Public Hearing Raperda Kota Yogyakarta tentang Reklame


ANITA MARTHASARI, S.H.
diposting pada 16 Juni 2021

1.      Rapat dibuka pada jam 09.00 WIB oleh Pemimpin Rapat.

2.      Selanjutnya dilakukan Pembahasan Public Hearing Raperda Reklame Sebagaimana diuraikan di bawah ini:

a.       Penyampaian materi oleh Bapak Marwoto Hadi:

·         terdapat beberapa hambatan didalam Perda 2 tahun 2015. Salah satunya terkait perizinan reklame dipersamakan dengan bangunan Gedung, sehingga izin tidak dapat terbit dikarenakan tidak dimungkinkan dari berbagai aspek.

·         Terdapat persoalan tentang alas hak. Di dalam perda 2 th 2015 terdapat pasal terkait Penempatan reklame bisa ditrotoar disisi terluar sedangkan didalam perwal reklame harus bejarak 1 m dari ruang milik jalan, sehingga menjadi bertolak belakang.

·         Wilayah kota jogja yang kecil memungkinkan banyaknya reklame bergerak, sehingga perlu adanya pengaturan terkait reklame yang bergerak.

·         Perizinan reklame di kota Yogyakarta dirasa sulit sehingga iklim investasi di kota jogja statis dan tidak berkembang. Evaluasi dari gubernur tentang optimalisasi BMD, akan tetapi belum terlaksana.

·         Mengusulkan pembentukan Tim Perijinan reklame yang terdiri dari berbagai OPD. Sehingga terdapat ruang untuk berdiskusi bagi masyarakat guna memecahkan maslah yang terjadi.

·         Perda Reklame nantinya akan mengedepankan aspek penertiban atau penataan?. Pak Marwoto lebih cenderung ke aspek penataan bukan penertiban.

·         Pak Nindyo: Kebijakan yang lama menyebabkan permasalahan sekarang. Sehingga tujuan kebijakan yang lama ‘sedikit tapi mahal’ tidak bisa dilaksanakan untuk sekarang dikarenakan seiring berkembangnya zaman. Sehingga perda reklame yang nanti akan dibuat harus menyesuaikan aspek permintaan, penyediaan, legalitas, social, tata ruang dan sebagainya.

·         Pak Sony dari Kemantren mantrijeron: sepanjang jl kaliurang sampai jl simanjutak terdapat banyak reklame sehingga setuju dalam penataan reklame untuk mengurangi sampah visual.

·         Pak marwoto: untuk mengurangi sampah visual dapat dibuat bentuk reklame yang menyesuaikan dengan lima Kawasan ruang di jogja. Seperti contoh dikawasan kebudayaan harus menyesuaikan bentuknya.

·         Pak Gunawan dari Kemantren kotagede: Reklame yang sudah tidak bisa ditata harus ditertibkan. Harus ada penegasan terkait kewenangan siapa jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai? Apakah wilayah? Karena masyarakat melakukan pengaduan kepada wilayah?

Bagaimana cara mengetahui reklame itu sudah berizin atau belum?  

·         Pak Marwoto: setuju dengan reklame yang tidak bisa ditata langsung ditertibkan saja. Kewenangan penertiban ada di satpol PP, hanya saja pada saat pelaku mengajukan perizinan lalu membayar pajak, pasti ditarik jaminan bongkar. Pengaturan terkait jaminan bongkar tidak jelas, satpol PP tidak bisa melaksanakan hal itu.

·         Pemaparan materi oleh Bapak pamungkas DPTR

·         Pemaparan materi oleh Ibu Yosephina Kanwil Kumham

·         Pak Marwoto: Sepakat bahwa RTH dibebaskan dari reklame. Sepakat dalam hal bentuknya. Reklame di RTH sebaiknya diperbolehkan selama medianya kecil dan tidak berdiri sendiri.

·         Pak pamungkas: setiap masyarakat yang memanfaatkan ruang wajib dapat rekomendasi kesesuaian pemanfaatan ruang.  DPTR hanya memasukkan kegiatan reklame atau zonasi tata ruang dalam lampiran RTRW. Reklame diperbolehkan disemua zona hanya saja bersyarat. DPTR setuju reklame di RTH selama ukurannya kecil dan menempel pada sarana prasarana RTH dan tidak berdiri sendiri.

Komentar (0)