Hari/Tanggal : Selasa, 01 Maret 2022
Pukul : 13.00-15.00
WIB
Tempat : Ruang Rapat III DPRD Kota
Yogyakarta
Peserta Rapat:
1.
Pansus DPRD Kota Yogyakarta
2.
Bagian Hukum Kota Yogyakarta
3.
BPKAD Kota Yogyakarta
4.
DPUPKP Kota Yogyakarta
5.
DPMPTSP Kota Yogyakarta
6.
Perancang Kanwil Kemenkumham DIY
(Iffa Choirun Nisa, Yusti Bagasuari)
Acara : Rapat Pansus
Pembahasan Raperda Kota Yogyakarta tentang Retribusi Persetujuan Bangunan
Gedung
Jalannya acara:
1. Rapat
dibuka oleh pimpinan rapat.
2. Pasal 9
-
DPMPTSP:
Ditambahkan
penjelasan pasal, yang dimaksud dengan menutup sebagian biaya adalah sebagian
biaya penyelenggaraan PBG dibiayai dari tarif retribusi yang dtetapkan.
Jika harus menyusun
rincian struktur biaya penerbitan PBG akan sulit, karena APBD dan retribusi
yang sudah dimasukkan per tahun tidak bisa dihitung secara parsial. Maksud sebagian
adalah retribusi tidak bisa menutup biaya penerbitan PBG, sehingga menganggarkan
juga di APBD, misalnya gaji pegawai, internet, dll.
-
Pansus:
Pasal ini
sudah dibahas pada pertemuan yang lalu. Karena sebagian/seluruhnya rumusnya
sama, padahal diharuskan memilih, maka disepakati untuk memilih sebagian tanpa
perpu mempertanyakan hal-hal teknis lagi.
3. Pasal 10
-
DPMPTSP:
Huruf e
ditambahkan penjelasan yaitu potensi gugatan dan/atau potensi sengketa persidangan
akibat terbitnya PBG karena belum tentu ada gugatan/sengketa.
-
Pansus:
Apakah
ketidaksetujuan lingkungan dapat masuk sebagai salah satu dampak negatif? Biaya
dampak negatif tidak harus gugatan hukum. Misalnya, di Jakarta menyediakan
kompensasi atas dampak perizinan apartemen.
-
DPMPTSP:
Kebijakan
Pemkot Yogyakarta adalah tidak memberikan kompensasi bagi pelanggaran aturan.
Namun bagi kemanan dan kenyamanan bersama akan lebih nyaman melaksanakan tugas
jika tidak ada diskresi semacam itu. Perda RTRW, Perwal RDTR, Perda Reklame
melonggarkan persyaratan administrasi dan dokumen teknis.
-
DPUPKP:
Di
Yogyakarta banyak bangunan yang sudah terbangun tapi belum memiliki izin. Bangunan
yang sudah terbangun mengurus izin, apabila terjadi pelanggaran, di gambarnya
tetap ditanda silang. Pemotongan gambar akan mempengaruhi kontrak dengan pihak
ketiga. Harus menyeimbangkan sudut pandang ekonomi dan hukum. Terkait kompensasi
berupa biaya dampak negatif dari penerbitan PBG bagi bangunan baru tidak
mungkin ada kompensasi karena tata ruang sudah jelas jangan sampai ada
pelanggaran, harus memperkuat pengawasan. Huruf e dipahami biaya dampak negatif
dari penerbitan PBG atas terjadinya pelanggaran intensitas tata ruang, yaitu
manakala bangunan sudah berdiri melanggar akhirnya muncul dampak negatif.
Sehingga untuk menghindari cross pada penerbitan PBG harus dihitungkan biayanya.
-
Pansus:
Huruf e perlu
memperbaiki penjelasannya.
4. Pasal 14
-
Pansus:
Perlu dibedakan
denda bagi bangunan yang terbangun tapi tidak melanggar dan melanggar intensitas
tata ruang.
-
Ayat (5) akan diredrafting oleh eksekutif.
5. Pansus:
bagaimana jika ada keterlambatan penerbitan PBG oleh Pemkot? Jika wajib
retribusi terlambat membayar ada sanksi, seharusnya hal serupa juga dilakukan
jika Pemkot melakukan keterlambatan pelayanan penerbitan PBG, misalnya
pengurangan retribusi.
DPMPTSP:
Apapun pelayanan kepada
masyarakat sudah diatur dalam asas umum pemerintahan yang baik, masyarakat
dapat mengajukan gugatan jika merasa dirugikan. Memasukkan sanksi bagi Pemkot ke
raperda akan sulit diterapkan. Karena banyak unsur yang tidak diprediksi,
misalnya server down secara nasional. Pengenaan sanksi bagi keterlambatan
pembayaran oleh wajib retribsui tidak serta merta, tapi melalui beberapa
tahapan.
BPK pernah
menanyakan hal yang sama. Selama ini reward berupa mengantarkan plakat PBG ke
domisili pemohon. Sistem error disikapi dengan pelayanan manual.
Pansus: perlu dijadikan DIM.
6. Rapat
ditutup.
Komentar (0)