Rapat kerja Pansus IV Raperda Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Menular


NI MADE WULAN, S.H., M.H.
diposting pada 03 Agustus 2021

NOTULA

Rapat Kerja Pansus IV Raperda Kabupaten Sleman tentang Pencegahan, Penanggulangan, dan Pemberantasan Penyakit Menular

 

Hari/Tanggal

:

Selasa, 3 Agustus 2021

Tempat

:

Via zoom meeting

Agenda

:

Rapat Kerja Pansus IV Raperda tentang Pencegahan, Penanggulangan dan Pemberantasan Penyakit Menular

 

Peserta :

1.     Anggota Pansus IV DPRD Kabupaten Sleman;

2.     Kasubid FPPHD Kanwil Kemenkumham DIY;

3.     Perancang Peraturan Perundang-undangan ( Ni Made Wulan dan Wisnu Indaryanto)

 

Jalannya Rapat:

1.    Rapat dibuka oleh pimpinan rapat, dr. Raudi Akmal dan disampaikan bahwa agenda rapat hari ini adalah membahas hasil harmonisasi yang telah dilaksanakan oleh Kanwil Kemenkumham DIYterhadap Raperda tentang Pencegahan, Penanggulangan dan Pemberantasan Penyakit Menular.

2.    Kumham menyampaikan hasil harmonisasi yang garis besarnya adalah sebagai berikut:

a.    Peraturan Bupati Sleman Nomor 37.1 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 merupakan salah satu bentuk respon Pemerintah Kabupaten Sleman dalam rangka memutus mata rantai penularan dan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam upaya pada berbagai aspek kehidupan dengan menerapkan protokol kesehatan, yang diperkuat dengan penerapan disiplin dan penegakan hukum. 

b.    Bahwa ruang lingkup yang diatur dalam Perbup Sleman Nomor 37.1 Tahun 2020 meliputi pelaksanaan, sanksi, sosialisasi dan partisipasi, monitoring dan evaluasi, serta pendanaan penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan1. Dalam Perbup tersebut juga telah diatur mengenai protokol-protokol kesehatan apa saja yang harus dilaksanakan oleh perorangan, pelaku usaha, maupun pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum, selaku sasaran penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Perbup Sleman Nomor 37.1 Tahun 2020. Dalam hal protokol kesehatan dilanggar oleh perorangan dan/atau pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas umum, maka akan diberi sanksi administratif, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Perbup Sleman Nomor 37.1 Tahun 2020. Meskipun sudah memuat pengaturan yang sedemikian rupa, dalam prakteknya masih ditemukan banyak pihak yang abai atas protokol-protokol kesehatan. Penegakan hukum atas pelanggaran protokol kesehatan tersebut juga belum dapat dilaksanakan secara maksimal karena di dalam Perbup hanya memberikan sanksi-sanksi administratif saja, yang diantaranya dapat berupa denda administrasi dengan nominal yang sedikit, yaitu sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah). Hal ini dapat saja berpengaruh pada tingkat efektivitas pelaksanaan Perbup, terutama pada bagian sanksi yang dianggap kurang memberikan efek jera bagi para pelanggar protokol kesehatan. Anggapan bahwa efek jera bagi pelanggar protocol Kesehatan masih kurang menyebabkan dorongan bagi pembentukan sebuah peraturan yang lebih besar dan kuat lagi dibandingkan Peraturan Bupati yang telah ada. Terlebih lagi saat ini perkembangan penyakit menular yang dikarenakan adanya mobilitas masyarakat dan ditularkan langsung oleh manusia memang sangat riskan terjadi dan banyak ragamnya. Hal ini yang menyebabkan dibutuhkan pengaturan yang lebih spesifik dan mampu mengatasi permasalahan menganai penyakit menular yang tidak hanya terhadap covid 19 saja namun semua penyakit menular yang akan datang namun ditularkan langsung oleh manusia kepada manusia. 

c.    Judul

Berdasarkan ketentuan angka 2 Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan bahwa Judul suatu peraturan Perundang–undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Perundang–undangan. Selanjutnya pada angka 3 disebutkan bahwa nama Peraturan Perundang– undangan dibuat secara singkat dengan hanya menggunakan 1 (satu) kata atau frasa tetapi secara esensial maknanya telah dan mencerminkan isi Peraturan Perundang– undangan. Sehingga dengan melihat dua rumusan ketentuan tersebut dapat disimppulkan bahwa judul peraturan perundang-undangan hendaknya dibuat secara singkat namun mencerminkan materi muatan isi dari peraturan perundang-undangan itu sendiri. Singkatnya, apabila pembaca membaca judul suatu peraturan perundang-undangan maka pembaca sudah dapat mengetahui secara garis besar pengaturan dari peraturan perundang-undangan tersebut. Tentunya penentuan judul dapat dikatakan mengikat terhadap materi muatan/isi yang diatur dalam peraturan perundang-udnangan yang akan disusun. Judul dari Raperda ini adalah Raperda tentang Pencegahan, Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Menular, namun di dalam batang tubuhnya belum mencerminkan pengaturan mengenai pencegahan, pengendalian dan penganggulangan penyakit menular. Selain itu, pengaturan yang termuat pada rumusan norma dalam batnag tubuh terkesan belum dapat berlaku umum bagi penyakit menular yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kondisi pandemic COVID 19 yang saat ini masih dihadapi di seluruh dunia. Perlu diingat bahwa dalam membentuka raperda tentang pencegahan, pengendallian dan penanggulan penyakit menular perlu mempertimbangkan pengaturan yang dapat berlaku unum terhadap penyakit menular lainnya selain COVID 19.

d.    Konsiderans Menimbang

Dalam perspektif umum pembentukan Peraturan Perundang- undangan, Konsiderans merupakan bagian awal sebuah (dalam konteks ini Peraturan Daerah) yang memuat uraian secara singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alas an pembentukannya. Bagian ini terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu: filosofis, sosiologis, dan yuridis.  Menurut kami, Konsiderans Raperda ini masih “terlalu berat” menggunakan “comparative approach” dengan Raperda daerah lain. Padahal, comparative approach yang kami maksud idealnya dilakukan dengan membandingkan Peraturan Daerah suatu daerah dengan Peraturan Daerah dari satu atau lebih daerah lain mengenai hal yang sama. Kegunaan pendekatan ini adalah untuk memperoleh persamaan dan perbedaan antara Peraturan Daerah yang diperbandingkan tersebut. Hal ini untuk menjawab mengenai isu antara ketentuan Peraturan Daerah dengan filosofi yang melahirkan Peraturan Daerah itu. Dengan melakukan perbandingan tersebut, pembentuk peraturan akan memperoleh gambaran mengenai konsistensi antara filosofi dan Peraturan Daerah di antara daerah-daerah tersebut. Landasan sosiologis disarankan lebih didekatkan dengan kondisi yang saat ini terjadi, dengan penyebaran penyakit menular yang begitu massif sehingga pemerintah mengambil banyak kebijakan yang harus cepat, tepat sasaran dan juga dapat dilaksanakan, selain itu dapat dilakukan oleh semua stakeholder baik pemerintah daerah, pemerintah pusat yang ada di daerah dan masyarakat. 

e.    Dasar Hukum Mengingat

Berdasarkan ketnetuan angka 28 Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan bahwa dasar hukum memuat:Dasar kewenangan pembentukan Peraturan Perundang- undangan; dan
Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 

Selanjutnya pada angka 39 disebutkan bahwa Dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah adalah Pasal 18 ayat (6) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang- Undang tentang Pembentukan Daerah dan Undang- Undang tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan kedua rumusan ketentuan tersebut maka dasar hukum mengingat raperda ini disarankan untuk menyesuaikan dengan kedua ketentuan tersebut dengan menghapus angka 3,4, 5, 6, 8 dan 9. 

 

f.     Batang Tubuh 

1)  Pasal 2 

Pasal 2 disarankan untuk melengkapi asas-asas yang secara otomatis merupakan asas-asas yang termuat dalam Peraturan Perundang-undangan di atasnya denganmelihat peraturan perundang-undanga yang terkait dengan pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan penyakit menular.

2)  Pasal 4

Ketentuan Pasal 4 (bahkan sampai dengan Pasal 5 yang masih berada dalam naungan Bab II) tidak membicarakan mengenai Penetapan oleh Pemerintah Daerah. Penormaan mengenai penetapan memang tertulis dalam Pasal 4 ayat (1) dengan frasa “Dalam hal Pemerintah telah menetapkan ... .”, akan tetapi penetapan tersebut dilakukan oleh Pemerintah (Pusat). Artinya, dalam Pasal 4 ini Pemerintah Daerah hanya bersifat mengumumkan saja mengenai jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar ...dst. Menurut kami, secara teknik (dan tentunya ada asas hukum untuk itu) terdapat perbedaan antara judul Bab II ini dengan isi yang menjelaskan judul bab tersebut. Terdapat setidaknya 2 (dua) alternatif untuk perbedaan tersebut. Pertama, dengan mengubah judul Bab II menjadi PENGUMUMAN, tanpa kewenangan menetapkan sesuai dengan isi dari Pasal 4 dan Pasal 5. Atau, kedua, dengan judul Bab II seperti dalam draft Raperda, yaitu PENETAPAN DAN PENGUMUMAN, akan tetapi isi dari Pasal-Pasal dalam Bab tersebut diubah sesuai dengan judulnya. Dalam huruf a di atas, kami beranggapan bahwa Pemerintah Daerah Sleman sudah menentukan batasan kewenangan dan pengaturan yang dimiliki Pemerintah Daerah. 

3)     Pasal 5 

Perlu dikaji kembali terkait hubungan dengan judul bab yaitu penetapan dan pengumuman, selanjutnya perlu diperhatikan mengenai penjabaran atau output konkrit yang dilaksnakan oleh Pemerintah Daerah setelah menetapkan prioritas utama di daerah selanjutnya dilakukan upaya pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit menular berdasarkan kriteria yang ditetapkan di dalam Pasal 5. Oleh karena penempatan pasal 5 berada di Bab tentang Penetapan dan Pengumuman disarankan agar rumusan pasal 5 dipindahkan ke bab tentang upaya tentang pencegahan, pengendalian dan penanggulangan penyakit menular dan bukan di bab ini. Perlu diperhatikan mengenai kata “prioritas daerah” hal ini berkaitan dengan pelaksanaan RPJM dan RPJP. 

4)    Bab III tentang UPAYA PENCEGAHAN, PENANGGULANGAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR
Materi muatan yang diatur dalam bab III adalah tentang Upaya Pencegahan, Penanggulangan dan Pengendalian Penyakit Menular, namun jika dicermati isi pengaturannya maka ditemukan ketidakkonsistenan perumusan norma dan sistematika pengaturannya. Perhatikan rumusan pasal 6 yang memuat rumusan upaya pencegahan, kemudian rumusan pasal 7 memuat upaya pengendalian penyakit menular, selanjutnya rumusan pasal 9 memuat pemberantasan penyakit menular. Ketiga rumusan norma dalam pasal-pasal tersebut mencerminkan ketidakkonsistenan perumusan norma yang seharusnya mengatur mengenai upaya pencegahan, penanggulangan dan pengendalian penyakit menular. Berdasarkan KBBI, kata “upaya” diartikan kegiatan sehingga disarankan pengaturan dalam Bab III memuat mengenai kegiatan atau bentuk konkrit pencegahan, penanggulangan dan pengendalian penyakit menular. Cermati kembali juga definisi dari pencegahan dan penanggulangan yang termuat dalam Bab I Ketentuan Umum, sehingga berdasarkan definisi tersebut dapat dijabarkan norma pengaturan di dalam batang tubuh raperda ini. Sedangkan pengendalian belum termuat definisi atau Batasan pengertiannya, sehingga perlu dikaji kembali ruang lingkup pengendalian yang akan diatur dalam raperda ini. Perlu diperhatikan mengenai rumusan Pasal 6 dalam upaya pencegahan hal ini belum dapat dikerjakan karena bentuknya sangat abstak, selain tidak diketahui siapa yang melakukan dan tidak didelegasikan ke dalam peraturan yang lebih teknis, sehingga saran kami pasal ini tidak berdaya guna. 

Pasal 7 juga disarankan untuk dikaji kembali, sebab penyakit menular mengarah kepada KLB atau wabah dapat menyebabkan pembatasan masyarakat. Hal ini ada ketidakpastian hukum dimana dasar yang sangat lemah dalam penetapan pembatasan masyarakat. Sehingga perlu diperhatikan Kembali perumusan pasal seperti ini. Pasal 8 dan Pasal 10 disarankan untuk diperhatikan pengacuan pasal demi pasal nya.
Pasal 9 dalam upaya pemberantasan hal ini belum dapat dikerjakan karena bentuknya sangat abstak, selain tidak diketahui siapa yang melakukan dan tidak didelegasikan ke dalam peraturan yang lebih teknis, sehingga saran kami pasal ini tidak berdaya guna. Pasal 10 dalam upaya pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan, hal ini belum dapat dikerjakan karena bentuknya sangat abstak, selain tidak diketahui siapa yang melakukan dan tidak didelegasikan ke dalam peraturan yang lebih teknis, sehingga saran kami pasal ini tidak berdaya guna. 

5)    BAB IV tentang PARTISIPASI MASYARAKAT
Pada Bab ini sebaiknya ditinjau ulang untuk didiskusikan lebih lanjut mengenai konsep Partsipasi, Keharusan, serta Hak dan Kewajiban.Sebagai gambaran umum saja, dalam Pasal-Pasal Bab IV terdapat Partisipasi, yang dapat diartikan perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan. Sedangkan keharusan (harus) menyatakan pemenuhan suatu kondisi atau persyaratan tertentu dengan implikasi apabila keharusan tersebut tidak dipenuhi, yang bersangkutan tidak memperoleh sesuatu yang seharusnya akan didapat seandainya ia memenuhi kondisi atau persyaratan tersebut. Terakhir, mengenai norma wajib, menyatakan adanya suatu kewajiban yang telah ditetapkan. Jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, yang bersangkutan dijatuhi sanksi.. Setelah memahami konsep ketiganya, barulah dapat diformulasikan mengenai Pasal-Pasal yang berkaitan dan tentu beserta implikasinya. Selain itu penulisan norma hukum dalam pasal demi pasal perlu memperhatikan UU 12 Tahun 2011, selain itu juga harus memperhatikan kosistensi penggunaan bahasa, agar dapat dimengerti maksud dari pembentuk peraturan perundang- undangan. 

6)    BAB V tentang HAK DAN KEWAJIBAN
Mohon diberikan penjelasan, mengapa partisipasi masyarakat diberikan rumusan norma mengenai sanksi. Sedangkan dalam bab berikutnya tentang hak dan Kewajiban masyarakat malah tidak diberikan rumusan pengaturan mengenai sanksi. Cermati kembali perbedaan antara partisipasi masyarakat dengan kewajiban. Masyarakat. Apabila mempedomani ketentuan angka 268 Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Thaun 2011 yang menyebutkan bahwa untuk menyatakan adanya suatu kewajiban yang telah ditetapkan, gunakan kata wajib. Jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, yang bersangkutan dijatuhi sanksi. 

7)    Pasal 24

Perlu menjabarkan bentuk konkrit dari kegiatan koordinasi, Kerjasama dan jejaring kerja yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. 

8)    BAB tentang PEMBIAYAAN

Perlu diperhatikan mengenai sumber pembiayaan dari kegiatan upaya pencegahan, penanggulangan dan pemberantasan ini, tanpa disebutkan adanya norma mengenai “sesuai dengan kemampuan Daerah” karena hal ini sudah menjadi kewajiban pemerintah Daerah, dan sesuai dengan norma sebelumnya yaitu menjadi “prioritas Daerah”. 

9)    Bab tentang KETENTUAN PIDANA

Perlu diingat mengenai Ketentuan Pidana adalah bahwa sifat dari pidana sendiri adalah ultimum remedium. Selanjutnya, karena sifat nya yang seperti itu, perlu pemahaman yang mendalam mengenai asas-asas umum ketentuan pidana yang ada di Indonesia. Hal tersebut menjadi penting karena asas-asas hukum pidana merupakan sebuah kesatuan sistem dalam sebuah Negara (dalam hal ini antara Undang-Undang dengan Peraturan Daerah, lihat Pasal 15 UU No. 12 Tahun 2011). 

3.    Diskusi dalam rapat sebagai berikut:

-       Pansus meminta bantuan kepada Kumham mengenai materi yang akan diatur dalam raperda ini terkait dengan pembangunan Centre Disease Crisis (Pusat Krisis Penyakit Menular) sebaiknya diletakkan dalam bagian mana dalam Raperda. Kumham menyampaikan bahwa terkait Centre Disease Crisi tersebut dapat diletakkan dalam bab II Upaya pengendalian penyakit menular namun perlu diperjelas konsep dari Centre Disesase Crisis ini, apakah setelah ditetapkannya Raperda ini akan mulai aktif atau hanya aktif disaat Pemda menetapkan suatu kejadian penyakit menular. Perlu diperjelas apakah ada perbedaan konsep antara Crisis Disease Centre dengan Satuan Tugas yang diatur dalam Pasal 11 Raperda ini. Dalam konteks koordinasi, jejaring kerja dan kemitraan dimungkinkan pula pengaturan mengenai Centre Disease Crisis, namun perlu dijelaskan lebih lanjut hubungan antara Lembaga satuan tugas dengan centre disesase crisis tersebut, yang tentunya memerlukan kajian lebih lanjut.

-       Pansus menanyakan apakah ketentuan mengenai sanksi yang ada di Peraturan Bupati dapat diatur di dalam Raperda ini, dan terkati dengan operator norma yang digunakan dalam beberapa rumusan norma yang mencantumkan kata harus atau wajib. Kumham menyampaikan bahwa pada prinsipnya operator norma akan berdampak pada pilihan atas dikenakan atau tidak dikenakan suatu sanksi. Oleh karena itu perlu dikaji kembali mengenai pengenaan sanksi terkait dengan pengaturan dalam raperda ini dengan mempertimbangkan politik hukum yang diambil oleh Pemda Sleman, selanjutnya baru dapat diputuskan ada atau tidaknya ketentuan sanksi di dalam raperda ini dan jika ada maka perlu dikaji bentuk sanksi yang diberikan, apakah administrative atau pidana. 

-       Pansus meminta penjelasan mengenai ketentuan mengenai penetapan dan pengumuman penyakit menular. Selanjutnya Kumham menyampaikan berdasarkan Pasal 155 ayat (1) Undang-Undang tentang Kesehatan yang secara lengkap berbunyi: Pemerintah daerah secara berkala menetapkan dan mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan daerah yang dapat menjadi sumber penularan. Berdasarkan ketentuan di atas, maka Pemerintah Daerah bertanggung jawab (dalam hal ini berwenang) untuk “menetapkan dan mengumumkan”. Perlu didiskusikan kembali mengenai kewenangan yang akan dinormakan dalam Bab II ini, sehingga sesuai dengan judul Bab yaitu penetapan dan pengumuman penyakit menular di Kabupaten. 

 

NoFile Pendukung
1.Screen Shot 2021-08-03 at 11.27.43.png
2.Notulensi Penyakit Menular Sleman 4Agustus2021.docx
3.WhatsApp Image 2021-08-03 at 09.32.06.jpeg

Komentar (0)