Rapat Penyusunan Raperda Kab. Sleman tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah


YUSTI BAGASUARI, S.H.
diposting pada 13 Oktober 2022

Hari/Tanggal   : Kamis, 13 Oktober 2022

Jam                 : 11.00 – 13.00 WIB

Tempat            : Ruang Rapat Komisi C DPRD Kab. Sleman

Peserta Rapat:

1.    Ketua dan Anggota Pansus DPRD Kab. Sleman

2.    Bagian Hukum Setda Kab. Sleman

3.    Dinas Lingkungan Hidup Kab. Sleman

4.    Kanwil Kemenkumham DIY (Ika Cahyaningtyas, Yusti Bagasuari)


 

Jalannya Rapat:

1.    Rapat dibuka oleh Ketua Pansus:

-       Raperda ini diharapkan mendukung Sleman sebagai tempat konservasi SDA dan penyedia sumber pangan DIY. Perlindungan lingkungan hidup tidak menghalangi investasi. Harus memperkuat mekanisme persetujuan lingkungan. Poin penting adalah bagaimana pengelolaan lingkungan ke depannya lebih baik.

2.    Paparan tanggapan draft Raperda oleh Kumham:

-       Kewenangan pemda mendasarkan pada Pasal 28H ayat (1) UUDNRI 1945, Pasal 33 ayat (4) UUD NRI 1945, UU 32/2009. UU 11/2020, dan PP 22/2021. Pembentukan raperda oleh Pemkab Sleman sudah sesuai kewenangan peraturan perundang-undangan di atasnya.

-       Konsiderans menimbang: sudah sesuai dengan butir 19 Lampiran II UU 12/2011 dengan memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis.

-       Dasar hukum mengingat jika menyesuaikan butir 28, 39, dan 40 Lampiran II UU 12/2011 maka dasar mengingat angka 6, 7, 8, 9, 10 dan angka 11  dihapus. Peraturan perundang-undangan tersebut tetap dapat dipedomansi sebagai dasar penyusunan materi muatan dalam raperda.

-       Setelah frasa “MEMUTUSKAN” ditambahkan tanda baca titik dua (:).

-       Ketentuan umum, masih terdapat ketidaksinkronan penulisan  huruf kapital, huruf kecil, dan singkatan. Misalnya angka 6, Didalam batang tubuh hanya ditulis Daya Dukung saja, disarankan untuk disesuaikan denga ketentuan umum. Angka 9, 22, 25, 45 dihapus karena tidak diatur dalam ketentuan umum. Angka 21 dan angka 50 belum ada batasan pengertiannya

-       Bab II, asas dan tujuan dimasukkan dalam Bab I sesuai ketentuan angka 98 huruf c Lampiran II UU 12/2011

-       Penulisan Jamak, Frasa jamak ditulis tunggal dalam bahasa peraturan perundang-undangan, sesuai angka 243 huruf f lampiran II UU 12 tahun 2011 penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak selalu dirumuskan dalam bentuk tunggal. Penulisan asas-asas ditulis asas, prinsip-prinsip ditulis prinsip

-       Pasal 5 ayat (5) memberikan informasi faktual tentang kondisi lingkungan hidup kepada publik, bentuknya seperti apa?

-       Pasal 8 Disarankan agar 3 tahapan dalam Pasal 5 UU 32/2009 diakomodir dalam pasal 8, dan apabila akan ditambahkan tahapan lain sebagai muatan lokal Kab sleman maka dimungkinkan dengan tidak menghapus tahapan yang sudah ditentukan dalam UU. Kecuali tahapan yang diatur dalam UU tidak dilaksanakan di Kab. Sleman.

-       Pasal 9 ayat (2), apa dasar penghitungan skala?

-       Pasal 11 ayat (1) frasa “di Daerah” tidak perlu dicantumkan kembali karena raperda ini sudah jelas membatasi wilayah berlakunya ada Kab. Sleman.

-       Pasal 21 ayat (2) penormaan tidak jelas, apa yang akan diatur?

(DLH: jenis dokumen lingkungan didasarkan pada PermenLH yang penghitungannya berdasarkan luasan lahan, luasan bangunan, ???). Resiko ada pada PP 5/2021 mendasarkan pada syarat tertentu yang tidak mendasarkan pada dokumen hukum. Risiko rendah, tinggi ada pada PP 5/2021 hanya untuk menentukan kewenanganannya. Misalnya industri menengah besar dengan risiko tinggi kewenangan provinsi. Semua perizinan harus melalui perizinan berusaha berisiko secara elektroik, yang terverifikasi harus melalui pemeriksaan manual  Aplikasi di Pusat belum jadi

Bagian Hukum: pasal ini menjadi catatan kami, ada 2 pemikiran, perlu reformulasi penormaan atau jika sifatnya informatif perlunya dicantumkan atau tidak akan dipertimbangkan kembali)

-       Penormaan secara umum masih sering menggunakan kalimat pasif, disarankan menggunakan kalimat aktif.

-       Judul bab dan bagian disarankan untuk tidak disingkat.

-       Pasal 29 disarankan dihapus dan diatur tersendiri dalam Perbup karena sangat teknis untuk menghindari perubahan perda jika suatu saat ada perubahan nomenklatur jabatan atau perangkat daerah.

-       Pasal 32 ayat (6) apakah Kab. Sleman memiliki masyarakat adat? Jika tidak punya disarankan untuk di hapus.

-       Pasal 44 pengaturan terkait sanksi administratif agar mempedomani ketentuan angka 64 sampai dengan angka 66 Lampiran II UU 12/2011.

-       Pasal 45 ayat (2), berdasarkan pasal 88 (1) dan (2) PP 22/2021, kewenangan penilaian/pemeriksaan dimiliki oleh Bupati. Kewenangan tersebut dapat ditugaskan kepada Kepala DLH. Perlu tambahan ayat mengenai penegasan kewenangan Bupati dan penugasan ke Kepala DLH.

-       Pasal 50 ayat (1), (3), dan (4) disarankan dihapus dan dimasukkan ke dalam penjabaran ayat (2) dalam pasal-pasal berikutnya.

-       Pasal 51 perlu ditambahkan ayat mengenai rincian kegiatan pengendalian pencemaran air sebagai dasar pengacuan pasal-pasal berikutnya (Pasal 127 PP 22/2021)

-       Pasal 51 ayat  (2) disarankan dihapus.Berdasarkan Pasal 138 ayat (4) PP 22/2021, ayat ini merupakan isi dari sistem manajemen lingkungan dari substansi pertek untuk pemenuhan Baku Mutu Air Limbah. Sehingga kurang tepat jika dijabarkan sebagai bentuk pencegahan pencemaran air.

-       Pasal 51 ayat (3) frasa “sistem pengawasan” milik pemerintah pusat/daerah? Penggunaan kata “dalam” multitafsir, perlu diperjelas apakah kedua sistem tersebut berdiri sendiri dan tersambung satu sama lain atau sisinfo LH akan masuk menjadi bagian/subsistem dari sistem pengawasan.

(Bagian Hukum: sistem informasi sudah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c dan Pasal 67 Raperda. Izin terbit dari pusat tapi pengawasan dari pemda. Kalau tidak sesuai pemda melakukan penghentian usaha dan dilaporkan ke pusat.

DLH: sisinfo LH yang membangun Pusat, daerah menginput data ke dalam sistem tersebut. Sistem pengawasan juga dibangun Pusat, DLH bersama-sama dengan DPMPTSP melakukan pengawasan. Khusus pengawasan dokumen AMDAL saat ini masih belum menggunakan sistem)

-       Pasal 58 perlu dikaji kembali apakah dapat diberlakukan untuk seluruh jenis pengendalian pencemaran, sebab jika dikaitkan dengan ruang lingkup pengaturan raperda, berdasarkan Pasal 129 PP 22/2021, penyediaan sarpras diperuntukkan bagi pengendalian pencemaran air.

-       Pasal 61 materi muatan masih mengacu pada UU 7/2004 yang sudah dibatalkan oleh MK melalui putusan No. 85/PUU-XII/2013 tanggal 18 Februari 2015, sehingga perlu disesuaikan kembali dengan UU 17/2019.

-       Pasal 62 ayat (1) belum menemukan rujuan hukum untuk istilah “sumber daya air hayati”

-       Pasal 63 ayat (1) istilah “arboretum” perlu diberikan penjelasan. (DLH: arboretum adalah hutan buatan).

-       Pasal 65  belum mengatur pendelegasian kewenangan kepada pejabat pengawas lingkungan hidup sebagaimana disebutkan dalam Pasal 494 ayat (2) PP 22/2021.

-       Pasal 65 ayat (4) huruf e duplikasi dengan huruf d. Ayat ini merupakan kewenangan PPLH sebagaimana disebutkan dalam Pasal 495 ayat (1) PP 22/2021.

-       Pasal 65 ayat (6) belum ada sanksi terhadap perbuatan yang dilarang.

-       Pasal 66 perlu ditambahkan bentuk pembinaan yang akan dilakukan.

-       Pasal 67 ayat (1) merupakan definisi Pasal 1 angka 23 PP 22/2021, disarankan untuk dimasukkan dalam ketentuan umum.

-       Pasal 78 dan 79 perlu disesuaikan butor 64 Lampiran II UU 12/2011, substansi yang berupa sanksi administratif atau sanksi keperdataan atas pelanggaran norma tersebut dirumuskan menjadi satu bagian (pasal) dengan norma yang memberikan sanksi administratif atau sanksi keperdataan

-       Pasal 83 huruf a dan b disarankan dihapus karena pengulangan Pasal 44 ayat (1) dan (2).

(DLH: DELH dan DPLH sudah diatur dalam PP 22/2021. Sampai saat ini masih menemukan usaha kegiatan yang operasionalnya setelah PP tidak diatur dokumennya apa. Sudah bersurat ke Pusat tapi belum ada balasan. Sudah dikomunikasikan melalui telepon dan hasilnya masih dalam tahap pemrosesan. Hal ini menyulitkan daerah jika tidak dipenuhi, karena mungkin ada ketidaktahuan/ketidakpedulian dalam pemenuhan dokumen lingkungan oleh usaha/kegiatan. Sambil menunggu Pusat kami namakan dokumen lingkungan. Jenis dokumen menunggu jawaban Pusat.)

3.    Anggota Pansus:

-       Bagian Hukum perlu melakukan penyesuaian draft dengan mempertimbangkan masukan Kumham.

-       Apakah melalui perda ini sudah dapat mengatasi kemacetan yang muncul akibat adanya perizinan berusaha? Bila tidak bisa mengatasi kemaceta jangan diberikan izin. Apakah sudah bisa mengatasi longsor, banjir?

(DLH: Belum tentu, bila bicara kemacetan lalu lintas terkait dengan andalalin. Perda ini mengatur persyaratan yang harus dilampirkan dalam dokumen lingkungan. Terkait banjir, longsor terkait dengan kewenangan kehutanan. Bila kegiatan menyangkut konservasi, dokumen lingkungan akan bicara banjir, longsor.

Kumham: Pasal 70 ayat (5) huruf b dapat diberikan penjelasan pasal)

4.    Rapat ditutup.

Komentar (0)