Hari/Tanggal : Kamis, 24 Februari 2022
Pukul : 13.00-15.00
WIB
Tempat : Ruang Rapat II DPRD Kota
Yogyakarta
Peserta Rapat:
1.
Pansus DPRD Kota Yogyakarta
2.
Bagian Hukum Kota Yogyakarta
3.
DPUPR Kota Yogyakarta
4.
DPMPTSP Kota Yogyakarta
5.
Perancang Kanwil Kemenkumham DIY
(RL Panji Wiratmoko, Danan Mahendra, Yusti Bagasuari)
Acara : Rapat Pansus
Pembahasan Raperda Kota Yogyakarta tentang Retribusi Persetujuan Bangunan
Gedung
Jalannya acara:
1. Rapat
dibuka oleh pimpinan rapat.
2. Paparan
draft oleh DPMPTSP Kota Yogyakarta:
-
Perubahan utama terkait nomenklatur IMB ke PBG.
-
Draft merujuk lampiran PP 16/2021, rehabilitasi bangunan
gedung dikenakan retribusi PBG dengan indeks lebih kecil dibandingkan bangunan
baru.
-
Draft merujuk PP 16/2021 dan buku panduan Kemenkeu,
muatan lokal pada indeks lokalitas, SHST bangunan gedung, harga satuan
retribusi prasarana bangunan gedung. Sudah disesuaikan dengan perda lama
sehingga nilainya tidak terlalu berbeda jauh dengan perda sebelumnya.
-
Proses pemungutan dan penagihan, transaksi keuangan di
DPMPTSP. Proses pengembalian kelebihan pembayaran retirbusi (jika ada) juga di
DPMPTSP.
-
Akan menyusun tatakala raperda amanat UU 1/2022.
-
Pasal 1 menyesuaikan buku panduan Kemenkeu dan Perda Kota
Yogyakarta tentang Bangunan Gedung.
-
Layanan sebelum penerbitan PBG: kegiatan layanan konsultasi pemenuhan
standar teknis;
-
Layanan pasca penerbitan PBG: penerbitan PBG; inspeksi Bangunan Gedung; penerbitan SLF dan SBKBG; pencetakan plakat SLF;
dan/atau penerbitan PBG untuk Prasarana dan
Sarana
Bangunan Gedung.
-
Pasal 10 huruf e tidak ada penjelasan di peraturan
perundang-undangan. Menurut pemahaman kami adalah adanya dampak negatif
ingkungan di masyarakat akibat penerbitan PBG oleh pemda.
3. Bagian
Hukum:
-
Berdasarkan konsultasi dengan biro hukum, amanat UU Ciker
ttg 2 retribusi PBG dan IMTA tetap dapat dilanjutkan proses penyusunan dan
pembahasannya. Diperlukan semacam dikeresi dari pemerintah pusat karena memang
UU 1/2022 harus daitur dalam 1 perda. Bila harus menunggu menyusun menjadi 1
perda perlu waktu, tenaga yang lebih (proses panjang).
-
Skema setelah raperda ini diundangkan akan membuat perda
pajak dan retribusi sesuai dengan UU 1/2022.
-
Rakor Kemendagri tetap masih mengupayakan percepatan
supaya daerah punya perda retribusi PBG dengan pertimbanagn banyak kehilangan PAD.
Bulan Agustus 2021 sudah melaksanakan perubahan IMB menjaid PBG, jika nomenklatur
diubah tapi belum ada raperda maka bisa
menerbitkan PBG tapi tidak bisa memungut retribusi.
-
Menjadi sebuah dilema jika masih mencantumkan UU 28/2009
tapi sudah dicabut melalui UU 1/2022.
-
Raperda akan dievaluasi Gubernur, Kemendagri dan Kemenkeu,
dan tidak ada statement pengentian pembahasan raperda.
-
Tidak menemukan delik pidana jika raperda dilanjtkan karena penyusunan raperda merupakan bentuk
pelaksanaan tugas sesuai dengan kewenagan yang dimiliki.
-
Akan diterbitkan surat keputusan 3 menteri untuk
melegitimasi penyusunan raperda.
4. Pansus:
-
Harus ada skema pembahasan lanjutan dalam waktu dekat
untuk mengantisipasi amanat UU 1/2022.
-
Khawatir ada konsekuensi pidana jika raperda dilanjutkan.
-
Perlu menyertakan lampiran resmi dari Kemendagri untuk
memperkuat keputusan melanjutkan pembahasan raperda.
5. Kumham:
-
Mengacu Pasal 94 1/2022 secara normatif perda ini tidak
dapat dilanjutkan. Namun jika perda ini tidak dilanjutkan akan ada potensi
kehilangan PAD dari sektor PBG. Kami kembalikan ke daerah karena biro hukum
sudah memberikan persetujuan. Kewenangan pembentukan perda ada di DPRD dan Pemda.
UU 1/2022 diterbitkan untuk melihat kepatuhan daerah dalam melaksanakan PP
16/2021. Ternyata dalam 6 bulan banyak daerah yang belum membuat perda
retribusi.
-
Pasal 9, berdasarkan buku panduan Kemenkeu diharuskan
memilih sebagian atau seluruhnya.
6. Rapat
ditutup.
Komentar (0)