Rapat paparan laporan akhir Naskah Akademik tentang Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana)


YUSTI BAGASUARI, S.H.
diposting pada 31 Mei 2022

Hari/Tanggal   : Selasa, 31 Mei 2022

Waktu              : 13.00-16.00 WIB

Tempat            : Ruang Komisi B Bangsal Sewoko Projo Kab. Gunungkidul

Peserta Rapat:

1.    Ketua dan Anggota Komisi B DPRD Kab. Gunungkidul

2.    Bapemperda DPRD Kab. Gunungkidul

3.    Bagian Hukum Setda Kab. Gunungkidul

4.    Bagian Kesejahteraan Rakyat Kab. Gunungkidul

5.    Dinas Kesehatan Kab. Gunungkidul

6.    Dinas Sosial Kab. Gunungkidul

7.    Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kab. Gunungkidul

8.    Ikatan Penyuluh KB

9.    CV Adicaraka

10.  Perancang Kanwil Kemenkumham DIY (Ni Made Wulan, Farid Ario Yulianto, Ika Cahyaningtyas, Yusti Bagasuari)

 

Acara  : Rapat paparan laporan akhir Naskah Akademik tentang Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana)

 

Jalannya Rapat:

1.    Rapat dibuka oleh Ketua Komisi B DPRD Kab. Gunungkidul.

-       Bangga Kencana merupakan program nasional.

-       Sampai dimana batasan kewenangan daerah, sehingga Perda yang dibuat nanti dapat ditindaklanjuti dengan program dan anggaran. Program yang sudah dibiayai di tingkat Pusat, tidak bisa dianggarkan lagi di tingkat kabupaten.

-       Bagaimana pengaturan mengenai petugas PLKB di Gunungkdul?

-       Raperda jangan sampai menyulitkan eksekutif pada saat pelaksanaan.

2.    Paparan CV Adicaraka:

-       Pasal 14 ayat (1) UU 52/2009 Pemda bertanggungjwab dalam menetapkan:

a.    pelaksanaan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga di kab/kota

b.    sosialisasi, advokasi, dan koordinasi pelaksanaan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sesuai dengan kebutuhan, aspirasi, dan kemampuan masyarakat setempat.

-       Ada 3 aspek yang diatur dalam Bangga Kencana, kependudukan, KB, pembangunan keluarga. Disepakati dalam rapat sebelumnya, Raperda akan membahas pembangunan keluarga karena secara juknis belum banyak pengaturannya. Terkait KB sudah sangat teknis, 99% pelaksanaan dari Pusat sampai anggarannya. Pemda hanya pelaksanaan beserta penyaluran anggaran dari Pusat.

3.    DPMKP2KB:

-       Bidang KB terdiri atas seksi KB dan pengendalian penduduk. Mendapat anggaran dari Pusat yang juknis penggunaan sudah diatur oleh Pusat. Terkait pengendalian penduduk, dinas melaksanakan pembinaan poktan, bina keluarga balita, lansia, remaja. Seksi KB melakukan kegiatan pelayanan KB. Mendapat DAK. Juknis pelayanan KB mengacu pada juknis BKKBN. Menjadi kewajiban Pemda terkait koordinasi faskes pelaksana KB. Keluarga sejahtera menjadi bagian dari seksi pengendalian penduduk dalam membina poktan di seluruh kalurahan.

-       DAK berjumlah 7,9 dengan rincian fisik 1,8, non fisik 6,1 (bina keluarga sejahtera, pelayanan KB, distribusi alat dan obat dari provinsi untuk kabupaten. DAU tidak ada karena pada awal pembentukan RKA ada refocusing. Dana tersebut disalurkan melalui Balai KB di tiap kapanewon melalui petugas KB yang jadi pegawai Pusat. Alokasi DAK bagi 36 kampung KB untuk aktifitas rapat dsb yang belum terdanai, tapi terdapat pula kalurahan yang memiliki inisiatif untuk mendanai pertemuan.

-       Koordinasi instansi vertikal 3-4 bulan, dinas mengundang koordinasi terkait kegiatan setiap bulan   

4.    IPKB:

-       Ketahanan keluarga belum seluruhnya terdanai Pusat, yang baru terdanai kampung KB. Di luar kampung KB ada inisiatif desa.

-       Program pelayanan KB dan insentif KB berjalan lancar.

5.    Ketua Komisi B: Kemampuan keuangan masing-masing daerah tidak sama. Sulit jika hanya mengandalkan kabupaten, pelaksanaan tugas akan lebih efektif jika memahami kewenagan Pemerintah Pusat dan Pemda.

6.    Bagian Kesra: Melaksanakan fasilitasi, koordinasi, komunikasi dengan mitra yaitu Dinkes, Dinas PPPA, DPMKP2KB.

7.    Dinkes:

-       Melaksanakan pelayanan posyandu balita, posyandu lansia, posbindu (penyakit tindak menular).

-       Fokus di stunting, terkait dengan KB sinergi dengan tim pendamping keluarga.

-       Pendanaan DAK, APBD. Dana 2 M dari Pemerintah Pusat masih pending. Jika ada program yang belum terbiayai, kerjasama dengan desa untuk pendanaan.

8.    Bagian Hukum:

-       Kewenangan Pemda dalam UU 23/2014 yaitu pengendalian penduduk, KB, keluarga sejahtera. Ada irisan kewenangan provinsi dan kabupaten yang perlu penegasan di Raperda.

-       DIY sudah memiliki Perda DIY 7/2018 tentang Ketahanan Keluarga sehingga perlu disinergikan tentang kewenangan lain terkait program dan penganggaran.

9.    Anggota Komisi B:

-       Perlu ada sinergitas dari dinas terkait dalam pelaksanaan Perda. Masing-masing dinas dapat berperan aktif dalam pelaksanaan perda.

-       Jangan sampai Raperda ini menabrak aturan di atasnya sehingga irisan keweangan perlu dicermati. Jangan sampai overlapping kewenangan.

-       Prinsip Raperda ini adalah jangan sampai keluarga prasejahtera tidak bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya sehingga mempengaruhi penilaian kemisikinan di Gunungkidul. Diharapkan ke depannya Gunungkidul bisa menjadi acuan pengembangan kesejahteraan masyarakat dan mencari anggaran sesuai kewenangan kabupaten.

10.  Bapemperda:

-       Ketahan keluarga erat dengan sisi ekonomi sehingga menggunakan udul Raperda yang sekarang.

-       Judul meliputi latar belakang yang dibahas.

-       Diharapkan latar belakang dimasukkan ke NA dan solusinya seperti apa. Hindari copy paste Perda lain, harus menggambarkan kondisi di Gunungkidul

11.  Paparan CV Adicaraka tentang draft Raperda Pembangunan Ketahanan Keluarga.

12.  Tim Pendamping Komisi B:

-       Apakah Raperda sudah memuat konten lokal? Karena substansi hampir sama dengan Perda DIY 7/2018.

-       Apakah Danais dapat dimungkinkan sebagai salah satu sumber dana?

-       Kasus gantung diri di Gunugnkidul terkait aspek sosial, apakah bisa dimasukkan pengaturan secara spesifik dalam Raperda?

-       Dalam Raperda terdapat frasa “keluarga berusaha”, jika keluarga tersebut tidak mampu bagaimana?

13.  IPKB: Konsep pelayana KB hanya masuk dalam Pasa 18 dan Pasal 19 h. Sedikit yang diatur dalam Raperda ini. Perlu pencermatan lebih lanjut apakah Raperda hanya spesifik pada ketahanan keluarga atau bisa dikaitkan dengan kewenangan Dinsos pada sisi ekonomi (PKH, pemberdayaan perempuan).

14.  CV Adicaraka:

-       Dikahwatirkan jika datur secara spesifik akan mengunci pelaksanaan di Dinas, sehingga beberapa materi didelegasikan ke Perbup.

-       Pada awalnya justru “keluarga wajib”, tapi apakah akan dikenai sanksi . Raperda ini merupakan pedoman bahwa keluarga sejahtera seperti apa, palaksanaan didukung oleh Pemda sesuai keweangan masing-masing dinas Tidak mungkin dibebankan kepada keluarga karena kapasitas masing-masing keluarga berbeda.

-       Mencoba merangkul semua komponen ketahanan keluarga agar bisa berpartisipasi aktif dalam pembangunan ketahanan keluarga melalui rencana pembangunan.

-       Terkait dengan kasus gantung diri, terdapat permasalahan keluarga yang biasanya berasal dari kesejahteraan ekonomi. Sehingga dalam Raperda ini diatur pembangunan kesetaraan gender berkaitan dengan keseimbangan hubungan suami, istri, anak.

15.  Kumham:

-       Draft Raperda disandingkan dengan Perda DIY dan Perda Kota Yogyakarta ada kesamaan materi muatan yang diatur. Jangan sampai ada copy paste karena kondisi di Gunungkidul berbeda dengan daerah lain. Raperda harus menjawab masalah di Gunungkidul, bukan membuat peraturan yang bisa diterapkan di wilayah lain.

-       Judul diubah berarti ruang lingkup berbeda. Jika disandingkan dengan NA belum menjabarkan apa yang akan diatur dalam Raperda. Kajian empiris belum menyentuh masalah di Gunungkidul. Mungkin tidak hanya gantung diri tapi ada masalah lain yang menitikberakan keluarga. Apa yang sudah dilaksanakan oleh Pemda, kendala apa, itulah yang dijawab dengan Raperda ini.

-       Dalam BAB II NA belum ada implikasi keuangan daerah adakah feedback untuk Pemda karena pembangunan ketahanan keluarga lebih menekankan pada kualitas.

-       Raperda merupakan lampiran dari NA, norma dalam Raperda harus berdasar dari NA.

-       Pergub 106/2021 ada latar belakang pengaturan yang perlu sinergi Pemprov dan Pemkab, bisa jadi acuan penyusunan norma dalam batang tubuh.

-       Kajian empiris pada NA kurang relevan dengan pengaturan dalam Raperda. Sebab belum menjabarkan secara mendalam kendala terkait pelaksanaan ketahanan keluarga yang terjadi di Gunungkidul, upaya yang sudah dilakukan Pemda, dan upaya yang akan dilakukan Pemda dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut.

-       Pasal 6, siapa melakukan apa harus jelas, misalnya perencanaan tanggung jawab dinas apa, koordinator siapa, jangan sampai nanti saling lempar tanggung jawab.

-       Pasal 6 muncul istilah “Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga” definisi seperti apa, apakah sama dengan “Pembanguan Ketahanan Keluarga” pada Ketentuan Umum. Sebab jika berbicara mengenai penyelenggaraan merupakan upaya mulai dari proses perencanaan sampai dengan evaluasi (materi muatan melebar), sehingga perlu dipastikan kembali istilah yang akan digunakan. 

-       Banyak pembebanan kepada Pemda menggunakan kata “dapat”, hal tersebut perlu dicermati kembali. Misalnya Pasal 16 terkait adminduk, merupakan kewajiban dari pemerintah untuk penyediaan legalitas penduduk, seharusnya tegas tanpa perlu menggunakan kata “dapat”.

16.  Rapat ditutup.

Komentar (0)