Konsultasi Pakar
mengenai “Kebijakan terkait Penggunaan Nomenklatur Desa/Kalurahan dalam
Kerangka Keistimewaan DIYâ€
Hari/Tanggal : Kamis, 9 Juni 2022
Pukul : 09.00 WIB - selesai
Tempat :
Ruang Rapat Sekda Lantai 2 Gedung Baru
Peserta rapat :
1.
Biro Tata Pemerintahan Setda DIY
2.
Bagian Hukum Setda Kab. Sleman
3.
Kanwil Kemenkumham DIY (Wisnu
Indaryanto dan Iffa Choirun Nisa)
Hasil rapat :
1. Rapat
dibuka oleh Bapak Hendra dari Bagian Hukum Setda Kab. Sleman. Beliau menyampaikan bahwa saat ini Kab. Sleman sedang
menyusun Raperda tentang Desa Wisata, yang di dalamnya mengatur mengenai BUM
Desa sebagai salah satu pengelola desa wisata. Adapun BUM Desa ini harus
melakukan pendaftaran melalui sistem informasi Desa, yang juga terintegrasi
dengan sistem administrasi badan hukum pada Kemenkumham. Pada pertemuan ini
diharapkan dapat memberikan pandangan mengenai penggunaan nomenklatur
desa/kalurahan terkait dengan keistimewaan DIY, berikut juga implikasinya pada
sistem informasi yang ada di lingkup pemerintah di atas.
2. Biro
Tapem :
a. Dari
aspek historis, penamaan “desa†di DIY menjadi “kalurahan†berkaitan dengan eksistensi
Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman.
b. Pada
saat berlakunya UU No. 5/1974, nomenklatur yang digunakan adalah “desa†dan
“kecamatanâ€, kemudian setelah ada UU No. 13/2012, nomenklatur yang digunakan
adalah “kalurahan†dan “kemantrenâ€.
c. Berdasarkan
Pergub turunan dari UU No. 13/2012, kalurahan merupakan sebutan desa di wilayah
DIY.
d. Saat
ini, nomenklatur “Desa†sudah berubah menjadi “Kalurahanâ€.
e. Untuk
menjamin kepastian hukum, BUM Desa disebut dengan BUM Kalurahan.
3. Kemenkumham
:
a. Berdasarkan
KBBI, yang dimaksud “nomenklatur†adalah penamaan yang dipakai dalam bidang
atau ilmu tertentu.
b. UU
tentang Desa mencabut 17 pasal UU No. 32/2004 tentang Pemda, yaitu pengaturan
mengenai desa, yang kemudian diatur dalam undang-undang tersendiri (UU tentang
Desa).
c. Definisi
“Desa†berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU tentang Desa adalah “desa dan desa adat
atau yang disebut dengan nama lain..â€.
Dari definisi tersebut, dapat dilihat bahwa UU Desa sendiri memberi ruang
mengenai penyebutan desa menjadi sebutan yang lain.
d. Syarat
“definisi†:
1) Definien
harus lebih jelas dari definiendum;
2) Definiendum
tidak boleh ada dalam definien;
3) Definien
tidak boleh negatif;
4) Definiendum
dan definiens harus convertible (dapat dipertukarkan).
e. Dasar
hukum terkait keistimewaan DIY :
1) UU
No. 13/2012 tentang Keistimewaan DIY;
2) Permendagri
No. 8/2017 tentang Klelembagaan Pemda DIY;
3) Pergub
DIY No. 131/2018 tentang Penugasan Urusan Keistimewaan;
4) Pergub
DIY No. 25/2019 tentang Pedoman Kelembagaan Urusan Keistimewaan pada Pemerintah
Kabupaten/Kota dan Kalurahan; dan
5) Pergub
DIY No. 2/2020 tentang Pedoman Pemerintahan Kalurahan.
f. Berdasarkan
ketentuan Pasal 1 angka 9 Pergub DIY No. 25/2019, “Kalurahan†adalah sebutan
desa di wilayah di DIY... Adapun penyebutan nomenklatur lokal berdasarkan
Pergub ini digunakan dalam tata naskah dinas dan administrasi kepegawaian.
g. Pengaturan
mengenai tata naskah dinas diantaranya terdapat dalam:
1) Permendagri
No. 54/2009 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah
Berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat
(2), bentuk dan susunan dinas produk hukum di lingkungan pemerintah
kabupaten/kota terdiri atas :
a) Peraturan
daerah;
b) Peraturan
bupati/walikota;
c) Peraturan
bersama bupati/walikota; dan
d) Keputusan
bupati/walikota.
2) Perbup
Sleman No. 39/2021 tentang Pedoman Tata Naskah Dinas dan Penggunaan Teknologi
Informasi dalam Pengelolaan Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Kab. Sleman
Berdasarkan ketentuan Pasal 7, jenis
naskah dinas terdiri atas naskah dinas arahan, naskah dinas umum, serta papan
nama dan plakat prasasti. Adapun yang termasuk dalam salah satu naskah dinas
arahan adalah produk hukum.
h. Salah
satu pengaturan yang spesifik mengenai kalurahan terdapat dalam Pergub DIY No.
2/2020 tentang Pedoman Pemerintah Kalurahan, dimana beberapa nomenklatur terkait
kalurahan juga telah disebutkan pada Pergub tersebut, diantaranya yaitu “kalurahanâ€,
“badan permusyawaratan kalurahanâ€, dan “anggaran pendapatan dan belanja
kalurahanâ€.
i. Di
Sleman ada Perda Kab. Sleman No. 2/2020 tentang Penetapan
Kalurahan, dimana pada ketentuan peralihannya disebutkan secara tegas bahwa semua
penggunaan nomenklatur desa menjadi nomenklatur kalurahan berdasarkan Perda
ini.
j. Kesimpulan
:
1) Produk
hukum termasuk ke dalam jenis naskah dinas, sehingga dibenarkan jika
penyebutannya menggunakan penyebutan nomenkatur lokal; dan
2) Penyebutan
nomneklatur “desa†di Kab. Sleman menjadi nomenklatur “kalurahanâ€.
k. Terkait
dengan Perda Desa Wisata, salah satu asas yang penting adalah dapat
dilaksanakan (enforceable). Penggunaan
nomenklatur menjadi “kalurahan†tidak masalah, seharusnya nanti sistem yang
menyesuaikan.
4. Masukan
dan tanya jawab dengan Bagian Hukum Setda Kab. Sleman:
a. Bagian Hukum sepakat bahwa nomenklatur
yang digunakan tetap “desa wisataâ€, bukan “kalurahan wisata†karena ini terkait
dengan branding.
b. Mohon tindak lanjut dari Biro Tapem,
pada saat pelantikan “kepala desa†menjadi “lurah†tidak dilakukan perubahan
kepada Badan Permusyawaratan Kalurahan (BPK) secara administratif. Bagaimana dengan
tertib administratifnya, perlu ditindaklanjuti baik dengan pelantikan atau
pengukuhan.
c. Dalam berhukum, apakah bisa disebut inkonsistensi
dengan pengaturan dalam UU Desa, UU Pemda, UU Keistimewaan, dan Pergub?
d. Pendaftaran BUMDesa menjadi badan hukum
merupakan salah satu hal penting bagi entitas bahan hukum itu sendiri. Oleh karena
itu, harmonisasi menjadi salah satu hal yang penting agar ada konsistensi
khususnya di DIY.
e. Mohon kepada Kumham agar dicarikan informasi
terkait dengan sisminbakum di AHU, seperti apa aplikasinya dan apakah ada
implikasinya jika nomenklatur yang digunakan adalah “kalurahanâ€.
5.
Tanggapan Kumham :
Berhukum itu erat kaitannya dengan
tujuan hukum, dimana ada 3 hal penting yang bisa dijadikan sebagai tolak ukur,
yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Karena Indonesia adalah negara yang
berdasar hukum (rechtstaat), maka
yang paling ditekankan adalah kepastian hukumnya. Jika keadilan dan kepastian
ini sama-sama kuat, maka perlu dilihat sisi kemanfaatannya. Mana yang lebih
memberikan manfaat, biasanya kami menganalisisnya melalui cost benefit analysis
(CBA).
6.
Rapat ditutup.
Komentar (0)