Hari/Tanggal : Senin,
01 November 2021
Waktu :
10.45-12.45 WIB
Tempat : Ruang
Rapat Komisi C DPRD Kab. Bantul
Peserta:
1.
Pansus DPRD Kab. Bantul
2.
Setwan DPRD Kab. Bantul
3.
DPUPKP Kab. Bantul
4.
Bagian Hukum Setda Kab. Bantul
5.
BKAD Kab. Bantul
6.
DPMPT Kab. Bantul
7.
Dishub Kab. Bantul
8.
Perancang Kanwil Kemenkumham DIY (Handoko Wahyudi, Rasyid
Kurniawan, Yusti Bagasuari)
Acara: Rapat pembahasan Raperda Perubahan Kedua atas
Perda Kab. Bantul No. 8 Th. 2011 tentang Retribusi Perizinan Tertentu
Hasil rapat:
1.
Rapat dibuka oleh Ketua Pansus.
2.
Dishub:
Tarif 1 juta per trayek, tidak ada perubahan.
3.
Bagian Hukum:
a.
Trayek adalah jalur kendaraan umum. Kewenangan trayek
lintas kabupaten adalah milik provinsi. Kewenangan kabupaten terbatas pada
trayek dalam kabupaten.
b.
Berdasarkan UU 28/2009 Bupati dapat memberikan
pengurangan, keringanan, maupun pembebasan. Selama ini RTH tidak dipungut
retribusi. Bagi masyarakat kurang mampu dapat diberikan pengurangan,
keringanan, maupun pembebasan retrbusi.
4.
DPUPKP:
a.
SE Kemendagri terkait retribusi, seluruh retribusi yang
sudah dipungut sejak 2 Aagustus 2021 harus disetorkan kepada kas negara.
b.
Kompleksitas BG yang relevan dengan perda ada 2 kriteria,
BG dengan 2 lantai dan atau luas 500m2 masuk sederhana (Pasal 129 PP 16/2021).
c.
Pemrosesan PBG menggunakan SIMBG. Ketentuan dalam SIMB
standar/sama di seluruh Indonesia. Denga sistem yang baku mengatur menjadi
rumit, daerah tidak dapat berkreatifitas. Gambar BG harus dilakukan oleh orang
teknis yang punya sertfikat keahlian. SIMBG menyediakan gambar bangunan
prototipe dengan beberapa tipe rumah.
d.
SIMBG akan membedakan PBG dan SLF. Tidak ada permohonan
PBG untuk bangunan yang sudah terbangun.
e.
Terdapat penilik dari Dinas PU pada saat bangunan mulai
dibangun. Bila 6 bulan tidak dibangun, PBG dicabut oleh sistem.
f.
Arsitek di seluruh Indonesia belum punya lisensi, padahal
sudah diwajiban dalam PP 16/2021.
g.
PermenPU 6/2021 jenis usaha dengan bahan konstruksi
(bangunan nonhunian), termasuk bangunan sederhana, termasuk dalam risiko
menengah keatas, perlu UKL-UPL. Memberatkan UMKM.
h.
Hasil indeks lokalitas sudah disimulasikan dengan asumsi
nilai retribusi sama dengan perda sebelumya.
i.
Bangunan nonhunian yang memberikan persetujuan gambar
adalah TPA berasal dari perguruan tinggi. Bangunan hunian dinilai TPT.
5.
Pansus:
a.
Berupaya berpihak pada masyarakat kurang mampu, sehingga
ingin memberikan subsidi.
b.
Kendala terbesar di masyarakat bukan pada retribusi,
tetapi kendala teknis (gambar teknis). Biasanya masyarakat menengah kebawah
tidak memiliki gambar teknis bangunan. Selain itu, masyarakat juga terkendala
penyusunan RAB. Menggunakan pihak ketiga perlu biaya 1 juta.
c.
Saran DPUPKP membuat prototipe gambar dan perhitungan RAB
yang dapat langsung digunakan untuk masyarakat menengah kebawah.
d.
Ingin nilai retribusi untuk bangunan sederhana tetap,
tapi bangunan tidak sederhana naik.
6.
Kumham:
a.
Indeks lokalitas dipakai untuk menghindari kesenjangan
penerapan peraturan yang lama dan baru untuk menurunkan disparitas.
b.
Komponen retribusi pbg harus diakomodir dalam retribusi,
apakah akan menutup seluruhnya atau sebagian.
c.
inspeksi bangunan dengan kompleksitas tinggi perlu
menggunakan tenaga ahli, datang berapa kali, berapa biayanya, sehingga perlu
diperhitungkan dalam retribusi.
d.
Perlu memperhatikan keadilan di masyarakat, berapa
retribusi yang tepat untuk bangunan sederhana.
e.
Dalam UU Ciker, dispensasi dapat dilakukan sepanjang
tidak merugikan keuangan negara.
f.
Komponen biaya TPA dan TPT perlu dipertimbangkan dalam
perhitungan retribusi.
g.
Izin usaha dengan tingkat resiko harus mempunyai PBG.
UMKM nonresiko tidak perlu PBG. PP 5/2020 UMKM tidak diperlukan izin lain,
cukup NIB. NIB sudah disamakan SIUP, sertifikat halal.
7.
DPMPT:
Syarat PBG lebih detail dibandingkan IMB. Dulu ada
prototipe gambar. Apakah semua syarat harus terpenuhi?
Komentar (0)