Rapat Kerja Pansus BA 31 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas


YUSTI BAGASUARI, S.H.
diposting pada 16 November 2021

Hari/tanggal     : Selasa, 16 November 2021

Waktu              : Jam 10.50- 13.00 WIB

Media              : Ruang Rapat Gabungan Lt. 3 DPRD DIY

Peserta Rapat:

1.    Ketua dan Anggota Pansus BA 31 Th. 2021 DPRD DIY;

2.    Setwan DPRD DIY

3.    Dinsos DIY;

4.    Disdikpora DIY;

5.    Disnakertrans DIY;

6.    BPKA DIY;

7.    Bappeda DIY;

8.    Biro Hukum Setda DIY;

9.    Biro Bina Mental Spiritual Setda DIY;

10.  Biro Bina Pemberdayaan Masyarakat Setda DIY;

11.  Biro Administrasi Perekonomian dan SDA Setda DIY;

12.  Biro Pengembangan Infrastruktur Wilayah dan Pembiayaan Pembangunan Setda DIY;

13.  Perancang Kanwil Kumham DIY (Agustinus Tri Wahyudi, Adhitya Nugraha, Yusti Bagasuari)

Acara: Rapat Kerja Pansus BA 31 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas

 

Jalannya Rapat:

1.    Rapat dibuka oleh Ketua Pansus Bpk Yazid.

2.    Pembahasan pasal per pasal:

a.    Bagian Kedua Aspek Keadilan dan Perlindungan Hukum

-       Dinsos: Perda 4/2012 mengamanatkan untuk menyusun Pergub, Raperda sudah lebih detail mengatur sehingga tidak mengamanatkan delegasi ke Pergub. Penyandang disabilitas tidak hanya dibantu ketika ada masalah tapi juga diberikan pemahaman/edukasi terkait peraturan perundang-undangan.

-       Biro Hukum: Pergub 60/2014 disusun mendasarkan Perda 4/2012, pasal 8 perlu ditambahkan ayat baru untuk dijadikan landasan bagi Biro Hukum merevisi Pergub terdahulu (penambahan delegasi ke Pergub), sebab dalam Perda 4/2012 bankum hanya bagi penyandang disabilitas tidak mampu, sedangkan dalam Raperda dan UU 8/2016 tidak ada batasan penyandang disabilitas mampu/tidak mampu.

-       Kumham:

·         Pendampingan dan sosialiasi sudah dijabarkan, kenapa fasilitasi tidak dijabarkan?

·         “penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum” diartikan penyandang disabilitas sebagai pelaku, bagaimana pengaturan terhadap penyandang disabilitas yang statusnya sebagai korban/saksi? Mungkin dalam memberikan kesaksian tuna rungu/wicara dapat diberikan fasilitas supaya mereka dapat menyampaikan hak-haknya.

-       Dinsos: Raperda tidak hanya penyandang disabilitas miskin, tapi bagi seluruh penyandang disabilitas, sependapat dengan penambahan ayat delegasi.

-       Biro Hukum: Fasilitasi dan pendampingan muncul di Pasal 8, pemda tidak bisa secara langsung memberikan bankum, hanya berupa fasilitasi penyediaan bankum. Pendampingan diberikan litigasi dan nonlitigasi. Pemberian bankum Pasal 8 ayat (1) bentuknya fasilitasi bankum dari Pemda bekerja sama dengan LBH yang sudah diakreditasi Kumham. Rincian akan di-breakdown dalam Pergub. Apabila diperlukan tambahan materi dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a dan b akan ditambahkan untuk membunyikan fasilitasi dan pendampingan.

-       Pansus: pasal 7 ayat (2) perlu dikaji ulang.

b.    Bagian Kesepuluh Aspek Kesejahteraan Sosial

-       Dinsos:

·         Paragraf 2 rehabilitasi sosial berkaitan dengan upaya2 pengembalian keberfungsian penyandang disabilitas. Habitasi faktor dari lahir, rehabilitasi tidak hanya karena faktor lahir.

·         Ketika melakukan proses pelayanan kesejahteraan sosial perlu ditegaskan kewenangan data.

c.    Bagian Ketiga Aspek Pendidikan

-       Dinsos: Pasal 10 ayat (2) pelaksanaan fasilitasi pendidikan harus ada batasan kewenangan.

-       Pansus: SLB masuk kewenangan provinsi, sampai sejauh mana kita bisa mengatur.?

-       Disdikpora: Berusaha agar anak penyandang disabilitas masuk sekolah inklusi dengan memberikan guru pendamping.

-       Pansus: Pada pelaksanaan di lapangan, sekolah diwajibkan pendidikan inklusif, sekolah umum tidak boleh menolak siswa penyandang disabilitas tapi ada kriteria tertentu. Banyak sekolah menolak dengan alasan guru tidak ada. Bila sekolah negeri ada guru, tapi di swasta tidak. Perlu cantolan hukum untuk fasilitasi guru di sekolah negeri dan swasta termasuk SLB. Perlu tenaga khusus misalnya terapis. Jika Raperda mengamanatkan, ada cantolan Disdikpora untuk menganggarkan.

-       Disdikpora: Permasalahan paling mendasar ketersediaan GPK. Harus menjamin kualitas pendidikan ada beberapa aternatif, mengirim GPK ke sekolah inklusif dengan insentif yang sangat terbatas. GPK dijadikan tenaga bantu supaya lebih terjamin kesejahteraannya. Anak penyandang disabilitas perlu terapi rutin, perlu jaminan dari Pemda agar terapi dapat terjamin dengan baik. Keberadaan terapis di sekolah negeri/swasta menjadi syarat dasar pendidikan berkualitas untuk ABK, sehingga selain GPK sebagai naban juga perlu ada terapis. Perlu ada juga jaminan pendidikan tanpa memandang kemampuan ekonomi orang tua karena butuh pendidikan yang berbeda dengan anak reguler.

-       Biro Hukum: GPK sudah dimasukkan Pasal 12 ayat (4), tidak berbunyi langsung namun disebutkan penyiapan dan penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan oleh ULD di Disdikpora. Dalam Raperda belum secara eksplisit belum dimasukkan, akan dicarikan padanan kata terlebih dahulu. Terapis akan dimasukkan dalam Pasal 12 ayat (4).

-       Disdikpora: Penyiapan dan penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan masih sangat umum, perlu memperjelas naban. SLB negeri dan swasta sebagian siswa harus di asrama, bagaimana akomodasi asrama dapat dipenuhi, tidak hanya kebutuhan harian, tapi juga tenaga yang akan mengelola asrama, Disdikpora hanya dapat memberikan bantuan makan.

-       Dinas Sosial mengelola SLB Panjatan dan SLB Playen, menyediakan pelayanan dasar dan pendamping. Dalam Raperda Pasal 12 ayat (1) huruf i pemda memfasilitasi lembaga penyelenggara pendidikan dalam menyediakan akomodasi yang layak.

-       Disdikpora: pasal 12 ayat (4) huruf i dalam penjelasan anggaran berkaitan dengan asrama.

-       Biro Hukum: Rekruitmen naban dijabarkan dalam penjelasan Pasal 12 ayat (4) huruf c. Apakah sarana prasarana termasuk asrama, kalau tidak termasuk sarana prasaran dapat ditambahkan materi baru. Menggunakan frasa “paling sedikit” sehingga Pemda dapat memberikan penambahan fasilitasi.

-       Disdikpora: Mengusulkan penambahan materi asrama dan antar-jemput. Penyediaan asrama dari tenaga sampai operasional. Ditambahkan huruf e penyediaan asrama, huruf f penyediaan transportasi.

-       Dinas Sosial: Pasal 11 ayat (1) disempurnakan menjadi “Penyelenggaraan Pendidikan Khusus dilaksanakan melalui Sekolah inkusif dan Sekolah Luar Biasa.” Apakah dimungkinkan ada jamdiksus?

-       Pansus: Presentase penerima jamdiksus khusus siswa DIY akan sangat kecil, tapi tidak ada salahnya untuk dicantumkan.

-       Disdikpora: Sudah tidak ada bantuan belajar dari pusat, sehingga disarankan untuk dialihkan melalui jamdiksus.

-       Dinsos: Kemensos sudah ada kartu identitas penyandang disabilitas, bagaimana bila itu menjadi kartu penyandang disabilitas daerah.

-       Disdikpora: Mengusulkan agar menghapus frasa “tidak mampu” dalam pasal 12 ayat (1) huruf e karena dikhawatirkan orang tua penyandang disabilitas menjadi miskin karena membiayai pendidikan anaknya.

-       Pansus: Jamkesus diperuntukkan bagi semua penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas lebih banyak yang tidak mampu, asupan gizi sejak kecil kurang/terdapat masalah genetika sehingga mengakibatkan disabilitas. Jamkesus tidak untuk masyarakat miskin saja karena terdapat disabilitas yang membutuhkan terapi rutin sehingga dikhawatirkan memiskinkan orang tua. Sedangkan jamkesus bagi penyandang disabilitas kurang mampu bukan berarti merampas/memberikan kesempatan bagi orang mampu untuk mendapatkan pendidikan gratis tapi presentase bagi orang tidak mampu jadi kecil.

-       Dinsos: Mengusulkan penambahan materi baru huruf f yaitu “menyediakan jaminan pendidikan khusus bagi anak penyandang disabilitas untuk membiayai pendidikannya.”

-       Kumham: Raperda lebih condong mengakomodir penyandang disabilitas sebagai peserta didik, padahal dalam pasal 10 UU 8/2016 menyebutkan pendidik/tenaga kependidikan, disarankan menambah norma penyandang disabilitas sebagai pendidik/tenaga kependidikan, misalnya menjamin kesempatan yang sama dalam mengembangkan kompetensi, kesejahteraan sebagai pendidik/tenaga kependidikan.

-       Biro Hukum: pada awal drafting materi keikutsertaan penyandang disabilitas akan muncul berulang pada setiap aspek, sehingga dimunculkan khusus dalam pasal 99 partisipasi penyandang disabilitas dan pasal 101 peran serta masyarakat.  

-       Dinsos: Penambahan materi pasal 11 ayat (3) huruf d yaitu “memberikan layanan pendidikan bagi peserta didik penyandang disabilitas.”

-       Biro Hukum: Penyempurnaan Pasal 15 menjadi:

(1)  Pemerintah Daerah melakukan edukasi kepada penyelenggara pendidikan, guru, peserta didik, dan masyarakat tentang pencegahan perundungan dan pentingnya menciptakan rasa aman bagi anak dengan keberagamannya.

(2)  Tindakan perundungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a.        fisik;

b.        psikis;

c.        verbal;

d.        sosial; dan/atau

e.        siber.

(3)  Pemerintah Daerah membangun mekanisme pengaduan secara berjenjang untuk memberikan perlindungan peserta didik dan masyarakat Disabilitas dari perundungan.

Komentar (0)