Rapat Pendampingan Penyusunan Raperda Kota Yogyakarta tentang Bangunan Gedung


IFFA CHOIRUN NISA, S.H.
diposting pada 12 Oktober 2021

Rapat Pendampingan Penyusunan Raperda Kota Yogyakarta tentang Bangunan Gedung

 

Hari/Tanggal          : Senin, 11 Oktober 2021

Pukul                     : 13.00 WIB - Selesai

Tempat                   : Ruang Rapat Lantai III Biro Hukum Setda DIY

Peserta rapat :

1.     Biro Hukum Setda DIY

2.     Kepala Bagian Hukum Setda Kota Yogyakarta

3.     Dinas PUPESDM DIY

4.     Dinas PUPKP Kota Yogyakarta

5.     Kasubbag Perundang-undangan Bagian Hukum Setda Kota Yogyakarta

6.     Balai Prasarana Permukiman Wilayah DIY

7.     Perancang Kanwil Kemenkumham DIY (Anastasia Rani dan Iffa Choirun Nisa)

 

Hasil rapat :

1.  Rapat dibuka oleh Ibu Septi selaku Kepala Bagian Pembinaan dan Pengawasan Produk Hukum Kabupaten/Kota Setda DIY. Beliau menyampaikan bahwa raperda ini sudah sampai pada tahap fasilitasi untuk penyesuaian dengan UU Ciptaker dan PP 16/2021, dan beliau mengharapkan agar penyusunan raperda ini turut melibatkan Kemenkumham.

2.   Kemenkumham :

·     Kemenkumham dilibatkan pada awal tahun 2021, sebelum terbitnya PP 16/2021. Terakhir terlibat dalam penyusunan pada tanggal 9 Maret, kemudian saat rapat-rapat berikutnya tidak dilibatkan lagi, termasuk juga saat rapat dengan pansus;

·  Setelah dicermati, ada beberapa materi yang tidak sesuai dengan PP 16/2021, sehingga perlu dicermati kembali dan dilakukan penyesuaian agar tidak menyimpang dari PP-nya, dan Kemenkumham bersedia membantu proses penyusunan raperda ini.

3. Bagian Hukum Setda Kota YK : penyusunan dimulai sebelum terbitnya PP 16/2021, sehingga awalnya drafting disusun berdasarkan draft PP, dan memang pada saat penyusunan tidak selalu melibatkan Kemenkumham.

4.   Masukan peserta rapat :

·         Biro Hukum :

-  Definisi “Rencana Tata Ruang Wilayah” pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 9 dan definisi “Rencana Detail Tata Ruang” pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 10 disarankan agar penyebutannya tidak disingkat karena hanya disebutkan 1 kali di batang tubuh;

-      Definisi “Gaya Arsitektur Bangunan” pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 11, definisi “Permohonan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung” pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 15, dan definisi “Tim Profesi Ahli Cagar Budaya” pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 33 dihapus karena tidak diatur lebih lanjut dalam batang tubuh;

-   Definisi “konstruksi” pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 12 dihapus karena dalam PP 16/2021 tidak ada istilah konstruksi;

-      Definisi “Rencana Teknis Pembongkaran Bangunan Gedung” pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 22, definisi “Penyedia Jasa Konstruksi” pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 28, dan definisi “Pengkajian Teknis” pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 37 disarankan agar dihapus dan masuk ke penjelasan pasal saja karena hanya disebutkan 1 kali di batang tubuh;

-        Definisi “Tim Penilai Teknis” pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 32 kenapa berbeda dengan definisi pada PP 16/2021 Pasal 1 angka 53? Harap disesuaikan;

-        Penulisan frasa yang sudah didefinisikan dalam Ketentuan Umum agar ditulis dengan huruf awal kapital pada batang tubuhnya;

-        Pasal 10 agar disesuaikan dengan Pasal 14 PP 16/2021;

- Pasal 15 huruf d, frasa “setelah” diubah menjadi “pasca” (menyesuaikan PP 16/2021);

-   Penulisan judul Bab maupun Bagian agar tidak disingkat (misal pada Bagian Keenam dan Bagian Ketujuh);

-    Pada Pasal 16 huruf b, disarankan agar ditambahkan tanda baca koma (,) setelah frasa “insentif” karena frasa “insentif” dan “disinsentif” bukan merupakan satu kesatuan, melainkan dua hal yang berbeda;

-        Pengacuan pasal di Pasal 20 disesuaikan;

-    Standar ketentuan dokumen pada Pasal 20 kenapa berbeda dengan Pasal 186 PP 16/2021? Darimana dasar hukum dokumen pelestarian?

Balai Prasarana Permukiman Wilayah DIY : merujuk pada beberapa pengaturan mengenai cagar budaya di DIY, salah satunya adalah Perda DIY No. 6/2012, meskipun memang kami belum tahu dokumen pelestarian itu seperti apa.

Kemenkumham memberi tanggapan : jika dokumen pelestarian ini hanya berlaku untuk BGCB saja, maka dokumen tahap pelestarian jangan dimasukkan ke dalam standar ketentuan dokumen pada Pasal 20, karena standar dokumen ini berlaku untuk bangunan gedung pada umumnya. Saran kami, sebaiknya standar ketentuan dokumen ini hanya terdiri atas 4 tahap saja (sesuai dengan PP), kemudian ditambahkan ayat (2) yang mengatur tentang dokumen pelestarian yang juga harus dilengkapi dalam hal bangunan gedung itu berupa BGCB (referenisnya dari Pasal 186 ayat (2) PP 16/2021);

-       Pasal 24 ayat (2) ditambahkan pengacuan pasalnya;

-  Pasal 27, belum terlihat adanya pengaturan kapan PBG harus diajukan. Rumusan Pasal 36 ayat (1) yang mengatur mengenai setiap orang atau badan yang akan melaksanakan konstruksi bangunan gedung baru wajib terlebih dahulu memiliki PBG, agar dipindahkan ke sebelum Pasal 27, sebagai anloop dari pengaturan mengenai PBG. Pasal 36 ayat (4) juga dipindah ke sebelum Pasal 27;

-  Pasal 50 ayat (2), frasa “penyedia jasa yang bersertifikasi” agar diubah menjadi “penyedia jasa yang berkompeten” (sesuai dengan PP 16/2021;

-        Pasal 62 ayat (3) masuk ke penjelasan Pasal 62 ayat (2) huruf a.

·         Kemenkumham :

-        Pasal 2, maksud dan tujuan pada raperda ini isinya hampir sama. Disarankan untuk menyadur dari penjelasan umum PP 16/2021;

-      Fungsi bangunan gedung pada Pasal 5 raperda berbeda konsepnya dengan Pasal 4 PP 16/2021. Agar disesuaikan;

-        Klasifikasi bangunan pada Pasal 6 ayat (1) agar ditambahkan “klas bangunan” pada huruf g. Kemudian pada ayat (8) disarankan agar ditambahkan pengaturan lebih lanjut tentang klas bangunan (menyesuaikan Pasal 9 dan 10 PP 16/2021);

-   Pasal 8 (1) disarankan agar rumusannya diperbaiki, seharusnya pembebanan kewajiban untuk memenuhi standar teknis diberikan kepada subyek hukumnya, bukan obyeknya (bangunan gedung). Merujuk pada Pasal 250 ayat (2) PP 16/2021, yang berkewajiban memenuhi standar teknis adalah penyelenggara bangunan gedung.

Biro Hukum sepakat dengan masukan dari Kemenkumham, namun Dinas PU Kota akan melihat dulu konsepsi rumusan batang tubuhnya (bagian pemanfaatan) seperti apa;

-    Pasal 8 ayat (2) standar teknis agar disesuaikan dengan Pasal 13 PP 16/2021 (ditambah huruf h, huruf i, dan huruf j) dan untuk penjabarannya disebutkan lagi ke dalam bagian-bagian berikutnya;

- Perumusan pendelegasian kewenangan disesuaikan dengan UU 12/2011.

Bagian Hukum akan menindaklanjuti perumusan pendelegasian pada Pasal 21;

-  Sekretariat disarankan agar diatur juga dalam raperda karena terkait dengan ketugasannya yang memerlukan anggaran.

Bagian Hukum dan Dinas PU Kota tidak sepakat untuk diatur dalam raperda. Akan diatur dalam perwal karena sudah diwadahi bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai   penyelenggara (salah satunya sekretariat) akan diatur di perwal, dan tidak hanya sekretariat saja yang membutuhkan anggaran, tetapi juga tim-tim lain. Nantinya untuk anggaran akan didasarkan pada perwal yang disusun;

-        Bab IV tentang Penyelenggaraan Bangunan Gedung :

Ø  pada Bagian Kesatu Umum, perlu ditambahkan pengaturan mengenai kewenangan pemda dalam penyelenggaraan bangunan gedung;

Ø  Bagian Kedua Penyelenggara dimasukkan ke standar ketentuan pelaku penyelenggaraan bangunan gedung (menyesuaikan Pasal 202 PP 16/2021);

Ø  Bagian Ketiga Kegiatan Penyelenggaraan menjadi Bagian Kedua (baru);

-     Pasal 36 ayat (2) mengatur mengenai PBG perubahan. Seharusnya tidak dijadikan 1 pasal dengan pengaturan mengenai PBG baru yang harus dimiliki sebelum pelaksanaan konstruksi;

-      Pasal 36 ayat (3) dipindah ke ketentuan peralihan. Lebih bagus lagi jika diberikan jangka waktu berapa lama yang harus dipenuhi oleh setiap orang atau badan untuk mengajukan permohonan PBG bagi bangunan gedung yang sudah existing.

Bagian Hukum Kota menerima masukan untuk memindahkan rumusan ini ke ketentuan peralihan, namun tidak sepakat jika diberi jangka waktu karena beberapa pertimbangan seperti pelaksanaannya pasti akan susah, takut menjadi preseden buruk di masyarakat, SDM yang tidak memadai, dan pemda juga perlu melakukan pendataan terkait hal ini.

-     Pasal 40 hanya mengatur bahwa surat pernyataan kelaikan fungsi dikeluarkan oleh penilik atau penyedia jasa pengawasan saja, sedangkan jika merujuk pada Pasal 272 PP 16/2021, manajemen konstruksi juga dapat mengeluarkan surat pernyataan kelaikan fungsi berdasarkan daftar simak Disarankan agar ketiga pihak ini diakomodir semua di raperda.

Bagian Hukum tidak sepakat karena yang mengajukan semuanya adalah pemohon;

-   Penormaan Pasal 43 tidak sesuai dengan Pasal 275 PP 16/2021. Dalam PP diatur bahwa surat kepemilikan bangunan gedung ada 3 jenis, dan SBKBG termasuk salah satunya. Untuk rusun sendiri, surat kepemilikannya berupa sertifikat kepemilikan BG sarusun atau sertifikat hak milik sarusun, sedangkan SBKBG itu untuk bangunan gedung pada umumnya. Disarankan agar disesuaikan dengan PP;

-  Pada Paragraf 5 Pembongkaran, perlu ditambahkan pengaturan tentang siapa yang melakukan pembongkaran;

-     Pada Bab V SIMBG, agar ditambahkan materi mengenai pelayanan penatausahaan PBG (menyesuaikan Pasal 262 PP 16/2021;

-   Frasa “atau yang dipersamakan dengan sebutan lain” disarankan agar dihapus karena sudah diatur secara jelas atau baku di PP 16/2021.

Bagian Hukum tidak sepakat karena hal ini untuk mengantisipasi adanya perubahan nomenklatur di kemudian hari;

-  Ketentuan pidana perlu dikaji kembali. Tidak tepat jika sanksi pidana diberikan atas pelanggaran Pasal 36 (tidak memiliki PBG sebelum pelaksanaan konstruksi), mengingat bahwa dalam Pasal 327 PP 16/2021, sanksi yang diberikan berupa sanksi administratif sampai dengan pembongkaran. Jika tetap dirumuskan demikian, maka akan bertentangan dengan ketentuan dalam PP.

Saran kami, jika memang ingin mengatur sanksi pidana, maka perbuatan yang dikenakan haruslah berbeda, karena pada prinsipnya 1 perbuatan tidak dapat dijatuhi 2 sanksi sekaligus (sanksi administratif maupun sanksi pidana). Oleh karena itu, sanksi pidana ini hanya dapat dikenakan jika setiap orang yang sudah memperoleh perintah pembongkaran tersebut tidak melakukan pembongkaran.

Bagian Hukum tidak sepakat karena inginnya sanksi adminsitratif diberikan bagi orang yang data PBG-nya tidak sesuai dengan fungsinya, sedangkan untuk yang memang tidak memiliki PBG sejak awal inginnya diberi sanksi pidana;

- Rumusan ketentuan penutup Pasal 73 ayat (2) disarankan menyesuaikan dengan Pasal 348 PP 16/2021.

4.   Rapat ditutup pada pukul 16.30 WIB.

Komentar (0)