Rapat Penyusunan Raperda Kab. Sleman tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah


YUSTI BAGASUARI, S.H.
diposting pada 18 Agustus 2022

Hari/Tanggal   : Kamis, 18 Agustus 2022

Jam                 : 09.30 – 12.00 WIB

Tempat            : Meeting Room Merbabu Prima SR Hotel Sleman

 

Peserta Rapat:

1.    Bagian Hukum Setda Kab. Sleman

2.    Dinas Lingkungan Hidup Kab. Sleman

3.    Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kab. Sleman

4.    Bappeda Kab. Sleman

5.    Tim PSLH UGM

6.    Kanwil Kemenkumham DIY (Yusti Bagasuari)


Jalannya Rapat:

1.    Rapat dibuka oleh Bpk Henda (Bagian Hukum). Raperda ini akan mengatur perizinan LH melalui OSS, proyek strategis yang akan berdampak pada lingkungan hidup Sleman, dan strategi kebijakan lokal.

2.    DLH:

-       Urgensi pembentukan raperda adalah terbitnya UU Cipta kerja dan turunannya.  Penyesuaian nomenklatur sehingga Perda lama sudah tidak sesuai.

-       muatan lokal: pelayanan perizinan terkait persetujuan lingkungan. merupakan persyaratan dasar perizinan berusaha (KKPR, persetujuan lingkungan, PBG SLF).

-       persetujuan lingkungan: AMDAL, UKL-UPL, SPPL. pada kenyataannya kegiatan sudah berjalan tapi belum ada izin. PP 22/2021 sudah mengakomodir bahwa usaha atau kegiatan yang sudah berlangsung sebelum berlakunya PP wajib menyusun DELH/DPLH. Daerah lain menemui kendala serupa. Menjadi pekerjaan rumah bagi kami untuk memberi pemahaman kepada pelaku usaha ketika skala usaha mereka mengharuskan Amdal/UKL-UPL, harus memenuhi persetujuan lingkungan di PP.

-       baku mutu lingkungan hidup ikut  ikut provinsi karena karakteristik Sleman sama dengan kabupaten kota lain di DIY. jika belum ada baku mutu lingkungan hidup  provinsi merujuk kepada nasional.

-       KLHS sudah dilaksanakan sesuai PP dan PermenLH terkait RPJMD. KLHS RDTR dan RTRW diarahkan ke Dispetaru.

-       Sampah dan RTH sudah ada perda tersendiri.

-       Kita sepakat menggunakan istilah “perlindungan” sesuai dengan PP 22/2021.

3.    Bagian Hukum:

-       Konsistensi penyebutan “RPPLH di Daerah”.

-       RPPMAD dan RPPMUD  disebut berulang kali tapi belum ada definisi di ketentuan umum.

-       Hindari  penggunaan kata “provinsi”  untuk menyebut DIY.

-       Pasal 9 ayat 2 siapa yang menyusun peta, apakah DLH atau Dispetaru? Penganggaran disesuaikan dan pelaksanaan dilakukan secara bertahap. Ditambahkan penetapan dengan Keputusan Bupati.

[DLH: masih sampai inventarisasi, belum sampai menyusun peta]

-       Perencanaan RPPMA dan RPPMU  masuk dalam dokumen RPPLH. Nantinya ada dokumen tersendiri RPPLH Kabupaten yaitu peta, RPPMA (isi tahapan pasal 10) dan RPPMU.

-       Pasal 12 ayat 1 bentuknya Keputusan Bupati, bisa didelegasikan ke dinas.

Pasal 11 hanya air sungai tapi pasal 12 air sungai dan air permukaan bagaimana sinkronisasinya? Pasal 12 seharusnya penjabaran Pasal 10 ayat (2)  tapi belum diacu. Pasal 10 ayat (2) huruf c tidak diperlukan karena tahapan a dan b memang untuk menyusun RPPMA. Pasal 12 penyusunan dan penetapan RPPMA belum diatur dan tahapannya belum ada. Substansi RPPMA apa, padahal sudah disebutkan di Pasal 10 ayat (4).

[DLH: air tanah yaitu sumur dalam, air permukaan yaitu air sungai.

PSLH: arahan DLH, RPPMA ikut provinsi jika diatur secara rigid akan dilempar lagi ke DLH Sleman. sehingga dikunci pada pasal 12 ayat (4). Pengaturan untuk mengakomodir kewenangan daerah berdasarkan PP 22/2021.]

-       Pasal 13 ayat (4) “manual dan/atau otomatis” perlu diberikan penjelasan pasal.

4.    Kumham:

-       Format NA disesuaikan dengan Lampiran I  UU 12/2011 dan UU 13/2022. Belum ada kajian implikasi penerapan sistem baru.

-       Terkait permasalahan UMKM masih fokus pada masalah sektor perdagangan belum menjabarkan apa masalah yang terkait lingkungan akibat operasional UMKM maupun permasalahan perizinan  lingkungan bagi UMKM.

-       Perlu dicermati kembali materi muatan teknis yang akan didelegasikan ke Perbup karena dalam draf hanya terdapat satu  delegasi terkait kewenangan.

-       Dasar hukum mengingat sesuaikan dengan butir 28 dan 39 lampiran II UU 12/2011 karena  kewenangan dalam raperda ini merupakan atribusi maka cukup dicantumkan pasal 18 ayat (6) UUDNRI 1945, UU pembentukan daerah, dan  UU Pemda yang sudah diubah dengan UU 1/2022. Peraturan perundang-undangan  terkait yang tidak dicantumkan bukan berarti tidak digunakan karena sudah dianalisis dalam Bab III NA.

-       Diktum “memutuskan” perlu ditambahkan tanda baca titik dua. Kata ”menetapkan” diakhiri tanda baca titik.

-       Ketentuan Umum perlu di cermati kembali upakah semua istilah akan digunakan? Kesalahan umum yang biasa terjadi adalah sudah diberi batasan pengertian/definisi tapi penulisan dalam pasal-pasal berikutnya tidak diawali huruf kapital.

-       Pasal 7 kewenangan perlu disesuaikan Pasal 22 angka 23 UU Cipta kerja.

-       Pasal 9 ayat (3) huruf g & h perlu ditambahkan penjelasan pasal.

-       Sanksi administratif diletakkan melekat pada pasal yang memberikan sanksi administratif.

-       Ketentuan Pidana yang sudah diatur/mengacu pada UU  tidak perlu dituliskan kembali dalam Raperda.

[PSLH: pencantuman kembali dimaksudkan hanya sebagai penegasan.]

5.    Bappeda:

-       Dalam Raperda, penetapan KLHS oleh Pemda. Biasanya dalam Perda menyebutkan Bupati atau perangkat daerah yang membidangi. penetapan KLHS menunjuk perangkat daerah apa? Kalau ada pembagian kewenangan seperti perizinan sebaiknya ada penjelasannya.

-       Belum ada pasal yang menjelaskan siapa yang menyusun KLHS karena pengaturan dalam Raperda ini sangat makro. kalau makro bisa di DLH, sektoral bisa perangkat daerah yang mengampu masing-masing sektor.

-       Pasal 9 ayat 3 perlu pembagian tugas karena cukup berat. ada 1 data yang merupakan program Pemerintah Pusat dan sudah dibagi masing-masing sektor sehingga bisa kerjasama penyediaan data antar perangkat daerah.

-       DLH harus menyediakan pengelola data spasial.

6.    Kabag Hukum:

-       Terkait tata ruang akan dibawa kemana Sleman sampai 2041. Terkait perizinan, investor akan tahu ketika Sleman sudah punya tata ruang, mana lokasi yang bisa dimasuki. Sudah banyak yang mencari Perda tata ruang, implikasi pada perizinan, implikasi lanjutan pada lingkungan. Apalagi persyaratan dasar ada 4, persetujuan lingkungan di posisi 2.

-       Raperda ini akan saling berkait dengan Raperda lain turunan UU Cipta kerja.

-       Apa istilah yang akan digunakan “perlindungan atau perlindungan”, penting untuk konsistensi ke depan.

-       Perlu dicermati hal-hal yang berubah dari Perda 1/2016 jangan sampai ada hal substantif yang tercecer. Jangan sampai Raperda ini hanya memuat substansi yang sudah diatur di atasnya.

-       Sanksi administratif bentuk dan pelanggarannya seperti apa?

-       Sanksi pidana  yang sudah diatur di UU  perlu dikaji kembali karena ada dua pendapat dapat dicantumkan, bisa juga tidak.

-       Perangkat daerah terkait mohon catatan atau masukan atas Raperda, jangan sampai hanya satu sudut pandang saja

7.    DLH:

-       Harus menyiapkan perangkat pelaksana sanksi.

-       PP 22/2021 sudah mengatur sanksi administratif tapi mengalami kesulitan dalam penghitungan.

-       Belum ada PPNS.

8.    Rapat ditutup.

Komentar (0)