Hari :
Jumat, 14 Oktober 2022
Waktu : 13.00
– 16.00 WIB
Tempat : Ruang Rapat Lt. 3 Biro Hukum Setda DIY
Peserta Rapat:
1. Biro Hukum Setda DIY
2. Dinas Sosial DIY
3. Dinas Kesehatan DIY
4. KPAD DIY
5. Kanwil
Kemenkumham DIY (Anastasia Rani Wulandari, Yusti
Bagasuari)
Jalannya Rapat:
1. Rapat dibuka oleh Bpk. Reza (Kasubag Perda Biro Hukum
Setda DIY)
2. Melanjutkan pembahasan pasal per pasal:
a. Pasal 15
- KPAD: Harapannya setelah pemilik tempat usaha diberikan
edukasi, mereka akan meneruskan edukasi kepada anak buahnya.
- Kumham: tidak perlu menyebutkan salon plus2 karena
mengesankan pemda mengakui/memberikan kesempatan bagi pemilik kegiatan berisiko
untuk membuka usaha.
-
Ayat (1) perlu diberikan
penjelasan frasa tempat usaha yang berisiko antara lain tatto, salon, spa.
- Bagian Hukum: sanksi administratif mengambil dari Perda
COVID, mohon masukan apakah akan dikurangi.
b. Pasal 23:
- KPAD: konsep notifikasi pasangan seperti tracing pada
COVID.
c. Pasal 25:
- Kumham ayat (1) disarankan dihapus karena kata dilarang
memiliki konsekuensi sanksi, selain itu norma ini sudah ditegaskan pada ayat
(2) dengan pemberian keharusan memusnahkan produk donor.
- Ayat (2) dan (3) konsistensi penggunaan kata positif
atau reaktif.
d. Pasal 26
- Kumham:
·
Ayat (1) kata dilarang
memiliki konsekuensi sanksi, sehingga disarankan frasa dilarang menolak
diubah menjadi:harus memberikan.
·
Ayat (2) kata wajib memiliki
konsekuensi sanksi sehingga diubah menjadi harus.
e. Pasal 30
- Ayat (1) disempurnakan menjadi Fasyankes yang memberikan layanan persalinan harus memberikan pengobatan
pencegahan bagi bayi baru lahir dari ibu HIV dan AIDS sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
- Penambahan ayat (2) yaitu Fasyankes melakukan tes virologi atau tes serologi kepada setiap bayi yang
lahir dari ibu yang terinfeksi HIV dan AIDS.
f. Pasal 37:
- Dinsos:
·
Dinsos DIY mengintervensi
lembaga yang memiliki rehab dalam panti. Sesuai hasil koordinasi, DIY bisa
memberikan fasilitasi operasional untuk lembaganya. Ingin mengadvokasi LKS yang
ada, sudah melalui seksi perlindungan anak.
·
Kata sambung frasa ADHA
dan/atau ODHA karena dalam kasus ibu-anak bisa saja salah satunya positif atau
keduanya positif.
g. Pasal 40:
- Kumham:
·
Konsistensi penggunaan
istilah pengamatan penyakit atau surveilans.
·
Belum ada pengaturan
mengenai waktu pelaporan dan kepada siapa laporan ditujukan. Sebab jika melihat
pada ayat (1) pengamatan dilakukan untuk pengamatan dan pengambilan keputusan.
h. Pasal 41
- Kumham: ayat (1) merupakan definisi sehingga dimasukkan
ketentuan umum. Penormaan ini rancu dengan penanggulangan karena sama2
mengurangi dampak kesehatan dan sosial ekonomi. Ayat (2)-(5) hanya menjabarkan
mitigasi dampak sosial ekonomi, sedangkan mitigasi dampak kesehatan belum ada.
Pemberian jamkes untuk mengurangi dampak sosial ekonomi pada ayat (2) huruf a
menjadi tumpang tindih. Koordinator juga hanya Dinkes, padahal ada dampak
sosial ekonomi.
- Dinsos:
·
Bansos diberikan kepada
OHIDA, tidak bisa ke ODHA.
·
Ayat (2) ditambah kalimat menyelenggarakan pelatihan kerja yang dapat diakses oleh ODHA; dan
·
Perlu ada afirmasi positif bagi ODHA untuk
mendapatkan pekerjaan.
·
Koordinator sebaiknya Dinkes, Dinsos menyertai,
karena Dinkes memiliki informasi yang lebih komprehesif mengenai HIV dan AIDS.
- KPAD:
·
Mitigasi dampak juga
termasuk pendidikan.
·
Kami mendorong pengambil
kebijakan untuk ikut terlibat dalam penanggulangan HIV dan AIDS, misalnya
integrasi program antar OPD.
i. Pasal 42 dan 43 dihapus karena fungsi koordinasi akan
dilaksanakan KPAD..
j. Pasal 44
- Dinsos: perlu ada tim advokasi untuk
mengurangi diskriminasi/stigma ODHA, sehingga ODHA merasa terlindungai.
Sehingga semakin banyak ODHA yang statusnya diketahui akan mudah bagi pemda
untuk melakukan intervensi dalam bentuk apapun.
- Ditambahkan kalimat membantu pelaksanaan advokasi dalam Penanggulangan
HIV dan AIDS;
- Biro Hukum: pedoman penyusunan APBD 2023 nomenklatur KPAD
muncul sehingga pemda bisa mengalokasikan anggaran APBD untuk KPAD dalam bentuk
program kegiatan dan sub kegiatan pada OPD terkait tusi dan belanja hibah
sesuai peraturan perundang-undangan. Berbeda halnya dengan komite disabilitas
yang sama sekali tidak disebutkan.
k. Pasal 45
- Ayat (1) ditambahkan unsur dunia usaha, pakar di bidang
kesehatan, dan komunitas HIV dan AIDS.
- Kumham: perlu dicermati kembali KPAD sebagai lembaga non
struktural memiliki konsekuensi bahwa anggota dari unsur pemda (PNS) harus
diberhentikan sementara.
l. Pasal 47
- Kumham: Dalam Permenkes disebutkan mengenai sistem
informasi (SIHA). Pemanfaatan sistem tersebut perlu diakomodir dalam pasal ini.
- KPAD: perlu intervensi melalui media sosial.
- Kata teknologi diubah menjadi sistem.
- Ditambahkan 1 ayat:
Pemanfaatan sistem informasi dan komunikasi dalam upaya
Penanggulangan HIV dan AIDS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dapat
dilakukan untuk:
a. pencegahan;
b. pengobatan;
c. perawatan;
d. pencatatan dan pelaporan; dan/atau
e. pengaduan
m. Pasal 48
- Dinsos: jenis penyandang disabilitas perlu
diberikan penjelasan pasal.
- Biro Hukum: akan berpedoman pada Perda Disabilitas.
n. Pasal 49:
- Kumham: Ayat (1) frasa situasi khusus perlu
ditambah penjelasan pasal bencana alam, non-alam, dan korban kekerasan,
termasuk kekerasan seksual. Dapat menjadi cantolan Rapergub AMDK.
- Dinsos: Ayat (2) huruf a dan b penyempurnaan frasa ADHA
dan/atau ODHA.
o. Pasal 50
- Biro Hukum: apakah huruf d perlu diberikan sanksi?
- Kumham: huruf d merupakan wujud nyata dari huruf b,
masukkan penjelasan pasal.
p. Pasal 55
- Biro Hukum: pengenaan kurungan 3 bulan dan denda maksimal
50 juta supaya bisa masuk tipiring.
Komentar (0)