FGD Raperda DIY tentang
Pengarusutamaan Gender
Hari/tanggal : Kamis, 25 November 2021
Waktu :
12.30 WIB - Selesai
Tempat :
Ruang Rama Sinta Ballroom KJ Hotel Yogyakarta
Peserta Rapat : (terlampir)
1.
Bapemperda DPRD DIY;
2.
Setwan DPRD DIY;
3.
Bappeda DIY;
4. DP3AP2 DIY dan DP3AP2 Kab/Kota se-DIY;
5. Dinas Sosial DIY;
6. Biro
Bina Pemberdayaan Masyarakat Setda DIY;
7. Tim
Penyusun;
8. CV
Multi Lisensi;
9. Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban Kanwil DIY;
10. Perancang Peraturan Perundang-undangan Kanwil Kemenkumham DIY (Farid Ario Yulianto dan Iffa Choirun Nisa)
Jalannya rapat :
1.
Rapat dibuka oleh Bapak Afika Rahman
selaku moderator.
2. Paparan TA mengenai sistematika raperda (terlampir).
3.
Paparan Narsum I – Bapak Dr. Aslan
(DPRD DIY) :
· UU 12/2011 sudah memberikan pedoman
bagi penyusunan NA dan draft raperda yang diatur di Lampiran I dan Lampiran II.
Mohon untuk disesuaikan;
· identifikasi masalah dalam NA bisa
dikelompokkan. Yang ada di NA lebih kepada potret dari kinerja pemda dalam
penyelenggaraan PUG, justru lebih pas masuk ke kajian teoritik dan empirik;
· harus dikaji lagi ada masalah apa di
DIY terkait PUG dan apa solusinya? Serta kenapa harus diatur dengan perda?
· perlu dikaji kajian filosofis, sosiologis
dan yuridisnya seperti apa?
· data tidak sinkron dengan BPS, yang
justru mencatat adanya kenaikan pelaksanaan PUG di DIY. Sebaiknya ada data statistiknya di kajian
empirik.
4.
Paparan Narsum II oleh Ibu Dr. Nur
Azizah, M.Si (Fisipol UMY) :
a. IPG dan IDG merupakan hal yang abstrak
karena datanya berupa angka/statistik;
b.
perlu fokus agar tidak semua urusan
gender diurus;
c. IDG antara perempuan dan laki-laki
mengalami ketimpangan, sehingga perlu untuk diekspos lagi;
d.
PUU sudah cukup banyak, tapi
implementasinya yang perlu dikaji. Apakah sudah berjalan dengan baik?
e.
implementasi, output, dan outcome
masih lemah;
f. dalam ruang lingkup perlu ada peran
serta pemerintah provinsi, kabupaten, kapanewon, dan kalurahan dalam
mengimplementasi PUG;
g. ruang lingkup jangan hanya abstrak,
tapi perlu juga mengatur perilaku aparat pemerintah;
h.
proses pengawasan atau evaluasinya
seperti apa?
i.
indeks PUG untuk mengukur kinerja
lurah di tingkat desa;
j.
bagaimana peran ombudsman?
5.
Paparan Narsum III – Bapak Dr. Mochamad
Sodik, S.Sos., M.Si (Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga) :
a. isu kesetaraan dan keadilan gender
maupun pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan kelompok rentan perlu dikaitkan
dengan collaborative governance;
b.
sinkronisasi definisi pada raperda dan
NA;
c.
perlu ada penguatan terhadap :
·
penajaman analisis data kuantitatif;
·
analisis perbandingan antar wilayah
kab/kota di DIY;
·
analisis masalah dalam perbandingan
waktu;
· penggunaan bahasa indonesia yang baik
dan benar/standar kesalahan teknis penulisan.
6.
Sesi tanya jawab dan masukan dari
peserta :
a.
Ibu Novi
· Pasal 13 menyebutkan kelompok rentan.
Perlu dijelaskan di penjelasan;
· perlu ada klausul jangka waktu
penyusunan pergub sebagai peraturan pelaksananya;
· frasa “pemerintah provinsi†diubah
menjadi “pemerintah daerah DIYâ€;
b.
Ibu Rofi (DP3AP2 DIY)
· Pasal 3 : kenapa ada “fasyankes� Apakah
typo atau memang dibahas?
· definisi anggaran responsif gender
berbeda dengan pergub yang sudah ada. Perlu didiskusikan akan menggunakan yang
mana agar tidak menimbulkan pemahaman yang berbeda;
· Pasal 8 : agar lebih tegas, jangan
menggunakan frasa “didorongâ€;
· Pasal 28 ayat (8) : alat analisa
gendernya hanya sedikit, padahal sebelumnya disampaikan banyak teknik analisis;
· Pasal 30 : diklat yang melakukan
siapa? Belum jelas aturannya;
· Pasal 35 : forum gabungan PUG
menginduknya ke siapa? Karena terkait pelaksanaan monitoring dan evaluasi;
· Pembinaan dan pengawasan kepada siapa?
· Pasal 42 : evaluasi terhadap dokumen
RKA dilakukan oleh dinas. Dinas ini siapa? Di pergub sudah ada elemen penggerak
(OPD driver), yang tidak hanya terdiri atas bappeda saja.
c.
Bapak Dodi (Bappeda)
· di Pasal 1 belum ada pengertian mengenai
apa saja yang diarusutamakan;
· belum ada pengaturan mengenai apa saja
kegiatan yang diregulasikan/diklaim oleh OPD bernuansa gender;
· terkait dengan Pasal 11, pada tahun
2019 ada Permendagri 90 yang sangat mengikat semua instansi. Bahwa RKA bukan
jobdesk Bappeda. Tugas Bappeda hanyalah menggerakkan lintas sektor;
· Pasal 42 agar diperbaiki karena evaluasi
RKA bukan tusi Bappeda;
· Pasal 42 : terdapat frasa “dilaksanakan
oleh dinasâ€, disarankan agar ditambahkan “sesuai dengan kewenangannyaâ€;
· yang jadi mainstream dari raperda ini
apa? Atau apa yang menjadi mayor yang masuk dalam nuansa gender?
7.
Rapat ditutup.
No | File Pendukung |
1. | Notula PUG 25 Nov 21.doc |
Komentar (0)