        Hasil wawancara agar dimasukkan di BAB II

-        Ada titipan Bappeda terkait analisa/kajian tentang program, kegiatan dan sub kegiatan yang nantinya wajib dijalankan oleh Pemerintah Daerah. sebaiknya didraf NA dijabarkan dan di Raperda diberikan semacam norma untuk pengaturannya didalam lampiran. Untuk ini, Perda tentang Penanggulangan Kemiskinan harap dijadikan jujugan, sehingga Bappeda bisa mengukur anggarannya untuk output/outcomenya.

b.     DP3AP2:

-        Di Dinas saat ini sudah ada anggaran responsive gender. Penentuan anggaran responsive gender berdasarkan 3 tolok ukur. Terkait keinginan Bappeda untuk mewajibkan tiap PD melaksanakan program, kegiatan dan sub kegiatan yang nantinya misalnya akan diatur, dalam implementasi akan sulit, karena PD harusnya mencari sendiri berdasarkan tolok ukur yang telah ditentukan. Sehingga lebih baik jika programnya bukan given, karena tidak semua PD punya isu gender (misal isu kesenjangan, lembaga, program). Program given juga akan sulit dilaksanakan karena pada prakteknya sering terjadi perubahan kegiatan/sub kegiatan pada tiap PD, khususnya jika dilevel atas terjadi perubahan kebijakan.

-        Pasal 5 terkait komitmen dan pelaksana komitmen sudah dimuat didalam Pergub, norma ini mau bagaimana nasibnya?. Masih di Pasal 5, dalam hal penggolongan, mengapa perguruan tinggi dan badan usaha dijadikan satu/disejajarkan, padahal instansi vertikal dan DPRD sendiri-sendiri.

-        Pasal 17 yang mengatur tentang forum data gender sudah diatur dalam Pergub, bedanya hanya di draf Raperda DPRD ditambahkan menjadi anggota forum data. Implementasinya bagaimana?.

-        Di Pasal 36 ditentukan batas waktu pelaporan anggaran responsive gender adalah setiap triwulanan, bagaimana formulasi impelemntasinya dan indkator apa yang dipakai sehingga muncul triwulan?

-        Saat ini di DP3AP2 sudah ada data terkait gender dalam bentuk data terpilah yang tersimpan dalam aplikasi SatuData, bisakah semua diarahkan untuk mengakses itu sehingga tidak perlu ada forum data.

-        Di ketentuan umum terdapat istilah RANDA, itu apa?

-        Di Pasal 5 mengapa Ormas/NGO/lembaga Pendidikan non PT, mengapa tidak dimasukkan? Alasannya apa? Ini belum terlihat juga di NAnya. Jika DPRD yang malah dimasukkan, itu sebagai entitas legislative atau eksekutif (Setwannya)?

c.     Bappeda:

-        Dalam rangka melaksanakan program “JogjaPlan”, ada kewajiban dari inspektorat agar setiap unit eselon IV harus memiliki GAP6BS, sehingga didalam raperda ini perlu untuk dimasukkan list/program/kegiatan/sub kegiatan responsive gender itu seperti apa. Di Pasal 9 yang berisi tentang RKPD, Pasal 10 tentang Renstra/Renja perlu ditambah sub kegiatan setiap OPD jika tidak memungkinkan, paling tidak daftar kegiatan program dan sub kegiatan responsive gender.

-        Pada Pasal 14 ayat (2) terkait focal point anggotanya bertambah sehingga sebaiknya tidak dikunci dalam normanya. Di pasal 27 ayat (3) dan ayat (4) tertulis untuk evaluasi RPJMD paling maksimal adalah 7 hari, apakah dasar hukumnya?. Selanjutnya pada Pasal terkait pembinaan dan penegakan Perda, mengapa menjadi tugas Bappeda dan bukan Satpol PP?.

-        Didalam ketugasan bappeda selalu penegak perda, terdapat kewenangan yang diberikan terkait penegakan terhadap instansi vertikal, Perguruan Tinggi dan Badan Usaha. Apakah hal ini diperbolehkan?. Bagaimana mekanismenya?

d.     Dinas Sosial;

-        Di BAB 8  judulnya adalah monitoring dan evaluasi, isinya adalah pelaksanaan program

-        Di BAB tentang Binwas tertulis tatacaranya melalui monev?, monev yang bagaimana? Apakah sama dengan yang di BAB 8?

-        Di BAB tentang sanksi dan penghargaan mengapa tidak menindaklanjuti BAB tentang binwas dan monev?. Ketiga BAB masih belum sinkron.

e.     Biro Hukum;

-        Di hal. 188 NA paragraph kedua diharapkan merumuskan ulang terkait landasan sosiologis, tujuannya agar tidak menimbulkan penafsiran liar dari masyarakat.

-        Di draf Raperda, pada ketentuan umum agar menyesuaikan dengan Permendagri No.15/2008.

-        Pasal 3 huruf (a) yang mengatur tentang kelompok rentan, agar dihapus,karena sudah diatur diperaturan lainnya. Selain itu frasa tentang kelompok rentan ini juga terkesan hanya tempelan.

-        Pasal 4 huruf c mengapa ada hak angket/hak interpelasi DPRD diatur dalam Perda ini. agar dihapus, ketidakseusaian antara materi dan jenis PUU.

-        Pengaturan tentang RPJMD dst tidak perlu diatur dalam Perda ini karena sudah diatur tersendiri, selain itu tata Kelola RPJMD yang ada dikelola ini tidak sinkron/berbeda dengan yang diatur di peraturan lainnya.

-        Pasal 11 ayat (2) pada prinsipnya hanya mengatur tentang tatib DPRD yang mengikat hanya pada DPRD, mengapa ada partisipasi masyarakat, kewajiban melibatkan forum PUG, Focal point dst.

-        Pasal yang mengatur ombudsman PUG dihapus saja, bertentangan dengan PUU yang lebih tinggi.

-        Pasal 40 terkait sanksi dan penghargaan tidak perlu diatur jika belum ada atau belum tahu perbuatan apa yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran/ prestasi dalam level perda ini.

-        Pasal 23 mengacu pada pengaturan sesuatu yang belum jelas, tolong gambarkan yang dimaksud pada pasal ini apa?

f.       Kanwil Kemenkumham

-        Judul Raperda sama dengan judul Pergub yang baru saja terbit, ini mau bagaimana?. Saran: Judul diubah, dengan menghapus frasa penyelenggaraan.

-        Substansi Raperda juga 80% adalah sama dengan muatan yang sudah ada dalam Pergub.

-        Pasal 5 berisi tentang komitmen yang wajib dilaksanakan, bagaimana jika komitmen tidak dilaksanakan?

-        Secara umum substansi yang ada didalam draf ada beberapa yang kebablasan, khususnya terkait kewenangan, contohnya seperti yang telah disebutkan beberapa oleh bappeda maupun biro hukum, sehingga disarankan untuk melihat kembali lampiran UU 23/2014 terkait sub urusan PUG yang menjadi kewenangan Provinsi.

-        Setelah memetakan kewenangan, selanjutnya melihat addressat normnya dan bentuk penyelenggaraannya. Jika sudah terpetakan baru disusun ruang lingkup apa yang hendak diatur didalam Raperda. Berdasarkan lingkup yang telah ditentukan tersebut, kemudian dibuat kerangkanya. Kerangka perlu dbuat agar  susunan yang ada di Raperda menjadi runtut.

g.     Tim Penyusun

Akan melihat dan mendiskusikan kembali hasil masukan secara internal untuk Langkah selanjutnya dari penyusunan NA dan Raperda ini.

4.      Rapat ditutup  

NoFile Pendukung
1.Notula PUG DIY 1012.docx

Komentar (0)