Rapat Kerja Pansus I Raperda Kab. Sleman tentang Pemberdayaan Desa Wisata


YUSTI BAGASUARI, S.H.
diposting pada 11 April 2022

Hari                 : Senin, 11 April 2022

Jam                 : 10.00 – 12.00 WIB

Tempat            : Ruang Rapat Komisi D Lt. II DPRD Kab. Sleman

 

Peserta Rapat:

1.    Pansus DPRD Kab. Sleman

2.    Biro Bina Pemberdayaan Masyarakat Setda DIY

3.    Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman

4.    Kanwil Kemenkumham DIY (Nova Asmirawati dan Yusti Bagasuari)


Jalannya Rapat:

1.    Rapat dibuka oleh Wakil Ketua Pansus. Agenda rapat membahas masukan dari Dinas Pariwisata dan  PMK terhadap Raperda Kab. Sleman tentang Pemberdayaan Desa Wisata

2.    Ketua Pansus:

-       Yang terjadi di Sleman deswita adalah dusun wisata. Sesuai Pergub 40/2020, kedepannya, 1 Kalurahan 1 deswita.

-       Tren yang terjadi saat ini desa wisata mengarah ke BUMKal.

-       Perda harus bisa diimplementasikan.

3.    Dinas Pariwisata:

-       Sampai saat ini sudah melakukan klasifikasi deswita 3 kali. Klasifikasi akan dilakukan 2 tahun sekali secara rutin.

-       Desa wisata di Sleman tidak semuanya punya obyek wisata.

-       Saat ini baru sebagain kecil bersinergi dengan BUMKal. Masih dikelola masyarakat secara mandiri.

-       Pokdarwis bukan yang menjalankan deswita. Pokdarwis menginisiasi dan memotivasi masyarakat untuk menjalankan sapta pesona dengan baik. Pokdarwis non profit, sedangkan deswita profit. Sehingga yang terjadi saat ini adalah deswita dijalankan oleh pengelola deswita. Mengusulkan agar yang menjalankan deswita adalah BUMKal dan pengelola deswita yang bersinergi dengan BUMKal. Bila semuanya oleh BUMKal dikhawatirkan tidak berjalan. Deswita berbeda dengan bidang usaha lain, ganti pengurus saja bisa mengakibatkan tidak berjalannya pengelolaan deswita.

-       Belum menemuakan ketentuan dalam Pergub 40/2020 bahwa 1 Kalurahan 1 deswita. Namun terdapat ketentuan bahwa kelompok masyarakat yang menjalankan pariwisata harus membentuk deswita. Deswita beda dengan obyek wisata/destinasi wisata. Deswita bermakna atraksi/paket yang dijalankan dalam deswita dijalankan di lingkungan masyarakat, tidak hanya di lokasi obyek wisata. Sehingga deswita akan punya kemanfaatan lebih banyak kepada masyarakat di sekitarnya. Meyarankan Pasal 19 diubah menjadi “dapat membetuk desa wisata” karena ada desa yang membentuk obyek wisata saja dan sulit menjadi deswita.

-       Setelah klasifikasi, deswita mendapat SK Bupati/Sk Kadinas, tapi belum ada pengakuan bagi obyek wisata.    

-       Hanya BUMKal/deswita yang bersinergi dengan BUMKal yang bisa mengakses program/mendapat bantuan Kemendes.

-       Deswita dijalankan oleh kelompok masyarakat lokal setempat yang aktif. Mengusulkan untuk mencoret koperasi karena tidak mau ada investor yang mengendalikan deswita sehingga menjadikan masyarakat hanya sebagai penonton.

-       Bisakah dibatasi koperasi di daerah tersebut saja? Karena ditakutkan bisa saja koperasi daerah lain membuat koperasi di sini.

-       Selama ini, kelompok masyarakat pengelola deswita membuat paket2, memasarkan, hasilnya dikelola mereka dan digunakan untuk kepentingan masyarakat. Kerjasama dengan industri, lembaga pendidikan (penelitian, pembuatan masterplan).

-       Struktur kelompok masyarakat pengelola deswita masih belum seragam.  

-       Deswita dipisahkan dari obyek wisata. Konsep adalah bagaimana wisatawan merasakan budaya kehidupan masyrakat di wilayah tersebut. Wisata desa/obyek wisata adalah suatu tempat yang direkayasa menjadi serupa desa, semua didatangkan. Sedangkan deswita yang dijual adalah semua yang masyarakat lakukan. Selama ini Dinas Pariwisata juga mendampingi desa yang hanya memiliki obyek wisata.

4.    Dinas PMK:

-       Deswita yang bisa mendapat bantuan dari Kemendes adalah deswita yang sudah menjadi salah satu unit usaha BUMKal.

5.    Kumham:

-       Sesuai dengan masukan Biro Hukum, pengelola deswita mengacu pada Buku Pedoman Deswita oleh KemenkoMarinves yaitu Pokdarwis, koperasi, dan BUMDes. Sehingga perlu diperjelas terlebih dahulu siapa pengelola deswita yang sudah berjalan di Sleman selama ini.

-       Mengusulkan mulok yaitu dusun wisata yang bergabung menjadi deswita bisa dinaungi di BUMKal.

-       Penjabaran terkait deswita yang disarankan untuk dihapus oleh Dinas PMK, Kumham menyarankan untuk dimasukkan ke Perbup.

-       Apabila selama ini belum ada koperasi sebagai pengelola deswita bukan berarti dihilangkan karena jika merupakan muatan aturan di atasnya secara teoretis memang harus dicantumkan, terlepas akan dilaksanakan di masa mendatang atau tidak dilaksanakan. Mengusulkan agar tetap dimasukkan dalam Raperda untuk konsistensi dan harmonisasi perda dengan aturan di atasnya. Kebutuhan lokal diperkenankan, selain 3 kelompk pengelola dapat ditambahkan ayat baru asalkan aturan mainnya sama dengan di atas. Kelompok masyarakat dasar pembentukannya apa, struktur seperti apa, diisi oleh siapa, pertanggungjawaban bagaimana, anggaran bagaimana, hal2 tersebut merupakan standar sebuah organ. Kelompok masyarakat sebagai pengelola deswita juga bisa dijelaskan sebagaimana 3 kelompok lainnya. 3 kelompok tersebut dicantunkam siapa tau di masa mendatang ada koperasi dan perda sudah memayungi.

-       Kelompok pengelola deswita siapa saja, unsur apa saja, struktur, ketika bersinergi boleh bersinergi dengan siapa saja? Bukan untuk dimasukkan dalam perda ini, tapi kesiapan ketika nanti membuat pasal lanjutan mengenai delegasi perbup. Karena hal tersebut merupakan mulok yang tidak ada di peraturan perundang-undangan di atasnya.

-       Koperasi adalah badan hukum. Pendaftaran melalui Kumham. Akan ada verifikasi. Bisa dibatasi maksud dan tujuannya.

-       Struktur, tusi perlu diperjelas sehingga masing2 pengelola terlihat jelas perbedaanya.

-       Organ yang hendak dibentuk ada syarat minimal, misal struktur organisassi, syarat tambahan (warga asli/KTP setempat).

-       Dalam Buku Pedoman Deswita dari KemenkoMarinvest sudah ada rincian kriteria deswita.

-       Ada perbedaan antara definisi dalam Raperda dengan Pergub 40/2020. Raperda lebih fokus pada kegiatan/bentuk riil/subyek, Pergub 40/2020 lebih kepada obyek. Belum bisa membuat irisan cukup tegas antara deswita dan obyek wisata. Dalam definisi harus jelas siapa melakukan apa. Saran untuk membuat definisi baru dengan menggabungkan definisi di Pergub 40/2020 dan Raperda. Definisi Pergub 40/2020 belum ada subyek yang melakukan.

6.    Anggota Pansus:

-       Koperasi diharapkan bisa ikut andil dalam pengelolaan deswita. Karena koeprasi merupakan lembaga yang punya aturan hukum. Gesekan yang dikhawatirkan diharapkan tidak mengurangi semangat pengelolaan deswita.

-       Perlu menyamakan persepsi definisi deswita. Deswita yang sudah punya Perkades apakah harus mengadopsi dengan perda ini atau bisa disisipkan dalam ketentuan umum perda ini.

-       Perda ini seharusnya dapat mewadahi desa yang bukan hanya berstatus deswita namun desa yang hanya punya obyek wisata.

-       Perlu ada upaya untuk standarisasi desa wisata.

-       Konsep desa wisata adalah community based tourism, bagaimana pemberdayaan muncul di situ, masyArakat menerima kemanfaatnya, mningkatkan ekonomi.

-       Definisi desa wisata perlu riil, implementatif.

-       Jangan membatasi deswita hanya terkait budaya saja.

7.    Rapat ditutup.

Komentar (0)