Rapat penyusunan Raperda Kab. Sleman tentang Pemberdayaan Desa Wisata


YUSTI BAGASUARI, S.H.
diposting pada 07 Februari 2022

Hari/Tanggal   : Senin, 07 Februari 2022

Waktu              : 11.00-12.00 WIB

Tempat            : Ruang Rapat Komisi C DPRD Kab. Sleman

Peserta                        :

1.   Pansus DPRD Kab. Sleman

2.   Perancang PUU Kanwil Kemenkumham DIY (Handoko Wahyudi, Yusti Bagasuari)

 

Acara: Rapat penyusunan Raperda Kab. Sleman tentang Pemberdayaan Desa Wisata

 

Jalannya rapat.

1.    Rapat dibuka oleh Ketua Pansus.

2.    Pemaparan tanggapan Kumham atas Raperda Pembedayaan Desa Wisata:

-       Berdasarkan Pasal 18 UU 6/2014, kewenangan desa dibagi dalam beberapa bidang yaitu penyelenggaraan pemerintahan desa; pelaksanaan pembangunan desa; pembinaan kemasyarakatan desa; dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa.

-       Tujuan pembentukan raperda telah dijabarkan dalam penjelasan umum yaitu optimalisasi potensi destinasi wisata desa, mengangkat dan melindungi  keragaman budaya dan kearifan lokal, serta berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan,. Hal tersebut sejalan dengan tujuan pembangunan desa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 UU 6/2014 yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dea dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar; pembangunan sarana dan prasarana desa; pengembangan potensi ekonomi lokal; pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

-       Terkait pengelolaan desa wisata, dalam Pasal 2 ayat (1) huruf t Permendagri 30/2006 disebutkan bahwa salah satu urusan pemerintahan kabupaten/kota yang pengaturannya dapat diserahkan kepada desa adalah bidang pariwisata. Adapun rincian urusan pemerintahan kabupaten/kota yang dapat diserahkan pada bidang pariwisata kepada desa adalah sebagai berikut:

a.    pengelolaan obyek wisata dalam desa di luar rencana induk pariwisata,

b.    pengelolaan tempat rekreasi dan hiburan umum dalam desa,

c.    rekomendasi pemberian ijin pendirian pondok wisata pada kawasan wisata di desa, dan

d.    membantu pemungutan pajak hotel dan restoran yang ada di desa.

-       Teknik penyusunan Raperda harus sesuai dengan Lampiran II UU 12/2011 serta harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan pedoman EYD

-       Konsideran “Menimbang”, perlu menyesuaikan dengan BAB IV NA dan butir 19 Lampiran II UU 12/2011. Disarankan redrafting sebagai berikut:

a.    bahwa Desa Wisata mempunyai peranan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemerataan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, optimalisasi potensi ekonomi dan karakteristik daerah, mengangkat dan melindungi nilai-nilai budaya, agama, adat istiadat, serta  menjaga kelestarian lingkungan;

b.    bahwa Pemberdayaan Desa Wisata perlu didukung dengan peningkatan kualitas sumber daya desa melalui penetapan kebijakan, program, dan pendampingan oleh Pemerintah Daerah;

c.    bahwa untuk memberikan arah, landasan, dan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan Desa Wisata, diperlukan pengaturan tentang Pemberdayaan Desa Wisata;

d.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Desa Wisata;

-       Dasar hukum mengingat disarankan menyesuaikan butir 28, 39, dan 40 Lampiran II UU 12/2011, yaitu memuat dasar kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan dan peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan peraturan perundang-undangan. Cukup mencantumkan Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945, UU pembentukan daerah, dan UU pemerintahan daerah. Disarankan angka 2, 4, 5, 6, 8, 9, dan 10 dihapus.

-       Pasal 2, penulisan ayat disarankan dihapus.

-       Pasal 3, belum ada penjelasan pasal huruf f, g, dan h.

-       BAB II, pemberdayaan desa wisata seharusnya diawali dengan penetapan desa wisata.

-       Pasal 5, rumusan norma perlu diperbaiki dengan memperjelas subjek yang berwenang melaksanakan pemberdayaan masyarakat, siapa yang diberdayakan, dan bentuk pemberdayaan masyarakat.

-       Pasal 5 ayat (4), Pasal 12, Pasal 21, dan Pasal 32 ayat (4), penggunaan frasa “diatur dengan” dalam pendelegasian artinya mewajibkan Pemda untuk (nantinya) Menyusun perbub secara sendiri-sendiri sesuai materi yang disebutkan dalam delegasi tersebut. Jika yang diinginkan memang untuk membuat Peraturan bupati yang banyak sebagai peraturan pelaksanaan raperda ini, maka penggunaan frasa “diatur dengan”, sudah tepat. Akan tetapi jika sebailknya, maka disarankan agar pendelegasian menggunakan frasa “diatur dalam” supaya tidak terlalu banyak peraturan bupati yang akan dibuat.

-       Pasal 7 disarankan menyempurnakan norma dengan menambahkan operator norma “harus”  setelah frasa “sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf (a).” (jika tidak ditambahkan maka pasal ini bukan norma, tapi hanya pernyataan dan tidak perlu jadi pasal-cukup dimasukkan ke penjelasan).

-       BAB IV disarankan untuk diubah menjadi BAB II.

-       Pasal 9 ayat (1) terdapat dua norma yaitu pencangan desa wisata dan permohonan penetapan desa wisata. Perlu menyesuaikan butir 83 Lampiran II UU 12/2011 bahwa satu ayat hendaknya hanya memuat satu norma yang dirumuskan dalam satu kalimat utuh. Disarankan dipecah menjadi 2 ayat. Rumusan norma perlu diperbaiki dengan memperjelas subjek yang berwenang mengajukan permohonan desa wisata.

-       Pasal 9 ayat (3) perlu memperjelas makna “lurah lintas kalurahan” karena multitafsir, jika desa wisata melewati beberapa kalurahan siapa yang harus mengajukan?

-       Pasal 10, rumusan norma perlu diperbaiki dengan memperjelas subjek yang berwenang melakukan penilaian permohonan, Bupati atau Perangkat Daerah?

-       Penormaan Pasal 10 belum mencantumkan ayat (1) dan dalam tabulasi Pasal 10 ayat (2) disarankan untuk ditambahkan kata sambung.

-       Pasal 11, produk hukum Surat Keputusan siapa? Bupati atau Kepala OPD?

-       Pasal 16, tidak ada penjelasan ayat mengenai siapa saja yang termasuk kategori kelompok rentan. Urutan penulisan ayat belum tepat (tidak urut)

-       Pengaturan Pasal 19 dan 20 disarankan untuk masuk kedalam BAB X tentang Kerja Sama.

-       Pasal 32 ayat (3), mohon dikaji kembali apakah sanksi administratif akan dikenakan berurutan atau tidak, sebab penggunaan kata sambung “atau” bermakna sanksi yang diberikan alternatif tanpa harus didahului sanksi paling ringan.

3.    Tanggapan Pansus:

-       Pasal 32 ayat (3) disarankan menggunakan kata sambung “dan/atau”.

-       Raperda ini mendetailkan lagi RIPK.

-       Desa wisata tidak hanya ada di desa tapi juga di kota.

4.    Rapat ditutup.

Komentar (0)