Rapat Pendampingan Penyusunan Raperda
Kota Yogyakarta tentang Bangunan Gedung
Hari/Tanggal : Senin, 11 Oktober 2021
Pukul : 13.00 WIB - Selesai
Tempat : Ruang Rapat Lantai III Biro Hukum Setda
DIY
Peserta rapat :
1.
Biro Hukum Setda DIY
2.
Kepala Bagian Hukum Setda Kota
Yogyakarta
3.
Dinas PUPESDM DIY
4.
Dinas PUPKP Kota Yogyakarta
5.
Kasubbag Perundang-undangan Bagian
Hukum Setda Kota Yogyakarta
6.
Balai Prasarana Permukiman Wilayah DIY
7.
Perancang Kanwil Kemenkumham DIY (Anastasia
Rani dan Iffa Choirun Nisa)
Hasil rapat :
1. Rapat dibuka oleh Ibu Septi selaku Kepala
Bagian Pembinaan dan Pengawasan Produk Hukum Kabupaten/Kota Setda DIY. Beliau
menyampaikan bahwa raperda ini sudah sampai pada tahap fasilitasi untuk
penyesuaian dengan UU Ciptaker dan PP 16/2021, dan beliau mengharapkan agar
penyusunan raperda ini turut melibatkan Kemenkumham.
2.
Kemenkumham :
· Kemenkumham dilibatkan pada awal tahun
2021, sebelum terbitnya PP 16/2021. Terakhir terlibat dalam penyusunan pada
tanggal 9 Maret, kemudian saat rapat-rapat berikutnya tidak dilibatkan lagi,
termasuk juga saat rapat dengan pansus;
· Setelah dicermati, ada beberapa materi
yang tidak sesuai dengan PP 16/2021, sehingga perlu dicermati kembali dan
dilakukan penyesuaian agar tidak menyimpang dari PP-nya, dan Kemenkumham bersedia
membantu proses penyusunan raperda ini.
3. Bagian Hukum Setda Kota YK : penyusunan
dimulai sebelum terbitnya PP 16/2021, sehingga awalnya drafting disusun
berdasarkan draft PP, dan memang pada saat penyusunan tidak selalu melibatkan
Kemenkumham.
4.
Masukan peserta rapat :
·
Biro Hukum :
- Definisi “Rencana Tata Ruang Wilayahâ€
pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 9 dan definisi “Rencana Detail Tata Ruangâ€
pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 10 disarankan agar penyebutannya tidak
disingkat karena hanya disebutkan 1 kali di batang tubuh;
- Definisi “Gaya Arsitektur Bangunanâ€
pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 11, definisi “Permohonan Sertifikat Laik
Fungsi Bangunan Gedung†pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 15, dan definisi “Tim
Profesi Ahli Cagar Budaya†pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 33 dihapus karena
tidak diatur lebih lanjut dalam batang tubuh;
- Definisi “konstruksi†pada Ketentuan
Umum Pasal 1 angka 12 dihapus karena dalam PP 16/2021 tidak ada istilah
konstruksi;
- Definisi “Rencana Teknis Pembongkaran
Bangunan Gedung†pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 22, definisi “Penyedia Jasa
Konstruksi†pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 28, dan definisi “Pengkajian
Teknis†pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 37 disarankan agar dihapus dan masuk
ke penjelasan pasal saja karena hanya disebutkan 1 kali di batang tubuh;
-
Definisi “Tim Penilai Teknis†pada
Ketentuan Umum Pasal 1 angka 32 kenapa berbeda dengan definisi pada PP 16/2021
Pasal 1 angka 53? Harap disesuaikan;
-
Penulisan frasa yang sudah
didefinisikan dalam Ketentuan Umum agar ditulis dengan huruf awal kapital pada
batang tubuhnya;
-
Pasal 10 agar disesuaikan dengan Pasal
14 PP 16/2021;
- Pasal 15 huruf d, frasa “setelahâ€
diubah menjadi “pasca†(menyesuaikan PP 16/2021);
- Penulisan judul Bab maupun Bagian agar
tidak disingkat (misal pada Bagian Keenam dan Bagian Ketujuh);
- Pada Pasal 16 huruf b, disarankan agar
ditambahkan tanda baca koma (,) setelah frasa “insentif†karena frasa
“insentif†dan “disinsentif†bukan merupakan satu kesatuan, melainkan dua hal
yang berbeda;
-
Pengacuan pasal di Pasal 20 disesuaikan;
- Standar ketentuan dokumen pada Pasal
20 kenapa berbeda dengan Pasal 186 PP 16/2021? Darimana dasar hukum dokumen
pelestarian?
Balai
Prasarana Permukiman Wilayah DIY :
merujuk pada beberapa pengaturan mengenai cagar budaya di DIY, salah satunya
adalah Perda DIY No. 6/2012, meskipun memang kami belum tahu dokumen
pelestarian itu seperti apa.
Kemenkumham
memberi tanggapan : jika dokumen pelestarian ini hanya berlaku untuk BGCB saja,
maka dokumen tahap pelestarian jangan dimasukkan ke dalam standar ketentuan
dokumen pada Pasal 20, karena standar dokumen ini berlaku untuk bangunan gedung
pada umumnya. Saran kami, sebaiknya standar ketentuan dokumen ini hanya terdiri
atas 4 tahap saja (sesuai dengan PP), kemudian ditambahkan ayat (2) yang mengatur
tentang dokumen pelestarian yang juga harus dilengkapi dalam hal bangunan
gedung itu berupa BGCB (referenisnya dari Pasal 186 ayat (2) PP 16/2021);
- Pasal 24 ayat (2) ditambahkan
pengacuan pasalnya;
- Pasal 27, belum terlihat adanya
pengaturan kapan PBG harus diajukan. Rumusan Pasal 36 ayat (1) yang mengatur
mengenai setiap orang atau badan yang akan melaksanakan konstruksi bangunan
gedung baru wajib terlebih dahulu memiliki PBG, agar dipindahkan ke sebelum
Pasal 27, sebagai anloop dari
pengaturan mengenai PBG. Pasal 36 ayat (4) juga dipindah ke sebelum Pasal 27;
- Pasal 50 ayat (2), frasa “penyedia
jasa yang bersertifikasi†agar diubah menjadi “penyedia jasa yang berkompetenâ€
(sesuai dengan PP 16/2021;
-
Pasal 62 ayat (3) masuk ke penjelasan
Pasal 62 ayat (2) huruf a.
·
Kemenkumham :
-
Pasal 2, maksud dan tujuan pada raperda
ini isinya hampir sama. Disarankan untuk menyadur dari penjelasan umum PP
16/2021;
- Fungsi bangunan gedung pada Pasal 5
raperda berbeda konsepnya dengan Pasal 4 PP 16/2021. Agar disesuaikan;
-
Klasifikasi bangunan pada Pasal 6 ayat
(1) agar ditambahkan “klas bangunan†pada huruf g. Kemudian pada ayat (8)
disarankan agar ditambahkan pengaturan lebih lanjut tentang klas bangunan (menyesuaikan
Pasal 9 dan 10 PP 16/2021);
- Pasal 8 (1) disarankan agar rumusannya
diperbaiki, seharusnya pembebanan kewajiban untuk memenuhi standar teknis diberikan
kepada subyek hukumnya, bukan obyeknya (bangunan gedung). Merujuk pada Pasal
250 ayat (2) PP 16/2021, yang berkewajiban memenuhi standar teknis adalah
penyelenggara bangunan gedung.
Biro
Hukum sepakat dengan masukan dari Kemenkumham, namun Dinas
PU Kota akan melihat dulu konsepsi rumusan batang tubuhnya (bagian
pemanfaatan) seperti apa;
- Pasal
8 ayat (2) standar teknis agar disesuaikan dengan Pasal 13 PP 16/2021 (ditambah
huruf h, huruf i, dan huruf j) dan untuk penjabarannya disebutkan lagi ke dalam
bagian-bagian berikutnya;
- Perumusan
pendelegasian kewenangan disesuaikan dengan UU 12/2011.
Bagian
Hukum akan menindaklanjuti perumusan pendelegasian pada Pasal 21;
- Sekretariat disarankan agar diatur
juga dalam raperda karena terkait dengan ketugasannya yang memerlukan anggaran.
Bagian
Hukum dan Dinas PU Kota tidak sepakat untuk diatur dalam
raperda. Akan diatur dalam perwal karena sudah diwadahi bahwa ketentuan lebih
lanjut mengenai penyelenggara (salah satunya sekretariat) akan
diatur di perwal, dan tidak hanya sekretariat saja yang membutuhkan anggaran,
tetapi juga tim-tim lain. Nantinya untuk anggaran akan didasarkan pada perwal
yang disusun;
-
Bab IV tentang Penyelenggaraan
Bangunan Gedung :
Ø pada
Bagian Kesatu Umum, perlu ditambahkan pengaturan mengenai kewenangan pemda
dalam penyelenggaraan bangunan gedung;
Ø Bagian
Kedua Penyelenggara dimasukkan ke standar ketentuan pelaku penyelenggaraan
bangunan gedung (menyesuaikan Pasal 202 PP 16/2021);
Ø Bagian
Ketiga Kegiatan Penyelenggaraan menjadi Bagian Kedua (baru);
- Pasal 36 ayat (2) mengatur mengenai
PBG perubahan. Seharusnya tidak dijadikan 1 pasal dengan pengaturan mengenai
PBG baru yang harus dimiliki sebelum pelaksanaan konstruksi;
- Pasal 36 ayat (3) dipindah ke
ketentuan peralihan. Lebih bagus lagi jika diberikan jangka waktu berapa lama
yang harus dipenuhi oleh setiap orang atau badan untuk mengajukan permohonan
PBG bagi bangunan gedung yang sudah existing.
Bagian
Hukum Kota menerima masukan untuk memindahkan rumusan ini ke
ketentuan peralihan, namun tidak sepakat jika diberi jangka waktu
karena beberapa pertimbangan seperti pelaksanaannya pasti akan susah, takut
menjadi preseden buruk di masyarakat, SDM yang tidak memadai, dan pemda juga
perlu melakukan pendataan terkait hal ini.
- Pasal 40 hanya mengatur bahwa surat
pernyataan kelaikan fungsi dikeluarkan oleh penilik atau penyedia jasa
pengawasan saja, sedangkan jika merujuk pada Pasal 272 PP 16/2021, manajemen
konstruksi juga dapat mengeluarkan surat pernyataan kelaikan fungsi berdasarkan
daftar simak Disarankan agar ketiga pihak ini diakomodir semua di raperda.
Bagian
Hukum tidak sepakat karena yang mengajukan semuanya
adalah pemohon;
- Penormaan Pasal 43 tidak sesuai dengan
Pasal 275 PP 16/2021. Dalam PP diatur bahwa surat kepemilikan bangunan gedung
ada 3 jenis, dan SBKBG termasuk salah satunya. Untuk rusun sendiri, surat
kepemilikannya berupa sertifikat kepemilikan BG sarusun atau sertifikat hak
milik sarusun, sedangkan SBKBG itu untuk bangunan gedung pada umumnya.
Disarankan agar disesuaikan dengan PP;
- Pada Paragraf 5 Pembongkaran, perlu
ditambahkan pengaturan tentang siapa yang melakukan pembongkaran;
- Pada Bab V SIMBG, agar ditambahkan
materi mengenai pelayanan penatausahaan PBG (menyesuaikan Pasal 262 PP 16/2021;
- Frasa “atau yang dipersamakan dengan
sebutan lain†disarankan agar dihapus karena sudah diatur secara jelas atau
baku di PP 16/2021.
Bagian
Hukum tidak sepakat karena hal ini untuk mengantisipasi
adanya perubahan nomenklatur di kemudian hari;
- Ketentuan pidana perlu dikaji kembali.
Tidak tepat jika sanksi pidana diberikan atas pelanggaran Pasal 36 (tidak
memiliki PBG sebelum pelaksanaan konstruksi), mengingat bahwa dalam Pasal 327 PP 16/2021, sanksi yang diberikan berupa
sanksi administratif sampai dengan pembongkaran. Jika tetap dirumuskan
demikian, maka akan bertentangan dengan ketentuan dalam PP.
Saran
kami, jika memang ingin mengatur sanksi pidana, maka perbuatan yang dikenakan
haruslah berbeda, karena pada prinsipnya 1 perbuatan tidak dapat dijatuhi 2
sanksi sekaligus (sanksi administratif maupun sanksi pidana). Oleh karena itu,
sanksi pidana ini hanya dapat dikenakan jika setiap orang yang sudah memperoleh
perintah pembongkaran tersebut tidak melakukan pembongkaran.
Bagian
Hukum tidak sepakat karena inginnya sanksi adminsitratif
diberikan bagi orang yang data PBG-nya tidak sesuai dengan fungsinya, sedangkan
untuk yang memang tidak memiliki PBG sejak awal inginnya diberi sanksi pidana;
- Rumusan ketentuan penutup Pasal 73 ayat
(2) disarankan menyesuaikan dengan Pasal 348 PP 16/2021.
4. Rapat ditutup pada pukul 16.30 WIB.
Komentar (0)