Forum Pendalaman Materi untuk Perancang PUU tingkat Daerah


NOVA ASMIRAWATI, S.H., LL.M.
diposting pada 15 September 2021

NOTULA

FORUM PENDALAMAN MATERI UNTUK PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TINGKAT DAEERAH

Hari / tanggal     : Rabu, 15 September 2021

Pukul                    : 08.30 wib s.d 12.30 wib

Metode                : Video Conference Via Zoom

Peserta                :

1.                Perancang Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Pusat dan Daerah. (Perwakilan)

2.                Perancang Peraturan Perndang-Undangan Pemerintah Daerah se Indonesia.

3.                Biro Hukum Provinsi se Indonesia

4.                Bagian Hukum Kabupaten/Kota se Indonesia

5.                Perancang Kanwil Kemenkumham DIY : Nova dan Andri

 

Jalannya Acara :

1.      Pembukaan oleh Direktur Fasilitasi Perancangan Perda dan Pembinaan Perancang.

2.      Pemaparan secara Panel oleh Narasumber dengan Moderator: Bu Andriyana dari Ditjen PP

-        Materi : Problematika Pembentukan Perda dan hambatan dalam mewujudkan Perda yang berkualitas (disampaikan oleh: Dr. Rodiyah S.Pd,SH.,M.Si-tenaga ahli perundang-undangan dari UNES, Semarang).

-        Materi : Urgensi penguatan fungsi harmonisasi Perda dalam mewujudkan Perda yang berkualitas. (disampaikan oleh: Dr. Bayu Dwi Anggono SH., MH-tenaga ahli perundang-undangan dari Universitas Jember).

3.      Tanya-Jawab

A.     Tanya:

1). Biro Hukum Sulawesi Barat : Apakah boleh menyusun Perda yang bukan berdasarkan delegasi atau kewenangan, missal Perda yang mengatur kebijakan yang diinginkan Kepala Daerah?. Jika Biro belum memiliki perancang, bolehkah dalam proses penyusunannya dilaksanakan/melibatkan analis hukum?, karena dalam praktek di Sulbar seperti ini.

 

2). Biro Hukum Papua Barat: Untuk daerah seperti Papua Barat yang masih kekurangan perancang baik dari segi kualitas maupun kuantitas, adakah ruang yang dapat diberikan bagi ASN Pemda untuk dapat dibina menjadi perancang? Adakah metode memberdayakan perancang yang sudah ada untuk menjadi perancang yang lebih kompeten dan berintegritas?

 

3). Kanwil Aceh : Bagaimana jika dalam proses penyusunan atau harmonisasi Perda ada PP atau peraturan pelaksana dari sebuah UU belum lahir?, apakah memakai aturan yang lama?. Selanjutnya, jika kewenangan daerah sudah dicabut untuk mengatur suatu substansi tertentu, missal SDA yang dicabut/ditarik melalui adanya putusan MK/MA atau karena lahirnya UU baru, apakah proses penyusunan atau harmonisasi tetap dilanjutkan?

4). Kanwil Bali : Dalam UU Cipta Kerja terdapat perubahan skema pengaturan, missal pengaturan terkait RDTR yang sebelumnya diatur dengan instrument Perda diubah menjadi diatur dengan Perkada, bagaimana jika usulan Perda sudah masuk dalam daftar Perda yang akan dibahas dalam propemperda?. Terkait hukum adat, jika diberlakukan dalam suatu daerah, apakah bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan negara? Selanjutnya terkait substansi pembebanan, bolehkah perkada berisi pembebanan kepada masyarakat?

 

5). Biro Hukum Sulawesi Selatan : Bagaimana menyusun NA dan Ranperda jika ada UU atau peraturan yang lebih tinggi dari Perda yang mendelegasikan memberi tenggat waktu? Padahal proses penyusunan sebuah Perda dalam propemperda dan penganggaran biasanya sudah ada jadwal yang telah ditetapkan?. Apakah untuk pengharmonisasian Perda APBD wajib menyertakan NA?

 

6). Kanwil Bangka-Belitung: Bagaimana urgensi pembentukan blue print pedoman harmonisasi?. Saran : perancang diberikan fungsi bukan hanya sebagai penengah/wasit, tetapi juga sebagai pemecah masalah.

 

7). Kanwil Jambi : Apakah Kanwil dapat menolak harmonisasi NA dan Raperda yang tidak melibatkan perancang Kanwil dalam proses pembentukannya?

 

8). Bagian Hukum Kabupaten Merangin: Jika ada perancang yang sudah dilantik tetapi belum mengikuti diklat diikutsertakan dalam proses pembentukan perda, bagaimanakah keabsahan peraturan tersebut?

 

9). Kanwil DIY : Bentuk, struktur maupun tata cara pembentukan UU Ciptaker tidak mengikuti kaidah/pedoman sebagaimana termuat dalam UU No.12/2011 beserta lampirannya. Jika daerah mau membuat semacam omnibus Perda seperti UU ciptaker, pedoman apa yang dipakai untuk menyusun maupun mengharmonisasinya?

               B. Jawab :

    1). Perda disusun berdasarkan kewenangan atribusi dan delegasi, kewenangan atribusi dijalankan sepanjang masih merupakan urusan dari daerah tersebut untuk mengaturnya, jadi diluar ketentuan tersebut, tidak diperkenankan membentuk perda.

2). Untuk pertanyaan Pemda Sulbar dan Papua Barat, sebaiknya membuat kajian terhadap UU No.5/2014 tentang ASN, Peraturan pelaksananya, sampai pada PermenPAN RB dan permenkumham yang mengatur tentang rumus cara menghitung angka kebutuhan ideal pegawai termasuk JFT yang dibutuhkan, JFT termasuk perancang. Setelah analisis dilaksanakan, tinggal mengikuti aturan main yang telah ada dalam aturan-aturan tersebut untuk memenuhi kuantitas dari yang dibutuhkan oleh daerah. Selanjutnya terkait peningkatan/pemberdayaan kualitas perancang, ini adalah merupakan tusi dari ditjen PP sebagai Instansi pembina.

3). Jika terdapat perubahan dinamika dalam substansi UU atau PUU diatas Perda yang perlu penyesuaian ke dalam Perda, maka menjadi tugas perancang untuk menyampaikan wajibnya Pemda untuk mengikuti rujukan terbaru beserta konsekuensinya jika mengikuti atau tidak mengikuti.

4). Jika sebuah Ranperda belum disahkan, maka masih bisa dihentikan pembahasannya dan dapat ditarik Kembali oleh inisiator dengan disertai legal reasoning yang jelas. Terkait RDTR, selama masih di propemperda, maka dapat ditarik dan propemperda diubah/disesuaikan. Terkait pemberlakuan hukum adat, hukum adat dikatakan bertentangan/tidak harus dilihat substansinya. selama substansinya tidak lepas dari prinsip-prinsip fundamental NKRI, maka tidak bertentangan dan dapat diberlakukan dimasyarakat bersamaan dengan hukum nasional. Untuk pembebanan yang diletakkan menjadi materi muatan Perkada, boleh-boleh saja selama pembebanan itu bukan yang bersifat HAM, Pajak dan Retribusi maupun Pidana. Karena ketiga hal tersebut hanya bisa dimuat dalam UU atau Perda. Sementara pembebanan yang berupa izin, syarat, mekanisme dst, dapat menjadi muatan Peraturan Kepala Daerah (Perkada).

5). Jika ada delegasi PUU yang memberikan tenggat waktu terhadap penyusunan NA dan Ranperda, maka seyogyanya dipatuhi oleh Pemda. Pemda memang pada saat ini dituntut untuk dapat bekerja secara efektif dan efisien, cepat, tepat dan akurat. Dalam proses pengharmonisasian APBD tidak perlu dilampirkan NA, dapat dicek Kembali pada ketentuan dalam UU No.15/2019.

6). Untuk blueprint pedoman harmonisasi memang perlu segera disepakati semua kementerian untuk menjadi pedoman bersama, apalagi Pasal 181 UU Ciptaker telah mengamanatkan pembentukan pedoman ini. Diharapkan jika pedoman ini telah ada selaian dapat  meningkatkan kualitas Perda melalui proses harmonisasi juga meminimalisir kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah yang masih berdasarkan kebutuhan politik.

7). Pelibatan perancang dalam penyusunan NA masih bersifat non imperative, sehingga tanpa melibatkan Kanwil pun tidak apa-apa, sehingga Kanwil tidak boleh menolak NA yang diajukan untuk proses harmonisasi meskipun prosesnya tidak melibatkan Kanwil.

8). Pelibatan Perancang dalam pembentukan PUU tidak/belum mensyaratkan apakah perancang bersertifikat Diklat/tidak, sehingga perancang manapun yang dilibatkan baik yang sudah diklat atau belum tidak berpengaruh terhadap keabsahan produk hukum daerah, hanya mungkin berpengaruh terhadap kualitas produk yang didampingi perancang bersertifikat/tidak bersertifikat diklat.

9). Bagi perancang, sebisa mungkin jangan mengarahkan daerah untuk menyusun omnibus Perda. Hindari hal ini selama UU No.12 tahun 2011 beserta lampirannya belum dibenahi. Permasalahan omnibus law perlu diskusi lebih dalam dan forum yang  berbeda dari forum pendalaman perancang hari ini.

4. Moderator menyimpulkan hasil diskusi sekaligus menutup acara.

 

 

 

 

NoFile Pendukung
1.Notula Forum Pendalaman Materi bagi Perancang PUU 1509.docx

Komentar (0)